12. Sensasi Baru

47K 3.2K 96
                                        

Dari jarak lumayan jauh, Jeff mengernyit. Hanna dari arah yang berlawanan dengannya terlihat sangat berbeda. Jeff cepat-cepat mendekat.

"Babe, what happened with your hair?!"

Jeff menyentuh rambut Hanna yang tak lagi berwarna hitam legam. Cewek itu mengganti warna rambutnya.

 Cewek itu mengganti warna rambutnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hanna menepis tangan Jeff. "What's wrong with my hair?"

"Gue gak suka lo pakai warna ini."

"Gue gak pernah meminta pendapat lo, to be honest."

Jeff diam sesaat.

"Lo nanti malem mau ke Swill?"

"Tahu dari mana?"

"Juno."

Hanna mengumpat. Juno sekarang memang seperti pusat informasi kedua Jeff setelah Jennie. Lihat saja, pasti sebentar lagi Jeff akan bilang bahwa dia ingin—

"Gue ikut."

Fucking right.

"Ya, ya, ya. Whatever."

"Gue jemput."

"Gue sama Gana."

"Mulai sekarang biasain sama gue."

Hanna memutar bola matanya jengah. "Jeff, have i told you gue ada kelas sepuluh menit lagi?"

"Ehm, no."

"Minggir. Gue lagi gak mau telat masuk."

"Santai kali, Han. Gedung lo udah di depan mata. Sepuluh menit bahkan bakalan cukup buat bikin lo ngangkang keenakan—"

Hanna langsung maju dan menutup mulut Jeff dengan tangannya. Ia melotot tajam. Bisa-bisanya Jeff mengucapkan hal sevulgar itu dengan kencang di depan gedung kampus.

"Hehe, sorry."

Hanna mendengsu. Kelakuan Jeff ini memang super menyebalkan.

"By the way, belum pernah main di toilet kampus, kan?"

**

Ujung-ujungnya, Hanna malah bolos kelas. Dia gak mungkin maksa masuk kelas setelah tiga puluh menit telat akibat ngeladenin Jeff.

Hanna dan cowok itu memilih pulang ke kosan Jeff usai mereka main di toilet kampus. Gadis itu memberi empat jempol atas keberanian Jeff yang nekat banget. Iya, sih, emang nantang adrenalin. Itu juga yang bikin Hanna ngerasain sensasi baru.

Setelah Jeff menutup pintu mobilnya, Hanna masih gak berhenti ngomel.

"Gue bolos di mata kuliah paling penting."

"Kalau aja gue gak nurutin lo, gue gak bakal kena absen lagi."

"Ini terakhir kalinya gue mau lo ajakin bolos."

Dan lain sebagainya.

Jeff, sih, cuman ketawa aja tanpa ngerasa bersalah. Kalau mau, ia bisa aja membela diri dengan bilang kalau dia gak pernah maksa Hanna buat bolos. Walaupun satu kali keluar emang gak bisa bikin dia puas, tapi sejujurnya dia gak mau egois dengan bikin Hanna sampai merelakan mata kuliahnya.

Tapi Hanna sendiri yang tadi minta lagi. Masa Jeff gak mau? Enggak, ah, Jeff takut dosa nolak rezeki.

Jeff menoleh pada Hanna yang sedang menunduk dengan bibir mengerecut kesal. Cewek itu sedang membuka ponselnya, mengetik cepat entah untuk mengirim pesan ke siapa.

"Jangan marah-marah mulu kenapa, sih?"

"Elo yang bikin naik darah!"

"Iya, iya, gue salah. Maapin."

Hanna mengabaikan ucapan Jeff.

"Lagi mood makan apa, deh? Gue beliin."

"Lagi mood jauh-jauh dari elo."

Jeff memajukan bibir bawahnya sok imut. "Yah, jangan dong. Kalau gue sedih gimana?"

"Udah, deh, jangan bawel. Cepet jalanin mobilnya. Gue pengen tidur."

Jeff mengangguk patuh. Ia menghidupkan mesinnya dan mulai menginjak gas. Cowok itu melirik Hanna yang sekarang menatap ke luar jendela mobil.

"Tidur aja sekarang. Nanti kalau udah nyampe kosan gue gendong."

"Hm."

**

Apa yang mereka berdua lakukan setelah sampai kos?

Tidak ada.

Hanna benar-benar tidur pulas usai Jeff memindahkan badan cewek itu di kasur lebar miliknya. Usai Jeff melepaskan sepatu dan kaos kaki Hanna, Jeff menyusul gadis itu untuk berbaring di sampingnya.

Mereka berdua bangun karena suara ponsel Hanna yang berdering berkali-kali. Hanna bangun lebih dulu, mengangkat telepon Gana yang memarahinya karena kosan cewek itu sepi tidak berpenghuni.

"Iya, sorry. Lo duluan aja, deh. Gue berangkat sama Jeff."

Usai memutuskan sambungan telepon, Hanna bergegas beranjak dari kasur. Ia melangkah menuju kamar mandi Jeff kemudian membersihkan diri disana.

Tak butuh waktu banyak buat cewek kayak Hanna mandi dan menyelesaikan riasan naturalnya. Cewek itu cantik sekalipun tak memakai apapun di wajah, semua orang mengakui itu. Lagi pula kalau tidak cantik, mana bisa Hanna bikin banyak cowok di luar sana klepek-klepek?

Jeff lagi duduk dengan mata setengah terbuka di tepi ranjang ketika Hanna keluar dari kamar mandi. Kayaknya nyawa cowok itu belum benar-benar terkumpul.

"Jam berapa?"

Hanna melirik jam dinding di belakang punggung Jeff. "Setengah delapan."

"Pagi?"

"Malem, Bego."

Jeff memperhatikan cewek yang sedang merogoh isi tasnya. Usai menemukan apa yang dia cari, Hanna duduk di samping Jeff. Satu tangannya memegang cermin kecil, sedangkan satunya ia gunakan untuk mengoleskan lip balm di bibirnya.

"Lo punya selain rasa stroberi?"

Hanna melirik Jeff sesaat. "Kok tahu kalau
lip balm gue stroberi?"

"Gue sering ngerasain dari elo, kali."

Oh, benar. Harusnya Hanna tak perlu bertanya.

"Ada jeruk," Hanna memperlihatkan lip balm di tangannya. "Ini jeruk."

"Gue mau nyobain."

Hanna menatap Jeff datar. "No. Gue males ngoles ulang."

Tapi Jeff mana peduli. Wajahnya mendekat, tak perlu waktu lama hingga bibir mereka menyatu, merasai disana.

"Enakan yang jeruk, Han."

••

jeff, please.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang