"Dasar bajingan nggak punya otak."
***
"Hallo ma? Mama di rumah?" tanyaku di telepon, berpura-pura tidak pernah tau keadaannya.
"Aduh... maafin mama sayang, mama lagi ada keperluan dulu diluar."
"Loh mama kok keluar? Demam mama udah sembuh?" yeah... teruskan aktingmu itu Nastya!
"Udah lah sayang... demam kaya gini mah ga akan bikin mama mati."
"Hush mama ini kalo ngomong dijaga ya! Nastya sama siapa coba kalo mama nggak ada? Oh ya, kayaknya hari ini Nastya ga akan pulang deh ma, mau nemenin Cira dulu, lagi putus cinta katanya."
"Ya ampun Cira lagi galau ya? Iyaa sayang lebih baik kamu temenin Cira aja kasian dia."
"Mama... mama nggak apa-apa Nastya tinggal?" ucapku memastikan.
"Ya nggak apa-apa dong ... Mama udah sehat kok. Kamu gausah bawa baju ke rumah ya, langsung temenin Cira aja."
"Iya ma... yaudah Nastya tutup ya. Assalamualaikum."
"Wa'alaikumussalam."
Ku hapus air mata yang sudah berlinang sedari tadi. Entah apa maksud mama merahasiakan ini dariku, jika tujuannya tidak ingin merepotkanku ia pasti salah besar, aku kan anaknya, nggak mungkin merasa direpotkan, tapi jika seperti ini? Kebohongan mama yang terbuka dan aku yang mengetahuinya?
Ini menyakitkan.
Ku hapus air mata dan mulai membereskan pakaian untuk ku pakai sehari ke depan. Aku sengaja menjadikan sahabatku—Cira untuk kupakai hari ini. Entahlah bagaimana reaksinya jika tau namanya kujadikan bahan untuk berbohong.
***
"Gila ya lo, main jadiin gue tameng aja, dosa ditanggung lo sendiri ya, gue nggak ikut-ikutan."
"Yee malah ngomongin dosa, gue juga takut kali sebenernya, tapi kan mama ada something banget kalo udah boong gitu."
"Lagian alasan lo ga make sense banget deh, gue udah jomblo dua tahun, masa tiba-tiba gue galau? Lo bener-bener sahabat yang bahlul banget ya, belum aja gue nemu laki eh udah main di doa in yang nggak-nggak aja."
"Ya abisnya gue ingetnya lo doang, gue mana keinget hal lain-lain." jawabku dengan kesal. Terkadang sahabatku ini tidak tau namanya pembohongan untuk menyelamatkan diri, yang dia tau hanya berbohong itu dosa.
"Ini kali terakhir ya lo korbanin nama gue buat dosa. Nanti-nanti kalo buat dosa itu jangan bawa-bawa nama gue, bawa-bawa gue nya pas liburan aja."
"Yee itu ma sih mau nya lo. Tapi hari ini gue nginep disini yak, serem juga tidur di rumah."
"Iya iya, seminggu kedepan juga boleh-boleh aja, asal jangan nyusahin."
Dan kami hanya bisa tertawa mendengar obrolan absurd kami, karena kebetulan hari sudah malam ketika aku menghubungi Cira, otomatis pembicaraan kami tidak banyak, kami hanya menghabiskan waktu untuk mengobrol sebentar lalu terlelap dalam tidur nyenyak.
Aku dan Cira memang sudah bersahabat dari sejak kami kuliah, walaupun pertemanan kami belum bertahun-tahun, tapi aku sudah merasa bahwa dia adalah orang yang enak untuk diajak ngobrol dan juga nyambung denganku.
Pagi harinya sarapan sudah disiapkan oleh ibu Cira, beliau sudah aku anggap mama kedua bagiku. Makanannya? Tidak perlu diragukan lagi, keahliannya itu turun ke anaknya juga.
"Duh tante... masakannya uenakkk tenan." Jawabku dengan acungan kedua jempol.
"Aduh Nastya kapan-kapan kesini lagi ya... nanti tante masakin lagi makanan yang enak-enak, kamu kayanya kurusan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Perfectly Fine [COMPLETED]
RomanceCopyright©2021 - All rights reserved Aku dan mama hanya tinggal berdua di kota keras Jakarta, adikku sudah meninggal, dan sudah belasan tahun papa tidak terlihat, hanya mama yang aku punya di dunia ini. Suatu saat kulihat mama membawa pria tampan a...