Mr. Perfectly Fine (25) - Mr. It's Roller-Coaster Kinda Rush

1.4K 67 0
                                    

Rumahku tetaplah rumah, ada ataupun tidak adanya mama.

***

Pagi ini kubuka pagiku dengan breakfast hotel, mencoba satu-satu makanan yang disediakan di meja prasmanan. Kucoba sereal, puding, nasi kuning, nasi goreng, susu, dan yang lainnya. Aku tidak serakah, toh hanya mengambil sedikit diantara makanan-makanan itu.

Oke oke, aku emang serakah.

Maklum saja, kapan lagi aku bisa makan makan-makanan sebanyak dan bervariasi seperti ini di pagi hari? Biasanya Mama hanya memberi nasi goreng buatannya di pagi hari, dan kusadari nasi goreng mama adalah segalanya dibandingkan nasi goreng buatan hotel mewah ini, tapi... oke lah untuk sereal, puding dan lain-lain.

Kami masih berada di hotel, ternyata teman mama yang kaya itu memberi kami extra bermalam disini, mungkin ia tahu bahwa kami tidak pernah dan tidak akan—jika tidak dibutuhkan untuk pergi bermalam di hotel.

***

"MAMA!"

Pagi ini kutemukan kembali diriku terlentang dengan tenang di kasur rumah sakit. Tubuhku sakit, dan pikiranku lebih sakit lagi. Sebenarnya kapan semua ini kan berakhir?

Kembali, aku terbangun dipagi hari dengan suasana yang masih sama, mendung, suram, dan hujan yang kembali mengguyur jendela kamar rawat yang kutinggali. Kuhela nafas, berdoa, dan berharap cobaan ini akan cepat berlalu.

Ketukan pintu terdengar, dan tanpa harus kujawab, pintu terbuka menampilkan suster yang sama seperti pagi kemarin, membawa nampan. Hal yang sama juga kembali terulang, dia hanya meletakkan nampan lalu berlalu pergi meninggalkanku tanpa sepatah katapun dengan raut wajah ketakutan yang belum juga hilang.

Di hari kedua ini hal yang sama juga terjadi, teman mama, Riana mendatangiku dan mengajakku berbicara. Berbicara dengannya memang asik, tapi aku sendiri tidak tau kenapa wanita itu harus terus mendatangiku.

"Gimana harimu pagi ini Nastya? Baik? Hujan mulai turun di luar, dinginnya bisa aku rasakan sampai kamar ini." Riana mengambil remot AC dan mematikannya agar ruangan ini bisa terasa lebih hangat.

"Kenapa anda terus kemari?" tanyaku defensive, tentu saja! Orang asing seperti dirinya dan berani menungguiku kemarin lalu datang kembali keesokan harinya bukan hal lazim untuk dilakukan oleh kenalan biasa.

"AH AKHIRNYA, kamu bicara juga! Tapi ayolah Nastya... santai saja, dan anggap aku ini tante atau boleh kamu anggap mama, nggak usah anda-anda'an begitu."

"Tapi anda emang bukan tante ataupun mama saya."

Tante Riana—oke kita sebut saja dia tante. Beliau menghela nafas kasar, juga tampak memikirkan sesuatu. "Tante emang bukan tante atau mama kamu, tapi... kita coba untuk lebih santai, oke?" ujarnya dengan mengeluarkan puppy eyes yang dia miliki.

Teman mama yang satu ini, walaupun umurnya mungkin masih di bawah mama, tapi aku yakin sekali bahwa beliau adalah tipe orang yang tergolong santai, dan easy going. Pasti dia mempunyai banyak teman karena karakternya itu.

Aku menagguk dan menyanggupi keinginannya.

"Ngomong-ngomong... Dr. Bena itu pacarmu yaa?"

"UKHUK." dengan cepat kutepuk dadaku, merasakan kesulitan bernapas akibat ucapan tante Riana, maklum saja setelah kedatangan perawat tadi, tante Riana langsung menyuruhku untuk makan. Kali ini aku tidak butuh disuapi.

Kilasan 'mesum' yang kami lakukan tempo hari menjadi bayanganku ketika tante Riana mengungkit kisah ku dengan Bena. Ruangan menjadi panas—tapi anggaplah karena hawa panas ini karena AC dimatikan. Tapi... pikiranku yang kurang ajar ini malah memberikan kembali gambaran pada saat ciuman panas kami di ruangannya kemarin, rasanya sangat memalukan! Kenapa pula tuan muda itu harus menciumku?! Dan kenapa pula otakku ini malah memikirkan adegan itu!

Mr. Perfectly Fine [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang