Mr. Perfectly Fine (Extra Part 1) - Mr. Always Love Me

2.7K 90 4
                                    

1 tahun kemudian.

Kubuka pintu rumah, manatap datar Bena yang sudah pasti datang sama seperti 1 bulan lalu.

"Padahal kita tinggal di rumah yang sama, di kasur yang sama, tapi nyaris kita jarang ketemu, kamu terlalu sibuk berangkat pagi pulang malam, gara-gara cuddle-an sama pasien-pasien kamu itu kita jadi jarang ketemu! Malamnya juga kamu terlalu lelah sama urusan rumah sakit sampai kita nggak bisa mengobrol santai kaya gini."

"Jadi ini alasan kamu minggat ke rumah mama?" Bena mengucapkan dengan nada menggoda, jangan lupakan pula alisnya yang terangkat semakin menggodaku.

"Jangan mengada-ada!" ucapku dengan galak. Alasanku minggat bukan karena aku belum dewasa—atau emang belum ya? Tetap saja aku punya alasan!

"Sepertinya aku mengatakan hal yang salah..."

"Ck! Aku datang kesini bukan karena ingin minta dijemput." ucapku dengan raut wajah memerah. "Aku suka kamu jemput aku, tapi aku juga kesal karena sering ditinggal dirumah sendiri dari pagi sampe malem, jadinya aku dateng ke rumah mama, seenggaknya mama ada di rumah dan aku jadi punya temen ngobrol! ...Kamu tenang aja, aku nggak bicarain masalah rumah tangga kita." ucapku dengan panik, takut jika Bena mengira bahwa aku membicarakan masalah rumah tangga kami pada ibunya.

HEI! Walaupun aku terkesan 'lari' tapi aku tau dengan jelas tata tertib dalam berumah tangga! Alm. Mama juga sering menekankan bahwa urusan rumah tangga jangan sampai terdengar ke telinga orang lain—bahkan orang tua sendiri.

Kulihat Bena mengerjap, mungkin aneh juga dengan diriku yang akhir-akhir ini sering merasa sensitif dan kadang seperti ini, lari dari masalah padahal masalah yang dihadapi bisa didiskusikan bersama.

Aku juga nggak ngerti, selama sebulan ini aku udah 4 kali—seminggu sekali datang kerumah mama tanpa mengatakan apapun dengan Bena, awal kepergianku Bena terlihat sangat panik sehingga mama mertua mengintrogasiku akan alasan kenapa Bena jadi seperti itu karena mencariku.

Tapi setelah kali ini—kali keempat, kulihat tuan muda itu sudah lebih rileks, tidak setegang saat mencariku pertama kali. Aku tau aku kurang ajar banget mempermainkan suami seperti ini, tapi mau bagaimana lagi? Rasa sensitifku semakin hari semakin memuncak, rasanya setiap apa yang dilakukan tuan muda itu terlihat salah di mataku.

Bena tersenyum lalu memegang tanganku dan mengecupnya. Yeah tuan muda yang dulu dingin ini bisa jadi semanis ini ketika sudah menikah walaupun terkadang menyebalkan juga.

"Nas... kamu harus tau bahwa setelah bertahun-tahun kulalui hanya bertumpu pada kamu, kebahagiaan kamu, dan segalanya tentang kamu, aku sudah mendeklarasikan bahwa aku tidak akan dan tidak bermaksud seperti apa yang kamu pikirkan akhir-akhir ini—meninggalkan kamu sendiri atau terlalu fokus pada pekerjaan. Aku tau aku salah, tapi aku juga nggak bisa mengatur jadwalku seperti keinginanku sendiri Nas, aku sudah bersumpah melindungi pasien diatas segalanya."

Mendengar penjelasannya membuatku semakin sebal, kubelakangi Bena menyuarakan kekesalanku padanya. Aku nggak menyangka bahwa di pernikahan kami di tahun—hampir kedua ini akan mempermasalahkan pekerjaan Bena. Sewaktu ada mama dan satu tahun pernikahan kami sebelumnya aku nggak pernah mempermasalahkan tentang pekerjaan Bena dan keegoisanku akan waktu yang sering Bena habiskan dengan pasien-pasiennya.

Bena tersenyum dan membalikkan tubuhku lalu menyatukan dahi kami, "Tapi yang kamu harus tau adalah... setiap pagi dan terbangun dengan kamu disampingku, saat kamu berbalik ketika aku memanggil... tidak ada kebahagiaan yang melebihi itu semua Nas, kamu segalanya untukku, mungkin ragaku emang untuk pekerjaan dan pasien-pasien aku, tapi hati aku hanya untuk kamu seorang."

Blushhh.

Aku tersenyum malu, walaupun perubahan sikap Bena sudah terjadi sehari setelah dia mengucapkan ijab kabul, tapi sampai detik ini aku masih tidak menyangka bahwa respon tubuhku akan sememalukan ini hanya karena gombalannya.

Mr. Perfectly Fine [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang