Semoga saja.
***
Jam kerja kantor sudah bubar dari jam empat lalu, total sudah 20 menit aku menunggu Bena di lobby kantor yang belum kunjung datang, bahkan batang hidungnya pun belum juga terlihat.
"Ish kemana si."
"Belum pulang juga Nas?" tanya Feri mendatangiku yang sedang duduk gelisah di lobby kantor.
"Emang lo nggak bisa liat kalo gue lagi nunggu? Belum dijemput juga gue ini, tau gini mau bawa motor matic kesayangan gue aja."
"Ecieee cieee nunggu siape nih? Akhirnya lo punya gandengan juga."
"Ye... apaan si, nunggu supir ini." ucapku berbohong. Bisa habis aku kalo Feri sampe tau aku akan dijemput Bena.
"Elah basa-basi lo, bilang aja nunggu gebetan apa susahnya si."
"Yaudah terserah lo deh, sana-sana bukannya pulang juga." usirku pada Feri. Lalu pria itu pamit pulang dan menyuruhku berhati-hati.
Satu jam kemudian...
Sial! Ini sudah 1 jam?!
"Sialan, apa gue dikerjain ya? Kurang ajar banget." total satu jam sudah aku menunggu Bena di kantor. Sudah banyak kenalanku yang berpamitan dan aku hanya bisa menebalkan muka berusaha tersenyum 'baik-baik saja'.
Tapi nyatanya aku nggak baik-baik saja!
Aku kelaparan...
Capek...
Pingin istirahat!
Nggak perlu pikir dua kali langsung saja kuangkat tas kerjaku dan mulai membuka aplikasi online yang akan membawaku pulang. Bodo amat kalo Bena datang jemput, bajingan sialan itu terlalu menyebalkan untuk diberi second chance.
"Nas!" panggil seseorang, tadinya aku akan mengerutu dan berusaha menghiraukan tapi terputus ketika sebuah tangan menutupi layar handphoneku.
"Berani-beraniny—" jawabanku terpotong ketika melihat wajah Bena berdiri dengan raut lelah serta pakaiannya yang masih terlihat rapi dan necis. "Maafkan aku." ucapnya sembari terlihat ngos-ngosan.
Dengan menahan amarah, kucoba untuk menekan amarahku hingga titik yang paling rendah, tenang Nastya tenang.
"Bisa lepaskan tangan anda? Saya sedang berusaha mencari transportasi online disini. Saya capek, lelah, dan juga lapar, tolong buatlah keadaan saya lebih ringan, sudah satu jam saya nunggu disini." ucapku dengan tajam, menekankan bahwa aku sudah menunggu lama disini. Bego emang, masih tetap menunggu setelah SATU JAM nggak ada kabar.
Dimana sih otak ku ini?
Kok mau aja di bodoh-bodohin?!
"Kuantar kamu pulang Nas. Anggita nelpon tadi, dan maaf saya lupa akan janji saya."
"Gue—bisa antar saya pulang saja tuan? Saya lelah, sungguh." aku tidak bohong, aku benar-benar lelah. Saat on air tadi, aku terlalu memforsir tubuhku, ditambah malam tadi Cira mambangunkanku untuk sesi curhat hingga jam 3 pagi.
"Baiklah."
Diperjalanan keadaan sangat hening, aku sibuk dengan rasa amarahku pada Bena. Aku tau pria itu telat pasti karena banyak pasien di rumah sakit, tapi kenapa nggak menghubung—oh ya, kami bahkan belum pernah bertukar nomor.
Tapi—nomor yang memberitahuku tentang mama kemarin? ...Sial! Apa itu nomernya?! Kalau tau gitu sudah kuhubungi saja dia ratusan kali!
"Turunlah." lamunanku tersentak ketika pintu sebelahku terbuka. Ada apa ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Perfectly Fine [COMPLETED]
RomanceCopyright©2021 - All rights reserved Aku dan mama hanya tinggal berdua di kota keras Jakarta, adikku sudah meninggal, dan sudah belasan tahun papa tidak terlihat, hanya mama yang aku punya di dunia ini. Suatu saat kulihat mama membawa pria tampan a...