"Mati aku."
***
Aku mengikuti Bena di belakangnya. Tubuh Bena tegap, mungkin sangat nyaman jika bersandar disana. Ish apa sih yang kupikirkan?!
Bena membawaku entah kemana, aku hanya mengikutinya dengan beribu pertanyaan dan kata basa-basi yang harus segera terkumpul di otakku agar suasana tidak berubah menjadi menyebalkan nantinya.
Bena berbelok ke arah taman, disana ada gazebo tertutup yang sangat nyaman, mungkin dikhususkan untuk pasien yang ingin sekali menghirup udara segar dengan banyaknya tumbuhan yang dirawat disini.
Hujan semakin besar ternyata. Maklum saja, berada didalam rumah sakit yang begitu menakjubkan membuat segala hal yang terjadi di luarnya menjadi tidak terdengar. Kami duduk di sebuah kursi, berseberangan.
"Aku tidak bermaksud membuatmu canggung Nastya, maafkan aku yang sudah melamarmu minggu lalu."
"Heh?" ucapku spontanitas, tidak menyangka. Tidak kusangka jika Bena lah yang akan membicarakan kembali topik minggu lalu secepat ini, kukira ia akan berbasa-basi dulu sebelum masuk ke topik utama.
"Aku tidak ingin masalah kemarin jadi berlarut-larut, tapi asal kamu tau saja, aku akan tetap melindungimu dan Anggita. Aku nggak mungkin mengingkari janjiku pada ayahmu."
"Lakukan sesukamu, tapi ada yang ingin kutanyakan..." tanyaku ragu. Aku ingin bertanya mengapa dia tidak lagi menjemputku setelah kejadian kemarin. Jika dia menganggap lamaran kemarin biasa saja, kenapa dia tidak lagi menjemput atau bahkan menghubungiku lagi?
"Ya?"
"Jika kamu menganggap semuanya biasa saja kenapa tidak, hmmm... tidak menjemputku seperti biasa lagi?" tanyaku dengan malu. Tentu saja malu, wanita mana yang menanyakan hal tidak tau malu seperti itu pada pria yang tidak ada hubungan dengan dirinya?
Bena tersenyum, manis sekali.
EH!
Sepertinya tidak bertemu dengan tuan muda satu itu membuat apapun yang disekelilingnya menghipnotisku.
"Aku sibuk Nastya, aku sudah terlalu banyak mengambil cuti, pertama untuk kecelakaanku, yang kedua untuk liburan kita kemarin. Aku sudah terlalu melimpahkan pekerjaanku pada orang lain, lagipula pasienku sudah banyak yang menanyakan."
"Ah ya pekerjaanmu..." ucapku baru ingat. Bodoh sekali kau Nastya! Kenapa bisa lupa dengan pekerjaan dokternya. Dokter kan orang yang sibuk kamu tau?!
"Mama kasih makanan tadi, kamu sudah makan?" segera saja kualihkan obrolan, dan tiba-tiba teringat dengan mama. Saat kami akan berbicara tadi mama pamit pulang padaku. Awalnya aku melarang, aku seperti anak durhaka saja yang membiarkan mama pulang sendiri, tapi mama tetap menolak dan membiarkanku untuk takes time mengobrol dengan Bena.
"Ah ya, makanan yang dibawa Anggita ya... aku sudah memakannya maka dari itu Anggita sedikit lama di ruanganku." ucap Bena. Walaupun hujan diluar terlihat sangat deras, obrolan kami terdengar seperti biasa saja—dalam artian tidak ada satu kata pun yang terhalang oleh derasnya hujan.
"Si Bagus kerja disini juga dong ya?" tanyaku. Sttttttt ini hanya pengalihan basa-basi saja, pembicaraanku dengan Bena sudah habis pembahasan.
Itu berarti aku ingin berlama-lama mengobrol dengannya?!
Astaga apa yang aku lakukan!
"Ya, tapi kami tidak satu ruangan, dia ada di bangsal khusus anak. Dia kan dokter anak."
Aku hanya menganggukan kepala saja, sial aku harus membahas apalagi sekarang?!
"Malam nanti orang tuaku mengadakan pesta, kamu mau datang? Ada Bagus, Indra, dan Chandra juga disana."
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Perfectly Fine [COMPLETED]
RomanceCopyright©2021 - All rights reserved Aku dan mama hanya tinggal berdua di kota keras Jakarta, adikku sudah meninggal, dan sudah belasan tahun papa tidak terlihat, hanya mama yang aku punya di dunia ini. Suatu saat kulihat mama membawa pria tampan a...