Apa wanita ini... menyuruhku menjauh?
***
Mobil berjalan sedikit cepat. Perjalanan menuju rumah Inaya memang sedikit alot, selain sedikit macet, Inaya juga terus-terusan mengajak Bena berbicara, yang tentu membuat pikiran Bena bercabang, hingga laju mobil menjadi lambat.
Aku yang dibelakang saat itu hanya terus menghela nafas dengan berat, aku ingin segera sampai rumah, dan si wanita menyebalkan itu tidak ingin keinginanku itu tercapai!
Dan disinilah aku, duduk berdua dengan Bena, saling berdiam dengan kecepatan mobil yang sedikit cepat. Jika tadi aku menggerutu karena mobil berjalan lambat, lain halnya dengan sekarang, aku merasa takut. Jalanan benar-benar kosong malam ini. Selain sudah jam dua belas malam, Bena pun memilih jalan yang berbeda dibandingkan jalan yang tadi kami lalui tadi.
"Bisa kamu kurangi kecepatan mobilnya?" kataku dengan nada memerintah. Maklum saja mood ku malam ini kurang bagus akibat kedatangan Inaya, jadi jangan salahkan aku jika aku membuat suasana yang tadinya dingin semakin dingin.
Aku tidak tau ada apa dengan Bena, yang jelas tuan muda satu itu terlihat sedang kesal atau... marah?
Tapi kenapa dia marah?
Aku tidak mau bersuara tadinya, melihat orang yang menampilkan wajah tidak enak sudah menjadi warning tersendiri untukku untuk tidak mendekatinya.
"Diamlah."
Lalu mobil melaju semakin cepat.
"Ho ho ho, aku tau mobil kamu ini bagusnya tiada tara, tapi ini terlalu cepat Bena! Aku masih mau nikah dan punya anak!"
Kutarik seatbelt yang tadinya malas kupasang, kugenggam erat ponsel dan memaksa jantungku untuk diam sejenak karena dia begitu berdetak kencang.
"AKU SEDANG MENYETIR?! DIAMLAH!"
Bentakkan Bena yang satu itu tidak bisa kuprediksi, fokusku sudah tidak pada tempatnya, setelah kupikir kembali hari ini aku tidak punya masalah apapun dengan tuan muda itu, tentu aku sedang tidak mood karena Inaya, tapi kurasa aku tidak memiliki masalah dengannya, apalagi membuatnya marah seperti ini.
"Apa maksud kamu ngebentak aku kaya gitu? Aku nggak punya masalah apapun ya sama kamu hari ini." ucapku berusaha untuk tenang, walaupun sudah tersulut emosi sedikit.
"Diamlah." ucap Bena semakin dingin, setidaknya dia tidak membentakku seperti tadi.
Sialnya kecepatan mobil masih belum Bena turunkan. Aku gemetaran, si tuan muda menyebalkan ini sebenarnya ada apa sih?!
"Kalo kamu masih belum juga nurunin kecepatan, turunin aku disini!" ucapku final. Aku masih muda, masih ada mama juga yang harus aku hidupi kebutuhannya, tidak mungkin aku meninggalkan mama karena amarah bodoh Bena ini!
Bena masih diam, tidak menggubrisku.
"TURUNIN AKU SEKARANG JUGA!" ucapku keras. Aku takut, aku ketakutan.
Bena menghentikan mobilnya dengan tiba-tiba, untung seatbelt masih kupasang dengan aman, aku mengelus dada dan kupejamkan mata menenangkan diri. Nyawaku nyawaku.
"Turun."
"Hah?!" ucapku kaget. Apa maksudnya?!
"Turun, itu kan maumu? Sudah kuturuti jadi turun." ucap Bena. Kulihat sekeliling, begitu gelap dan tidak ada penerangan apapun disini. DIMANA AKU INI?!
"Apa masalahmu sebenernya?! Dan apa salahku sampai kamu bisa semarah ini?!"
Hening.
"Sepertinya perkataanku di villa kemarin emang benar."
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Perfectly Fine [COMPLETED]
RomanceCopyright©2021 - All rights reserved Aku dan mama hanya tinggal berdua di kota keras Jakarta, adikku sudah meninggal, dan sudah belasan tahun papa tidak terlihat, hanya mama yang aku punya di dunia ini. Suatu saat kulihat mama membawa pria tampan a...