Hey Mr. Perfectly Blind. How's your heart now that mine is fine?
***
"Aku... merasa sangat bersalah akan perbuatanku di kolam waktu itu." ucap Bena memulai penjelasan. "Seharusnya aku tidak menyalahkanmu dan bisa menolong adikmu lebih cepat daripada membeo melihatnya terbujur kaku. Setelah melarikan diri dan sadar, aku segera memberitahu kedua orang tuaku mengenai kebodohanku itu. Untuk bertanggung jawab." Bena menunduk ketika membicarakan kembali kenangan kami.
Aku tau bahwa ini berat untuknya, membuka kenangan yang sudah bertahun-tahun disimpannya tentu bukan hal yang mudah tapi lebih nggak mudah lagi jika dia terus menyimpannya untuk jangka yang lebih lama.
"Orang tuaku adalah orang yang mendidikku dengan baik Nas dan kepengecutanku saat itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan mereka, itu semua murni karena rasa takut dan rasa bersalahku. Di detik saat aku mengatakan semua yang terjadi di kolam pada mereka, didetik itu juga aku bertekad untuk meminta permintaan maaf darimu dan keluargamu, tapi yeah... tidak semua yang kurencanakan berjalan lancar." Bena menghela napas, menunduk dan mencengkram pegangan kursi. Aku melihat segala emosi didalamnya, kecewa, sedih, marah, frustasi, dan emosi yang tidak bisa kubaca lainnya.
"Aku memang dapat permintaan maaf dari Anggita tapi... nggak ketika kami mendatangimu Nas. Karena dampak dari perkataanku ternyata jadi hal yang mengerikan buat kamu. Saat itu kulihat kamu sakit, kamu nggak bisa menahan diri untuk tidak menyalahkan diri sendiri, dan aku sadar itu semua karenaku. Mulai detik itu juga aku nggak bisa maafin kesalahanku karna yang aku rasakan hanya aku.haruslah.bertanggung.jawab." kulihat Bena mengatakannya dengan kesungguhan dan keseriusan, terlihat kilauan kesedihan dari mata nya.
"Kamu... berkata jujur kan?" tanyaku memastikan.
"Aku sudah bertekad untuk mengakhiri semuanya Nas, no more turning back."
Aku hanya bisa menatap Bena dengan terhenyak, termenung, dan membeku di tempat mencerna apa yang sudah Bena katakan dibalik semua ini—kenyataan bawhwa Bena juga terdampak akan segala hal yang terjadi antara kami di masa lalu. Jika kemarin aku mengatakan bahwa pria itu terlihat seperti Mr. Perfectly Fine tapi nyatanya pria itu sama sekali tidak pernah baik-baik saja, ia menderita oleh rasa bersalahnya, bertahun-tahun.
Aku sendiri—yang menjadi korban, masih terhitung lebih baik karena dokter Riana membantuku untuk melupakan segalanya. Tapi Bena? Pria itu pasti sudah memendamnya sedari kejadian itu terjadi.
"...Lalu ada hubungan apa kamu sama mama?" tanyaku mengalihkan pembicaraan, sudah cukup flashback akan kejadian kelam itu.
"Setelah kejadian itu, aku memegang janji untuk meminta maaf padamu Nas, tapi papa dan mamamu menyarankan untuk tidak membicarakannya karena mereka takut kamu akan histeris dan pengobatan dengan dokter Riana akan gagal total, sedari itulah aku dekat dengan Anggita."
"Papa? Kamu tau darimana papaku? Bahkan aku baru bertemu lagi dengannya kemarin."
"Sebelumnya maafkan aku dan keluargaku karena—"
"Keluarga kamu? Jadi bener kata papa kalo keluarga kamu—"
"Setelah tau aku berbuat masalah, papaku langsung menyelidiki keluarga kalian, tidak sulit sebenarnya untuk menemukan papamu Nas, tapi yang sulit adalah kami harus menahan diri, saat itu papamu benar-benar marah dan terlihat frustasi Nas—tidak aneh emang, aku pun akan berlaku yang sama jika itu terjadi padaku. Saat itu aku menjanjikan akan menjagamu dengan Anggita, aku sama sekali tidak tahu bagaimana background keluarga kalian, dan mengetahui bahwa papamu mengurungkan niat untuk pulang saat itu karena janjiku, aku semakin merasa bersalah karena sudah menggagalkan usahanya satu langkah mendekati kalian, dari situ pula aku dan papamu sering berkomunikasi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Perfectly Fine [COMPLETED]
RomanceCopyright©2021 - All rights reserved Aku dan mama hanya tinggal berdua di kota keras Jakarta, adikku sudah meninggal, dan sudah belasan tahun papa tidak terlihat, hanya mama yang aku punya di dunia ini. Suatu saat kulihat mama membawa pria tampan a...