BAB 3: Laki-laki di Pemakaman Bag.2

5.1K 937 194
                                    

Aria Ashe Van Amstel

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aria Ashe Van Amstel. Dia dilahirkan dalam keluarga Van Amstel, keluarga hina yang membuatnya terpisah dengan Asia-nya. Dan setelah kembali ke keluarga itu, dia hanya anak adopsi di atas kertas dan di dunia luar, anak adopsi yang tidak di cintai di keluarga itu.

Di umur yang ke-11 tahun, dia mengalami kebutaan karena matanya yang rusak, dia mengalami depresi dan terpaksa dikirim ke pusat pembimbingan anak di Indonesia, tapi mau namanya pusat pembimbingan anak, pun tempat itu sama saja seperti rumah sakit jiwa. Setiap hari Aria rutin dikunjungi psikiater, menjalani bimbingan rutin dan beberapa kali diisolasi karena kehilangan kendali.

Di umurnya yang ke-12 tahun dia mendapatkan lagi penglihatannya. Setelah semua hal buruk itu, Aria mulai membentuk pribadi barunya, dia membentuk mental seorang pribadi yang sempurna, menyembunyikan kepribadiannya yang sebenarnya di dalamnya. Dia mulai berubah dan menjadi penurut, dia menuruti pesan dokter dan meyakinkan semua orang kalau dia sembuh sepenuhnya. Dia mempelajari kepribadian yang disukai orang-orang, dia menirunya dan kini dia harus berpura-pura baik-baik saja agar bisa keluar dari pusat pembimbingan ini.

Di umurnya yang ke-15 tahun, dia mulai berani mengunjungi makam Asia lagi, dia yang selalu menyembunyikan isi hati dan perasaannya dapat mengungkapkan segalanya di depan makam saudarinya. Dan di tempat inilah pertama kalinya dia bertemu dengan Paman gila yang suka mengobrol dan tertawa haha-hihi sendirian di depan makam yang ada di sebelah makam Asia.

****

Aria yang berumur 15 tahun menangis keras di depan makam Asia, bicaranya tidak jelas, dia seperti bicara menyalahkan Eugene, orang tua mereka dan dua anak kembar yang menggantikan mereka. Dia menangis sangat keras hingga tukang sapu dan penjaga makam lainnya sering sekali menghampirinya hanya untuk sekedar menepuk bahunya atau memberinya permen agar tidak menangis. Orang-orang di makam itu semuanya baik dengannya, kecuali ....

"Kalau kau mau menangis pergi ke pelukan Ibumu sana, jangan di sini. Berisik."seperti biasa orang itu melemparkan kalimat sinis padanya.

"Dasar bocah." Dia mungkin salah mengira umur Aria, Aria sudah 15 tahun, dia sudah remaja. Namun, Aria memang sedikit lebih kurus dan pendek dari kebanyakan remaja umur 15 tahun saat itu.

Aria mengangkat kepalanya dan melihat laki-laki yang tampak dewasa di sebelah makam yang ada di samping makam Asia. Laki-laki yang seperti berusia awal 20-an itu duduk di tanah berumput di depan makam dengan bunga Lily di tangannya, Nampak santai sudah seperti Tuan tanah.

Aria selama ini selalu menyembunyikan emosinya, dia tidak pernah menunjukan emosinya pada siapapun selain di depan makam ini, dan laki-laki itu jelas melihat aktivitas Aria. Karena Aria tidak bisa menyembunyikannya lagi, maka langsung saja akan Aria tunjukan semua isi hatinya.

Mereka saling mengabaikan selama ini, hanya saling lempar kalimat sinis dan Aria lebih sering mengabaikan omongannya, namun nampaknya mulai sekarang tidak lagi, Aria sudah terlalu lama sabar.

KINGS: ThemisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang