****
Setelah masuk ke dalam kamar Aria, Eugene melepaskan tangannya dari Aria dan langsung menggeram hampir berteriak menahan lolongan keluar dari mulutnya, tangannya terluka dengan pena tertancap dangkal di punggung tangannya. Darah dengan cepat sudah mengalir jelas di lengan jasnya yang untung saja berwana hitam, sehingga berhasil menyamarkan warna darah.
Eugene membentak Aria? Tidak! Dia tidak marah padanya, mana bisa dia marah pada Aria, sebaliknya Eugene ketakutan, dia ketakutan setengah mati.
Saat Eugene tiba, dia sudah melihat tatapan membunuh di mata Aria, seolah pengendalian dirinya sudah sampai batasnya hingga akhirnya benteng itu runtuh. Kalau dia tidak memanggil nama Aria kuat mungkin sudah ada yang terluka. Pena di tangannya, sudah bersiap terarahkan pada orang yang mengomelinya di depannya, kalau Eugene tidak segera meraih tangannya dengan cepat tadi, mungkin pena itu sudah tertancap pada orang lain.
Eugene tidak hanya meraih tangan Aria tadi untuk menariknya pergi, tapi tangannya yang lain sekuat tenaga mendorong bahu Aria agar tidak tidak bergerak dengan brutal ke depan sana, dia tidak mendengarkan Eugene lagi dan matanya menjadi gelap dengan amarah.
"Sakit?" tanya Aria dengan lembut. Di pegangnya tangan Eugene yang masih tertancap pena, tersenyum menatap Eugene—dengan kejam ditekannya pena itu semakin menusuk ke dalam sambil berkata dengan lembut, "makanya ... siapa yang menyuruhmu untuk sok jadi pahlawan ...."
Eugene meringis serak kesakitan, matanya terkunci pada mata bulay Aria yang dipenuhi gelap namun senyumnya masih tersenyum seperti malaikat.
Setelah menyelesaikan kalimatnya, Aria mencabut paksa pena yang ditekannya itu lalu sambil bersenandung, dia membuang pena ke tempat sampah dan berjalan mengambil kotak obat.
Eugene duduk di kursi dan Aria datang dengan air hangat dengan kotak obat, dia menggulung lengan baju Eugene, membersihkan darah di sana. Mata Aria berjalan menjelajahi berbagai bekas luka dengan beragam rupa di tangan Eugene yang ia gulung. Semua bekas luka yang berasal dari masa lalu yang kelam, saat-saat di mana Aria tidak memiliki kesadaran untuk mengendalikan dirinya dulu ....
Aria mengobati luka Eugene dan membalut perban dengan rapi sambil bersenandung, lagi-lagi ia bersenandung seolah menikmati aktivitas ini, seolah ini bukan kali pertama kalinya terjadi.
"Hari ini banyak sekali yang terjadi, padahal hari-hari biasanya berlalu seperti biasa. Agak membosankan namun berkat ini bosanku jadi sedikit hilang. Terimakasih pada Lily yang baik dan Kakek yang bodoh. Hariku sedikit berwarna," Aria menunjukan noda darah di kain pada Eugene, "warna merah, warna yang aku sukai dengan tingkat kepekatan yang tinggi."
Usai ia menyelesaikan pekerjaannya, matanya melihat pada bekas-bekas luka lama di lengan Eugene, mungkin bukan hanya lengan, tapi karena tubuh Eugene terbungkus dengan baik dan hanya lengan kanannya yang terlihat jadi hanya luka itu yang tampak.
KAMU SEDANG MEMBACA
KINGS: Themis
Viễn tưởngDia Aria Ashe Van Amstel. Anak kandung dari keluarga Van Amstel yang tidak diakui keluarganya karena mereka lebih mencintai anak adopsi mereka, dia hidup dalam penindasan orang tua dan saudari tirinya yang berpura-pura lemah dan baik. Dia tidak berd...