24 [Termenung]

1.6K 184 8
                                    

"Hiks... A-aku a-anak siapa? Hiks..." Jungkook menelungkupkan wajahnya diatas kasur empuk miliknya. Wajahnya telah banjir air mata hingga membuat basah sprei yang ia tiduri.

Mengapa ia sangat frustrasi? Ia mendengar percakapan ayah dan ibunya mengenai insiden kemaren. Jungkook mendengar bahwa ia bukanlah anak kandung ayah. Ia sempat bingung, tapi ia sadar dari sikap ayahnya selama ini. Itulah mengapa ayahnya tak pernah menganggapnya ada.

Dari arah luar, seseorang tengah berdiri di depan pintu. Menyaksikan kebingungan yang adiknya rasakan. Simpati memang, tapi Taehyung tak dapat berbuat apa-apa. Ia tak cukup tahu mengenai masa lalu keluarga Jungkook.

Hanya memperhatikan Jungkook dari luar dengan hati kasihan.

***

Drrrttt... Ddrrttt...

Ponsel bergetar itu diabaikan begitu saja. Rose menatap kosong ke depan tanpa tujuan. Sedangkan di layar ponselnya terlihat nomor Kookie tengah menelepon.

Seokjin mendekat setelah menyadari Rose mengabaikan telepon. Ia melirik sebentar, ia segera tahu mengapa Rose tak berkutik dari acara melamunnya.

"Kookie menelepon. Kau tidak mau mengangkatnya?" Ponsel disodorkan tepat didepan Rose. Rose tak merespon apapun.

Hingga getar telepon mereda, Seokjin meletakkan kembali ponsel Rose.

"Apa yang tengah kau pikirkan?" Seokjin mencoba memberi perhatian. Padahal ia sudah tahu masalah yang kini dihadapi mereka berdua.

"Apa tentang Kookie?" Tanyanya lagi pelan. Rose perlahan memalingkan wajah, menyembunyikan air mata yang perlahan mulai terkumpul.

"Maaf atas ketidaktahuanku. Maaf karena aku telah membuatmu ingat." Seokjin mengelus bahu Rose yang mulai bergetar. Ia tahu Rose tengah menahan isakan.

Jika saja Seokjin tahu lebih awal siapa Kookie sebenarnya, ia tak akan mau membawa istrinya untuk bertemu dengannya. Istrinya bahkan sangat menyukai Kookie yang ternyata Jungkook. Anak yang dulu sangat Rose benci dan Rose yakini menjadi dalang dari semua pertikaian rumah tangganya.

Tengah meratapi kebodohannya, suara dingin Rose terdengar.

"Cepat lakukan tes DNA!" Sontak Seokjin terkejut. Memincingkan mata seraya mencari kedua manik indah Rose yang tersembunyi di balik surai hitamnya.

"Maksudmu?"

"Buktikan kalau Jungkook bukanlah anak kandungmu!" Tegas Rose lagi menatap netra Seokjin.

"Itu tidak mungkin, Namjoon tidak akan mau." Seokjin mengelak karena ia ingat dulu saat dirinya menginginkan hal itu, Namjoon justru menolak.

Rose berdecih, "Apa kau takut?" Alisnya terangkat membuat Seokjin merasa terintimidasi.

"Rose - "

"Lakukan atau kita pisah!" Finalnya lalu pergi meninggalkan Seokjin sendiri.

Seokjin nampak sangat frustrasi. Kata perpisahan selalu Rose ucapkan disaat mereka bertengkar. Ia takut bila tiba-tiba Rose memberinya surat pengadilan seperti dulu lagi. Ia sudah berjanji tidak akan bercerai lagi.

***

Langkah tegas diberikan oleh Seokjin menuju ruang kerja Namjoon. Masuk ke badan lift, menekan tombol nomor 19, berdiri menanti tiba diatas. Begitu pintu terbuka, kaki Seokjin melangkah keluar.

Terlihatlah sebuah pintu tinggi besar didepan mata. Pintu yang memiliki nama diatasnya yang memberitahu bahwa didalam sana ada sesosok pemilik perusahaan ini.

Shadow (I'm Living On) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang