(Idn) Chapter 9

547 102 66
                                    

Matahari pagi mulai muncul malu-malu di ufuk timur. Will merenggangkan tubuhnya di atas kasur, dan tangannya menyentuh sesuatu di sampingnya. Masih dengan mata terpejam, ia membalikkan badan dan memeluk apapun yang ia sentuh tadi. Ia yang masih setengah sadar, sayup-sayup mendengar suara isak tangis seseorang.

~~~

Ketika Seol membuka matanya, ia melihat kain putih menutupi wajahnya. Ia pun menyibaknya yang merupakan selimut itu. Ia berpikir sejenak, seingatnya selimut di kamarnya bukan berwarna putih, tetapi kuning. Lantas ia melihat ke sekelilingnya, kamar ini tampak lebih mewah daripada kamar tamu tempat ia tidur bersama Danmuji.

Menoleh ke samping, ia terkejut karena Danmuji hilang. Ia hendak mengintip ke bawah ranjang, khawatir bila bayi itu terjatuh? Saat itu matanya melihat sebuah poster besar yang tertempel di dinding dekat pintu, membuat kantuk dan mabuknya hilang.

"Di mana aku? Kenapa aku bisa ada di sini?"

Yang makin membuatnya panik, ia melihat branya tergeletak di ujung springbed. Dengan gemetar ia menurunkan selimut putih yang menutupi tubuhnya.

"Oh sh*t..."

Ia hanya mengenakan celana dalam.

"Aish.... apa yang sudah kulakukan???" Seol menjambak rambutnya sendiri.

Lalu ia tersadar, sekarang bukan waktunya untuk menyesali apa yang telah terjadi. Pertama-tama ia harus memakai kembali piyamanya dan segera kabur sebelum lelaki itu muncul.

Ia bergegas ke kamarnya sendiri, dan saat membuka pintu dan menyalakan lampu, ia sudah dapat mendengar suara tangisan Danmuji. Namun Seol tidak segera menghampirinya. Kakinya bagai terpaku di depan pintu.

Ia melihat William sedang tidur di atas kasur, memeluk Danmuji yang sedang menangis.

"Apa yang sebenarnya terjadi?" Pikir Seol.

Perlahan ia menghampiri ranjang, mencolek-colek bahu William.

"Hei, hei, bangun, William-ssi!"

William hanya mengulet sebentar, lalu kembali tidur dan mempererat pelukannya pada Danmuji.

"Hei, kau menindih anakmu! Dia bisa kehabisan napas!" Seol menarik-narik lengan Will, hingga membuat selimut kuning tersibak, mengekspos dada bidang dan perut atletis Will.

"Oh, sial, mataku..." Seol memalingkan wajahnya, kalau tadi ia menarik selimut itu lebih kuat, maka ia juga dapat melihat sesuatu yang lain.

Will mengerjap-ngerjapkan matanya, menyesuaikan pupilnya dengan cahaya lampu. Keningnya berkerut saat melihat Seol berdiri di samping ranjang.

"Kenapa kau mengganggu tidurku? Apa kau ingin tidur bersamaku?"

"Apa kau sudah gila?"

"Lalu kenapa kau ada di sini?"

"Harusnya aku yang tanya, kenapa kau ada di sini?"

"Ini kamarku."

"Bukan, ini kamarku."

Will akhirnya membuka kedua matanya lebar-lebar, dan saat menoleh ke samping kirinya, ia terlonjak dengan jeritan yang tak kalah dari jerit tangis putranya.

"Kenapa aku bisa ada di sini?"

"Mana kutahu!"

"Lalu kalau aku tidur di sini, kau tidur di mana tadi malam?"

"Ng... di sofa. Aku tidur di sofa," dusta Seol, "kau tiba-tiba masuk ke kamarku dan tidur di ranjangku. Jadi aku tidur di sofa untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan."

A Sudden Dad✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang