Hari sudah gelap saat Seol pulang dari rumah sakit. Ji Ho mengantarnya sampai ke depan tower apartemen. Ia melarang Seol yang hendak turun sendiri. Ia bergegas turun dan membukakan pintu untuknya.
"Aigoo... tak perlu sampai seperti ini," Seol merasa tidak enak.
"Kau adalah pasien."
"Apa kau memperlakukan semua pasienmu seperti ini? Atau jangan-jangan klinikmu memang sepi ya, jadi begitu dapat pasien, kau memperlakukannya ekstra biar balik lagi ke klinikmu?"
"Hm... anggap saja seperti itu, agar kau tak perlu merasa sungkan. Nanti kutotalkan biaya ekstra dan transferkan ke rekeningku."
"Yaaa... aku kan tidak minta diantar!"
"Bercanda, bercanda..."
Mereka tertawa bersama.
"Jangan lupa obatnya diminum dengan rutin. Sebulan lagi kembali ke klinikku untuk melihat perkembangannya. Makan makanan yang sehat, jangan stres dan tidur yang cukup. Oke?"
"Oke," Seol mengangguk patuh seperti anak kecil yang sedang dinasehati orangtuanya.
Ji Ho yang merasa gemas mengacak-acak poni Seol.
"Masuklah."
Seol mengangguk, "sekali lagi terima kasih, Dok."
Ji Ho terus memandangi punggung Seol hingga menghilang di balik pintu putar.
~~~
Keheningan menyambut kepulangan Seol. Ia heran melihat kursi makan Dan yang terbaring di lantai dengan potongan pisang berceceran di sekitarnya. Ia tak menemukan siapapun di rumah itu.
"Apa Will mengajak mereka keluar?" Pikir Seol. Namun melihat keadaan ruangan yang berantakan itu menumbuhkan firasat buruk. Ia mencoba menelepon Soo Ji, tapi rupanya ponselnya tertinggal di rumah. Ia pun menelepon Will beberapa kali sampai pria itu mengangkatnya dengan nada yang terdengar dingin.
"Kau di mana? Apa kau bersama Soo Ji dan Dan?"
"Datanglah ke rumah sakit Yulje."
"Rumah sakit? Kenapa?"
Will tak menjawab dan langsung memutuskan sambungan telepon. Seol mulai merasa cemas dan bersalah. Jangan-jangan sesuatu terjadi terhadap Soo Ji selama ia pergi tadi.
~~~
Dan sudah tidak menangis lagi. Ia asyik memegang-megang stetoskop lucu berbentuk kepala jerapah milik dokter Andrea. Ia telah menjalani pemeriksaan secara menyeluruh. Meskipun tak ada tulang yang patah, retak, pendarahan dalam, maupun gegar otak, namun orangtuanya harus tetap memantaunya selama 24 jam. Jika ia muntah atau demam, ia harus segera dibawa ke rumah sakit. Dokter Andrea juga meresepkan paracetamol anak untuk pertolongan pertama bila Dan mengalami demam.
Air mata Soo Ji masih menitik setelah mereka keluar dari ruang dokter anak dan menuju apotik untuk membeli paracetamol. Will berjongkok di hadapannya, menghapus air matanya dengan saputangan.
"Sudah, jangan menangis lagi. Kan kau dengar sendiri, kata dokter Dan baik-baik saja."
"Tetap saja... seandainya aku tidak meninggalkannya sendirian... seandainya aku lebih cepat untuk mencegahnya jatuh... seandainya kaki ini tidak lumpuh..." Tangis Soo Ji semakin deras, "Aku tidak berguna... aku adalah ibu yang buruk..."
Dan menatap ibunya bingung. Ia memanjat tubuh ibunya, lalu menyentuh pipi yang basah itu.
"Geurae Dan-ah, katakan kepada Eomma, aku baik-baik saja Eomma."
KAMU SEDANG MEMBACA
A Sudden Dad✔
RomanceThis story has 2 language: Indonesian language in page 1 English language in the next page . . William Choi adalah seorang model dan aktor terkenal. Dia playboy dan sering terlibat skandal, tapi tetap saja fansnya banyak. Suatu hari tiba-tiba ada s...