Ketika kesadaran Will kembali dan ia membuka kedua matanya...
Dia masih berada di atas lantai. Tidak ada yang menolongnya. Tidak ada seorangpun.
Ia merangkak perlahan menuju nakas di sebelah ranjang, mengambil ponselnya. Ia mencari nama Jo Eun Seol di dalam daftar kontak, lalu menghubunginya. Seharusnya ia melakukan ini sejak tadi sebelum sakitnya makin parah hingga pingsan.
Seol merasa heran melihat nama majikannya berkedip-kedip di layar ponselnya, "kenapa dia meneleponku?"
"Halo, William-ssi?"
"Tolong aku..." suara pria itu terdengar lemah.
"Minta tolong apa?"
"Aku sakit."
"Memangnya anda ada di mana sekarang?"
"Di kamarku."
Meninggalkan Danmuji yang akhirnya dapat tidur dengan tenang di ranjangnya, Seol masuk ke dalam kamar Will. Pria itu sedang duduk menyandarkan kepalanya ke tepian springbed sambil memejamkan matanya. Seol berjongkok di sisinya, menyentuh kening Will yang membara seperti ada api neraka di dalamnya.
"Panas sekali. Kalau sakit, kenapa anda tidak tidur di kasur, malah duduk di lantai? Walaupun berkarpet, tapi tetap dingin," Seol membantu Will untuk naik ke ranjangnya.
"Tadi aku baru saja pingsan di sana," Will menunjuk arah dekat kamar mandi. Di sana masih ada pecahan vas bunga.
"Kenapa tidak memanggilku sejak tadi? Kalau anda meminta, pasti akan kubantu. Apakah anda terlalu gengsi untuk meminta tolong?"
"Aku sudah memanggilmu, tapi kau pasti tak mendengar karena semua ruangan di rumah ini didesain khusus untuk meredam suara."
"Kenapa?" Seol penasaran.
"Itu karena..." Will berhenti sesaat sebelum melanjutkan, "aku tidak suka kebisingan."
Seol mencibir, "tidak suka kebisingan, tapi sering ke diskotik. Tidak sinkron sama sekali."
"Hei, bukankah kau bilang kita harus menjaga privasi masing-masing? Ini sudah masuk ke ranah privasi."
"Ya, ya, saya mengerti."
Setelah menyalakan humidifier, Seol keluar sebentar, lalu kembali sambil sedang menyobek sesuatu yang ia bawa. Sesuatu itu kemudian ditempelkan ke atas kening Will, memberikan sensasi dingin seperti gel.
"Apa ini?" Will menyentuh keningnya.
"Plester demam," kata Seol sambil membersihkan pecahan vas bunga.
"Plester demam? Yang biasanya dipakai anak-anak itu?"
"Iya, untuk sementara, anggap saja sebagai pertolongan pertama."
"Apa? Pertolongan pertama macam apa ini? Ini bahkan tidak menutupi separuh dari keningku."
"Mulutnya ternyata masih sangat sehat untuk orang yang sedang sakit," gumam Seol sinis.
"Apa? Kau bilang apa?"
"Aku akan membuang ini dulu," kata Seol, tak mempedulikan panggilan Will yang masih ingin mengomelinya.
Tak lama kemudian, Seol kembali dengan membawa nampan berisi segelas air, paracetamol, dan semangkuk bubur. Ia pikir Will mungkin belum makan sejak pagi karena tidak terlihat sejak kemarin, bahkan Seol mengira Will tidak berada di rumah.
"Makan dulu, baru minum obat," Seol menyerahkan mangkuk dan sendok kepada Will.
"Suapin, dong," pinta Will dengan nada manja.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Sudden Dad✔
RomansaThis story has 2 language: Indonesian language in page 1 English language in the next page . . William Choi adalah seorang model dan aktor terkenal. Dia playboy dan sering terlibat skandal, tapi tetap saja fansnya banyak. Suatu hari tiba-tiba ada s...