6.Pak ustadz

190 28 8
                                    

"Uhgghh. . . Pegal," lirih Zisan, memposisikan dirinya untuk duduk.

Pemuda itu menatap sekeliling ruangan yang di dekorasi seperti kamar seorang gadis. Zisan kemudian melihat tempat tidur yang bewarna merah, dan bergambar bola.  Ini bukan tempat tidurnya, ataupun kamarnya!

"Ini di mana?," Zisan tekeran.

"Ini bantal siapa sih, bau banget!,"

Zisan menghirup aroma bantal yang ada di dekatnya itu.

"Kamar ini kayak kamar cewek. Terus, tempat tidur ini kok kayak tempat tidur cowok?," Lirih Zisan. Meski ia katakan jika bantal yang ia peluk itu bau, tapi pemuda itu masih saja menghirupnya.

"Wangi, ya?," Tanya seseorang dari arah pintu. Kening Zisan mengngerut, pemuda itu melihat gadis yang memakai seragam sekolah lengkap, dan melangkah maju untuk mendekat ke arahnya.

"Elo lagi apa di sini? Elo ngapa-ngapain gue semalam, ya? Kok badan gue pegel-pegel gini?," Tuding Zisan.

"Whey," Teriak Raissa, gadis itu berdecak pinggang. Raissa meletakkan nampan di atas meja dengan kasar.

"Elo nuduh gue macem-macem sama elo gitu?,"

Zisan mengangguk.

"Cuih,"

Raissa membuang ludahnya ke sembarang arah. Gadis itu memasang wajah kesal.

"Mana mau gue sampe nyentuh atau bahkan merk*sa elo. Elo masih bau kencur!," Tutur Raissa, berdecih pelan.

"Elo yang bau kencur!" Balas Zisan.

"Elo!"

"Lo!"

Keduanya kini saling menjambak rambut satu sama lain. kemudian Mereka saling memukul satu sama lain dengan batal yang ada.

Kini kapuk bantal berserakan dimana-mana. Empat bantal habis di rusak oleh mereka berdua. Mamah Ranni, nenek Rose, dan Reissa yang baru saja masuk ke kamar membelalakkan mata mereka.

"RAISSA!"

Teriak mamah Ranni dengan kuat. Suara mamah Ranni  menggelegar di kamar yang luas itu. Zisan dan Raissa langsung berpandangan, dan duduk terdiam.

"Kalian kenapa bertengkar sampai kapuk bantal berserakan di mana-mana kayak gini?," kata nenek Rose, mengeleng geleng kepala.

"Nek, dia yang ngajak ribut duluan!"Raissa menunjuk Zisan. Zisan mengeleng cepat.

"Enggak, nek. Dia yang mulai duluan!" Tuduh balik Zisan. Pemuda itu penepuk kasar tangan Raissa yang akan kembali menuduhnya.

"Udah-udah, jangan pada berantem lagi. Kalian kan kudu sekolah, segera siap-siap gih!" Titah Reissa.

"Zisan, tadi aku nelpon Zulfan kalo kamu ada di rumah aku sekarang. Dia bawa baju seragam sekolah kamu. Cepet gih, Mandi, terus langsung berangkat kesekolah!" Kata Reissa memperjelas ucapannya.

Zisan mengangguk, pemuda itu beranjak dari kasur. "Tante, Zisan ikut mandi di kamar mandi rumah Tante, ya," izin pemuda itu.

Mamah menganguk. "Iya, silahkan,"

Raissa pun sama beranjak dari kasur. Gadis itu hendak mengendap-endap keluar dari kamarnya. Raissa tidak mau jika harus membereskan taburan kapuk bantal itu.

"Raissa," panggil mamah Ranni.

Gadis itu menoleh dan terkekeh.

"Mah, Raissa kudu piket pagi dulu. Raissa minta tolong ke mamah, ya, buat beresin kapuk bantal ini," Raissa menyengir kuda.

Family'S diary (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang