Jam mulai menunjukan pukul 20.02
Semua anggota keluarga Almansyah duduk berkumpul di ruang keluarga, termasuk Rafid si anak tertua dan Raffa si anak termuda.Papah Rehan terlihat gusar. Kepala rumah tangga itu berjalan ke kanan dan ke kiri, berpikir istrinya itu baik-baik saja di dalam kamar mandi sana. Seingat papah, sang istri belakang ini sering muntah-muntah tak kaharuan, entah masuk angin atau, ah entah lah.
Mamah Ranni keluar dari kamar mandi dengan wajah pucat pasi. Mamah Ranni juga tampak berdiri sambil memegang tespek di tangannya. Mungkinkah mamah Ranni hamil?
"Gimana, mah? Fositif atau negatif?"Tanya Papah Rehan, menghampiri sang istri yang duduk bergabung di sofa bersama empat anaknya.
"Gak tau, mamah gak ngerti tespek, pah. Besok aja kita ke rumah sakit," Ujar mamah Ranni, memijit keningnya sendiri.
"Fositif apa nih?"Tanya Raffa menimpali.
"Hamil," Seru Reissa.
Anak itu mengerut dahi"Mamah Hamil?"
Mamah Ranni mengeleng. "Gak tau, belum pasti. Tapi, kalo mamah hamil apa kalian berempat gak keberatan?"Tanya mamah.
"Iya, papah sih ga keberatan kalo punya anak lagi. Kalo papah punya anak lagi, nanti papah bisa tambah kaya. Iya kan? Banyak anak, banyak harta," Oceh papah Rehan, di akhiri tawa renyah yang menggelegar.
"Raissa gak setuju kalo mamah hamil lagi!"Tentang Raissa berdiri tegak, menatap dengan mata sipit pada mamah Ranni.
"Kalo Mamah hamil lagi, nanti tuyul yang ganggu Raissa nambah dong? Udah mah ada si Raffa, sekarang mau nambah lagi gitu? Ah pokoknya Raissa gak mau punya adik lagi," Ucapnya dengan air liur meloncat-loncat.
"Tapi, Raffa mau punya adik. Kalo bisa Raffa mau adik laki-laki, biar di rumah ada teman main," Timpal Raffa, duduk di pangkuan Papah Rehan.
"Gak, pokoknya gak mau punya adik lagi!" Kembali Raissa menolak. Ia tadi sudah memberikan alasan yang jelas, kenapa ia tidak mau punya adik lagi kan?
"Mau adik laki-laki!"Keukeuh Raffa.
"Gak mau punya adik!"
"Adik laki-laki!"
Reissa dan Rafid saling berpandangan, kemudian mengeleng kepala, di tambah tepuk kening.
"BERHENTI!" Mamah Ranni melerai.
"Belum juga pasti mamah hamil atau enggak, udah pada ribut aja. Kalo boleh jujur, mamah gak mau punya anak yang suka ribut kayak kalian. Lihat tuh bang Rafid dan kak Reissa! Dari kecil keduanya akrab, gak pernah bertengkar kayak kalian berdua," Tegas mamah Ranni, berdecak pinggang.
Rafid dengan sengaja merangkul pundak adik keduanya Reissa.
"Iya, Abang sama Reissa gak pernah tuh bertengkar kayak kalian berdua," Ucap Rafid, bertos ria dengan Reissa yang mengangguk-angguk.
"Biarin!" Kompak Raissa dan Raffa.
"Menurut Abang sama kakak, gimana kalo kalian punya adik lagi?"Tanya papah Rehan pada Rafid dan Reissa.
"Reissa sih setuju-setuju aja,"Sahut Reissa, kemudian menoleh pada sang Abang, ingin mendengar pendapatnya juga.
Rafid menatap kedua orang tuanya bak seorang penjahat yang baru saja kepergok mencuri cilok. Rafid menyilang tangan di dada, lalu kemudian beralih mengusap-usap dagunya.
"Emang kalian masih suka bercocok tanam?"Rafid bertanya, sontak papah berdiri dari sofa, lalu sedetik kemudian membawa pedang samurai koleksinya yang di pajang di dinding.
KAMU SEDANG MEMBACA
Family'S diary (REVISI)
HumorGENTRE : ROMATISE-KOMEDI {Buku harian keluarga Almansyah} keluarga kecil yang hidup bahagia, dan terkenal dengan julukan keluarga harmonis oleh para tetangganya. ~Keseruan di tambah dengan kisah cinta anak-anak mereka. "Rumah adalah tempat di mana...