24.Pamit

100 21 1
                                    

Tak terasa libur kenaikan kelas telah berakhir. Besok tepat hari kembalinya untuk bersekolah dan memahami materi baru.

Malam saat kejadian Zisan yang tiba-tiba pingsan, Raissa langsung di ajak untuk pulang. Mau tak mau Raissa ikut untuk pulang. Sekarang Raissa dan Reissa sudah berbaikan. itupun berkat bantuan papah Rehan , bang Rafid, dan mamah Ranni yang mencoba membuat keduanya saling berbicara dan akhirnya berbaikan.

"Kapan masuk kuliah, kak?"Tanya Raissa, sedang menata buku-buku di atas meja belajarnya.

"Satu minggu lagi,"Jawab Reissa.

"Kamu besok, ya?"Tebak Reissa.

Raissa menganguk malas. "Iya, besok,"

Drt drt drt

Raissa membaca nama si penelpon di layar handphonenya. 'Kak Paul'

"Kak Paul nelpon ada apa, ya?"Lirih Raissa.

"Paul nelpon? Ada apa?"Tanya Reissa.

Reissa mengangkat bahu. "Mana aku tau"

Segera Raissa menekan tombol hijau.

"Hallo kak, ada apa? Tumben nelpon,"

[Raissa, setidaknya ucapkan selamat tinggal pada Zulfan. Hari ini dia akan pergi ke Seoul. Jadwal penerbangannya tinggal 45 menit lagi. Aku jemput kamu, ya. Kamu di rumah, 'kan?]

"I-iya kak, di rumah,"

Tut Tut Tut

Panggilan telpon di akhiri begitu saja.

Reissa menatapnya seakan bertanya.

"Hari ini kak Zulfan mau pergi ke Seoul. Kata kak Paul, setidaknya aku temui dia dulu sebentar. Jadwal penerbangannya tinggal 45 menit lagi. Kak Paul bakal datang dan jemput aku buat pergi ke bandara,"Ujar Raissa, tanpa menatap wajah Reissa.

Reissa mengangguk pelan. Raissa meraih tangan Reissa, lalu menatapnya ragu.

"Aku ke sana gak ya, kak?"

____

Zulfan duduk menunggu waktu pemberangkatannya. Mia yang berada di sampingnya sudah menangis sesenggukan meminta putranya untuk tidak meninggalkannya. Arka juga hadir di sana.

"Zul, bisa tidak ubah rencana mu untuk berkuliah di luar kota? Di sini aja bisa, 'kan. Mama gak mau jauh-jauh dari kamu, hiks,"

Zulfan menepuk pelan pipi mamanya.

"Zulfan kan di sana kuliah, ma. Udah jangan nangis. Tiap akhir bulan Zulfan janji deh buat pulang ke rumah, nengokin mama sama papa, gimana?"Usul Zulfan.

"Bener, ya, kamu bakal nengokin mama sama papa mu di rumah?"

Zulfan mengangguk. Sedari tadi Arka hanya memberi senyum. Di dalam pikirannya ia sedang memikirkan kondisi Zisan. Terakhir kali ia bertemu saat perdebatan malam tempo itu.

"Papa lapar. Papa mau pergi ke restoran yang ada di luar bandara,"Ucap Arka.

"Mas, saya ikut,"Mia berdiri dari kursinya. Mia menoleh ke arah Zulfan. "Zul, mau ikut makan, gak? Biar makan bareng kita,"

"Gak usah, ma. Zulfan udah sarapan sama bubur tadi pagi,"Sahut Zulfan menolak lembut. Mama Mia menganguk, lalu Mia dan Arka berjalan beriringan saling bergandengan tangan. Zulfan begitu bersyukur memiliki orang tua yang selalu akur. Apapun masalah yang datang, Mia dan Arka selalu menyelesaikannya dengan kepala dingin.

"Aku masih heran kenapa Zisan terus menjuluki maka sebagai pelakor. Jelas-jelas aku anak pertama papa, anak tertua keturunan Prayoga. Lantas, kenapa Zisan menyebut mamanya sebagai istri pertama?"Gumam Zulfan, memandang punggung orang tuanya yang mulai menjauh.

Family'S diary (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang