9.Paul

164 25 5
                                    

Reissa berjalan beriringan dengan sahabatnya Aulya. Gadis itu membawa beberapa buku novel yang hendak ia kembalikan ke perpustakaan.

Entah kenapa semua mata terarah kepadanya. Mungkin bagi Reissa sebagai wakil OSIS sudah terbiasa dengan tatapan siswa-siswi lainnya. Namun, tatapan kali ini berbeda, dan mendadak Reissa merasakan perutnya yang sakit amat luar biasa.

"Awugh. . . Sakit,"Rintih Reissa.

"Reis, elo kenapa?"Tanya Aulya, panik.

Dari arah kejauhan Zulfan berlari menghampiri Reissa, begitupun Paul. Kedua pemuda itu melihat jelas bercak darah di belakang rok putih yang di kenakan Reissa. Zulfan langsung melepaskan jas OSIS miliknya.

"Reis, kamu kenapa?" Tanya Zulfan, menutupi bercak darah merah dari rok gadis itu dengan Jas osis miliknya.

"Perut aku sakit," keluh gadis itu.

"Astaga, Reis, elo pasti lagi datang bulan, ya?" Ucap Aulya. Reissa mengangguk.

"Rok kamu ada noda darah, pakai jas OSIS ku dulu untuk menutupi belakang rok mu itu,"Kata Zulfan. Reissa terseyum dan mengangguk.

"Makasih, ya,"

Aulya yang merasa dirinya sebagai nyamuk di antara Reissa dan Zulfan, ia mencoba mencari alasan untuk pergi.

"Reis, gue mau ke toilet dulu, ya. Zulfan, ku titip sebentar sahabat ku itu," Katanya, lalu berlari pergi.

"Ehh. . ."

Zulfan akhirnya memapah Reissa yang masih merasakan sakit perut. Beberapa bisikan dari siswa yang melihat Zulfan sangat perhatian pada Reissa terdengar jelas di daun telinga Paul. Paul hanya terseyum getir.

-Aku gak senang kalo kamu sama Zulfan, Reissa. Batin Paul.

"Lihat tuh! Kak Reissa, sama kak Zulfan cocok banget, ya? Gue jamin, gak lama lagi mereka pacaran!"

"Ah, pria impian gue deket sama cewek yang good looking dari pada gue. Gue ngaku mundur ngarepin kak Zulfan,"

Bisik beberapa siswi.

"Kamu masih sakit perut?"tanya Zulfan, yang melihat Reissa seperti masih merasa kesakitan.

Reissa mengangguk. "Udah biasa, tapi ini kenapa sakit banget, ya," sahutnya, mengelus perutnya perlahan.

"Kita ke UKS aja," Timpal Paul dari belakang.

"Tapi, aku mau beli. . . "

"Udah aku aja yang beli,"Lanjut Paul.

Reissa menatap Paul yang pergi begitu saja, dengan langkah cepat.

_______

"Ganggu si Zisan, ah. dari pagi sampe sore ini gue gak ngajak dia ribut," Ucapnya, terseyum penuh ide, menatap Zisan yang sedang mengobrol dengan teman-temannya.

"Woy, Darel!" Panggil Raissa berteriak.

Pria yang merasa namanya Darel menoleh ke belakang, lalu terseyum dengan deretan gigi tonggos, dan rambut keriting. pria itu berjalan menghampiri Raissa.

"Iya, ada apa manggil saya?"Tanyanya, memberi senyuman manis, namun terasa ngeri saat di pandang oleh Raissa.

Raissa bergedik. " Gak bang, bukan Darel Abang kok. Darel itu tuh!" Tunjuk Raissa pada Zisan yang sedang mengobrol dengan Aldi dan Kenzo di parkiran sana.

"Oh, yaudah. Tapi, aku boleh minta no WhatsApp kamu, gak? Biar saling kenal gitu," kata pria itu lagi, sembari mencoba merapatkan bibirnya.

Gadis itu terseyum paksa. "Gak punya no WhatsApp, punya-nya no rekening, mau?"

Family'S diary (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang