#17

860 41 0
                                    

SELAMAT MEMBACA

- - - - -


"Gimana ? Dapet gak ?" tanya seorang laki-laki yang tangannya di penuhi tatto. Menatap garang laki-laki lain yang tengah menunduk. 

"Belum bang" jawabnya takut-takut. Ia semakin menundukkan kepalanya kala tatapan mata itu menatapnya nyalang.

Bugh

Bugh

Bugh

Laki-laki yang tangannya dipenuhi oleh tatto itu memukul keras rahangnya. Emosi.

"Gimana sih. Gak becus lo. Gue minta lo rusak dia, bukan memperpanjang masalah kayak gini" bentaknya tepat di depan wajahnya. Bahkan air liurnya sedikit muncrat. 

"Tapi bukannya abang juga suka sama dia ?" tanya laki-laki yang sudah tersungkur du atas tanah.

"Dulu. Sebelum dia nolak mentah-mentah gue" singkatnya mengingat masa lalu yang memalukan. "Pokoknya gue gak mau tau. Lo harus bisa rusak dia dalam waktu dua bulan kedepan" perintahnya tak terbantahkan. 

"I-iya bang"

"Ngapain lo masih di situ ?! Keluar goblok !!" bentaknya sekali lagi. Ia buru-buru pergi meninggalkan tempat itu. Mengendarai motornya dengan kecepatan sedang. Ikut berlomba bersama para pengendara lainnya. 

Andai saja hari itu ia berhasil membawa gadis itu pergi dan merusaknya. Pasti ia tak akan berurusan lagi dengan Baron. Sialan.

.

.

.

Hari ini tepat satu minggu Starla menjalankan pernikahannya dengan Fajar. Dan tepat pada hari ini pula keduanya akan pindah kekediaman Fajar. Bukan, bukan ke rumah Umi, tapi ke rumah yang sudah Fajar beli beberapa bulan lalu. 

Sebenarnya Starla tidak ingin meninggalkan rumahnya. Rumah dengan penuh kenangan ini. Tapi kata bunda "apapun yang di bilang sama suami kamu, ikutin. Karena sekarang surganya kamu bukan bunda lagi, tapi suami kamu. Yang nurut ya sayang". Ia pasti akan merindukannya. 

Starla memeluk kencang sang bunda. Menangis dalam dekapannya membasahi kerudung abu-abunya. Bunda terus mengusap lebut punggung gadisnya. Menenangkannya seolah berkata 'gak akan terjadi apa-apa'.

Fajar sendiri hanya berdiri di belakang Starla. Ia sudah berpamitan sebelumnya. Melihat gadisnya menangis seperti ini, ia jadi ingin membawanya ke dalam dekapan hangatnya. Menenangkannya seperti bunda menenangkan Starlanya. 

"Udah ah, malu dong di liatin sama Fajar. Anak bunda gak boleh cengeng" tutur bunda sembari mengusap sisa air mata Starla. 

"Ayo Ra" Fajar mengusap lembut bahu gadisnya. Mengajaknya masuk ke dalam mobil. "Nanti saya anterin kalo kamu mau ketemu sama bunda" bujuk Fajar dengan senyum yang merekah lebar. 

"Udah ya, princess nya ayah jangan nangis" bujuk ayah ikut menenangkan gadisnya. Lain halnya dengan Dika, laki-laki itu justru nyelonong masuk saja. Ia tak rela jika adiknya harus di bawa pergi. 

Starla menarik napasnya dalam-dalam dan membuangnya. Ia mengangguk dan mendahului Fajar masuk ke dalam mobil. Fajar segera berpamitan kembali dan menyusuli Starla.

"Fajar sama Ara berangkat dulu bun, yah. Sehat-sehat ya, titip salam sama Dika juga. Assalamualaikum" Fajar mencium punggung tangan keduanya dan menyusul Starla. 

assalamualaikum mas pilot! [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang