#61

443 22 25
                                    

karna aku bingung ini mau gimana, skip ke beberapa bulan langsung aja okey? 👍🏻

SELAMAT MEMBACA

- - - - -

Pagi buta sekali, seorang pria dan wanitanya tengah tergesa-gesa menyiapkan perlengkapan untuk penerbangan singkat sang pria.

Starla terus mengomel sembari tangannya tak berhenti berkutik membereskan apa saja yang diperlukan untuk perjalanan jauh suaminya. Perut buncitnya, kini sudah semakin membesar. Sudah memasuki bulan ke delapan kehamilan. Dan kejutannya adalah, bayi yang dikandungnya ternyata kembar.

"Makanya, udah tau ada jadwal terbang tuh diberesin. Bukan keluyuran nongki sama Bang Dika. Pake segala bangunnya kesiangan lagi. Kamu lagi kenapa sih mas ?" Omel Starla tak henti-hentinya. Alisnya berkerut dalam. Sedikit kesal dengan kakaknya karena telah mengajak Fajar keluar hingga larut malam.

"Iya sayang. Kan ga enak nolak Bang Dika. Masa adik ipar nolak ajakan kakak iparnya buat main ?" Elak Fajar. Mencoba mencari celah dari kesalahannya sendiri.

"Ya tapi liat kondisi dong. Oke. Main boleh, tapi inget waktu. Gak sampe pulang jam dua segala. Itu main apa ngalong ?"

"Iyaa. Maaf. Saya yang salah. Jangan marah-marah gitu ah. Jadi gemes tau," bukannya takut, Fajar justru mencubit pipi Starla yang kian hari semakin terlihat tembam.

"Ini udah ? Segini aja ? Gak ada yang ketinggalan ?  Coba di cek lagi."

"Udah ko. Makasih ya, udah bantu beresin barang-barang saya," ucap Fajar. Menutup resleting kopernya dan berjalan beriringan menuju pintu depan.

Starla sedikit kesusahan saat berjalan, namun Fajar senantiasa berada di dekatnya. Memegangi Starla sebelum terjatuh karena oleng.

"Saya berangkat dulu ya. Kamu jangan capek-capek. Makan yang teratur. Jangan lupa minum vitaminnya. Kalo ada apa-apa langsung bilang umi, bunda, atau Bang Dika. Kalo takut di rumah sendirian ke rumah bunda atau umi aja."

Starla tersenyum. Fajar sudah berulangkali menyebutkan hal-hal di atas. Setiap Fajar akan melaksanakan tugasnya.

"Iyaa. Mas Fajar tuh selalu aja bilang gitu kalo mau terbang. Ara sampe hafal. Ara bakal jaga kesehatan Ara sama dede-dede kita. Mas Fajar juga hati-hati bawa pesawatnya. Mas Fajar bawa banyak orang. Berdoa dulu sebelum terbang. Ara selalu nunggu Mas Fajar pulang," Starla tersenyum lembut. Sangat manis.

"Saya berangkat dulu ya," Starla menyalami tangan Fajar dan mencium punggung tangannya.

"Cepet pulang."

Setelah itu Fajar melangkah menuju mobil yang sudah disiapkannya. Mengemudi ke bandara tempat ia bekerja.

Sejujurnya, dirinya sangat berat untuk meninggalkan Starla sendirian. Tapi mau bagaimana lagi ? Dia bukan seorang pengusaha yang bisa seenaknya mengatur jadwal kerjanya sendiri, atau seorang keturunan ningrat yang mempunyai warisan yang tidak akan habis tujuh turunan tujuh tanjakan tujuh tikungan dan tujuh kelokan. Dirinya hanya seorang pilot biasa. 

.

.

.

Sepeninggal Fajar, Starla kembali masuk ke dalam rumah. Membersihkan sesuatu yang sekiranya masih bisa ia kerjakan. Menyapu dan mengepel lantai, mencuci piring sisa sarapannya ditengah pagi buta, atau sekedar membersihkan benda-benda kecil di rumahnya dari debu yang menempel. 

Terkadang, Fajar akan marah dan menggiring Starla jika tau istrinya melakukan sesuatu secara berlebihan yang nantinya akan membuat Starla kelelahan. Untuk saat ini juga Starla sudah mulai kesusahan untuk berjalan. Nafasnya sering tersenggal dan tidurnya tidak senyenyak dulu karena tidak bisa berguling kesana kemari sesuka hati.

Starla melirik jam putih yang terpasang di dinding ruang keluarganya. Tak terasa ternyata sudah menunjukkan pukul delapan pagi. Seharusnya orang yang membantunya bersih-bersih sudah sampai dari tadi. Starla mengerutkan alisnya. Mraih ponsel untuk mengiriminya pesan. Namun, belum sempat Starla mengetikkan sesuatu diatas keyboard nya, ia sudah mendapatkan pesan singkat dari orang yang biasa membantunya membersihkan rumah.

Mbak Sudah

Maaf mbak, saya enggak bisa  datang hari ini, saya lagi enggak enak badan. Dari semalam saya meriang

Oalah gitu mbak, yaudah gak papa, Mbak Saudah istirahat ajaa, jangan capek-capek, cepat sembuh ya Mbak

Setelah membalas pesan dari Mbak Saudah, Starla memutuskan untuk pergi ke pasar sebentar. Kebetulan persediaan sayur dan buah di rumahnya sudah hampir habis. 

Starla berjalan sendirian sambil bersenandung kecil. Tangannya membelai lembut perutnya yang sudah sangat besar.

"Dede, nanti jadi anak soleh, pinter, nurut yah, aduhh," Starla meringis kala merasakan perutnya seperti ditendang.

"Iya sayang, sebentar lagi ayah pulang. Kalian udah kangen ya sama ayah ? Bunda juga kangen banget sama ayah. Sabar ya sayang bundaa."

Starla yang terlalu fokus tidak menyadari bahwa ada dua pasang mata yang sedari tadi mengintainya. Sang pemilik mata berjalan perlahan, berusaha menyamarkan suara tapak kaki mereka.

Salah satu dari keduanya orang tersebut sudah berjaga mengambil ancang-ancang. Tangannya membekap kuat mulut dan hidung Starla.

Menyeret Starla masuk ke dalam mobil yang mereka parkirkan tidak jauh. Starla memberontak, namun apalah daya. Tubuh mungilnya tidak mampu menyaingi tenaga dari laki-laki bertubuh kekar.

.

.

.

Starla terbangun dari pingsannya. Gelap. Pengap. Panas. Starla tidak nyaman.

Dimana ia ? Bagaimana bisa dirinya tiba-tiba berada disini ?Apa yang sudah terjadi ? Starla bingung, tidak tau harus berbuat apa.

BRAAKKK

Suara gebrakan pintu menggema di seluruh penjuru ruangan membuat ibu hamil itu terkejut. Starla tidak bisa melihat siapa orang dibaliknya. Ia hanya bisa melihat siluet.

Seorang wanita dengan potongan rambut pendek sedang berkacak pinggang. Starla mengernyit. Seperti tidak asing.

Wanita itu melangkahkan kakinya mendekati Starla. Ya, Starla yakin, itu adalah Putri, rekan kerja Fajar, suaminya.

"Putri ?" gumam Starla lirih namun masih bisa terdengar.

"Masih inget lo ?"

"Mau apa kamu ? Lepasin gak," teriak Starla berusaha memberontak.

"Mau apa ? Ya mau laki lo lah. Lo itu pelakor tau gak. Dasar bocah bau kencur, udah ambil tunangan orang aja."

"Heh mbak, yang waktu itu dilamar tapi malah nolak siape ? Lo sendiri bego yang udah sia-sia in mas Fajar. Mikir pake otak," balas Starla tak kalah lantang.

"Berani lo sama gue ?" Putri maju dan menarik rahang bawah Starla. Mencekeramnya dengan keras. Sakit.

"Sekali lagi lo teriak ke gue, habis lo."

Setelah mengatakan kalimatnya, Putri berlalu meninggalkan Starla sendirian. Menutup pintu dan membiarkan Starla dalam kegelapan.

Starla benci ini. Perutnya lapar. Tapi dirinya tidak bisa berbuat banyak.

.

.

.

SEKIAN TERIMA GAJI

assalamualaikum mas pilot! [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang