SELAMAT MEMBACA
- - - - -
Senin pagi yang cerah. Waktu yang pas untuk melaksanakan upacara. Upacara kali ini berbeda. Upacara yang dilakukan untuk menyambut ujian nasional kelas dua belas. Starla berdiri di barisan paling belakang, menghindari cahaya matahari. Pasalnya, setelah tahu bahwa dirinya tengah mengandung ia sedikit merasa sensitif dengan cahaya matahari. Kepalanya terasa berputar.
Didampingi oleh dua curut yang setia padanya, Starla mendengarkan amanat kepala sekolah dengan saksama. Semalam dirinya sudah belajar mati-matian. Bertemankan musik kesukaannya dan berakhir ketiduran di meja belajarnya. Fajar ? Ah laki-laki itu tengah melaksanakan tugasnya sejak dua hari yang lalu. Terbang ke negara orang dan singgah untuk beberapa waktu.
"Ya, semoga kalian mengerjakan semua soal ujian ini dengan baik yang benar. Ingat, prestasi memang penting tapi kejujuran yang utama. Saya tutup, wassalamualaikum," kepala sekolah pun turun dari podium. Kembali ke tempatnya.
Pemimpin upacara pun melanjutkan tugasnya sampai upacara berakhir. "Tanpa penghormatan, balik kanan bubar jalan," isayarat terakhir dari pemimpin upacara pun mengakhiri semuanya. Seluruh siswa kelas dua belas berhamburan menuju kelas masing-masing. Kembali membuka buku dan mengulang materi.
Karena ujian yang dilaksanakan berbasis online dan komputer di sekolahnya itu terbatas, maka terpaksa dalam satu kelas harus dibagi menjadi dua shift. Dila dan Bila masuk ke dalam shift satu karena terdapat di presensi separuh pertama. Sedangkan Starla harus menunggu beberapa waktu karena namanya berada di presensi separuh terkahir.
"Semangat ya sist, nanti bagi contekan jangan lupa," canda Starla. Melambaikan tangannya sambil nyengir ke arah dua sejoli kembar itu.
"Enak aje lo. Mikir," balas Dila lalu keluar dari kelas.
Starla kembali fokus pada buku paketnya. Saat dimana ia membuka bukunya untuk mempelajari bab selanjutnya, secarik kertas jatuh ke pangkuannya. Dibukanya surat tersebut dan ia baca. Alisnya mengerut. Dari siapa surat ini ? Ini sudah yang kedua kalinya.
Sendiri memang sepi
Untuk itu aku datang untuk menemanimuLebih tepatnya untuk menjemputmu ke tempat asalnya
"Apaan sih, bocah prik yang ngirim," Starla memasukkan surat itu ke dalam saku bajunya. Ia tak boleh kehilangan konsentrasi belajarnya hanya dengan surat tak jelas itu. Mencoba tak peduli lebih tepatnya.
.
.
.
"Ege lumayan anjir. Lo kata gampang apa sih ?! Gue gibeng pala lo," Starla baru saja menyelesaikan ujiannya. Tadi, kata Bila soal nya gampang-gampang.
"Lah ? Lo kan pinter Star, aturan gampang dong, orang menurut kita mah susah. Kita bilang gampang biar lo gak overthinking jg. Kita mah baik," ngeles. Ngeles teros.
"Udah udah, mending belajar dah lo pada buat besok. Mana matematika lagi," keluh Bila.
"Kalian ambil mapel peminatannya apa ?" tanya Starla.
"Bio," jawab keduanya berbarengan. "Lo ?" sambung mereka.
"Etdah kompakan amat, gue ambil kimia."
"Stres lo anjing. Kenapa gak ambil bio ?"
"Banyak ngafal, males."
"Ajib lo Star."
"Btw gue nebeng balik dong," pinta Starla. Memang tadi pagi, ia terpaksa di antar oleh abangnya, Dika. Namun, Dika tidak bisa untuk menjemputnya. Siang ini Dika ada janji temu dengan teman kampusnya untuk membahas sesuatu yang tidak Starla pahami.
"Nanti balik sendiri ya dek, abang harus rapat BEM buat acara ulang tahun kampus abang," katanya. Karena tak mau ambil pusing Starla meng-iya-kan ucapan Dika tadi pagi.
"Lanangan lo mana ?" tanya Dila reflek.
"Lagi mabur. Dapet tugas dari tempatnya kerja. Katanya ke Amerika tah ? Gak tau lupa gue," jawab Starla apa adanya.
"Loh ? Pilot ?" Starla mengangguk. "Yaudah yuk gas, gue juga pengen liat rumah baru lo nih."
.
.
.
Segini dulu buat part ini. Jangan lupa bintangnya dan ramein komen.
KAMU SEDANG MEMBACA
assalamualaikum mas pilot! [ON GOING]
Teen FictionFOLLOW SEBELUM BACA "Om bisakan nolak perjodohan ini ? Aku masih sekolah om" "Bisa--" Fajar menggantungkan ucapannya "Bisa nerima" lanjutnya lalu menyeringai - - - - - Starla Alena Az-Zahra. Gadis lembut yang selalu ceria ini harus di hadapkan oleh...