"Sebenarnya gue juga bingung hubungan kita selanjutnya apa, Ra" ucap Vino. "Tapi gue janji satu hal, gue nggak akan nyentuh lo sebagai suami dan laki-laki selagi lo masih belum bisa nerima gue" ucap Vino penuh arti.
Sarah diam. Ia cukup terkejut dengan pernyataan Vino yang begitu tiba-tiba.
"Kalau begitu, biarin gue ngurusin hidup lo setelah kita menikah"
"Seperti?" Vino tidak mengerti.
"Rumah lo, baju lo serahin sama gue. Mulai sekarang gue yang bakal masak buat lo. Jadi, lo nggak perlu beli diluar. Boros" terang Sarah.
"Baiklah" Vino menyetujui dengan mudah.
"Ohya, Vin" Vino kembali menatap Sarah.
"Gue harap kita bisa terlihat baik-baik saja di depan khalayak ramai. Hem, gue nggak mau orang-orang punya opini tentang hubungan nggak jelas kita"
Vino mendekat pada Sarah. Sarah menaruh tangannya di depan. Jaga-jaga Vini berbuat tidak menyenangkan ia bisa mengeluarkan beberapa jurus bela diri.
"Lo harusnya nggak peduli dengan opini publik. Tapi kalau itu mau lo, silahkan" ucap Vino yakin. Sarah tersenyum senang.
Matahari sedikit turun. Hari pun tidak sepanas saat mereka datang kesini.
"Vin, kita tinggal dirumah masing-masing ya."
"Terus gimana lo masak?"
"Gue masak dirumah lo aja"
"Nanti lo ribet sendiri"
"Nggak apa-apa, Seru" ujar Sarah.
"Lakukan apa kemauan lo deh. Gue nurut aja" Vino tidak ingin berdebat.
Setelah berapa lama mengobrol. Mereka memutuskan untuk pulang. Vino mengantar Sarah, karena kebetulan orang tuanya sedang pergi mengundang beberapa kerabat untuk pernikahan mereka. Vino hanya mengantar Sarah saja tidak ikut mampir.
"Sampai ketemu 3 hari lagi, Ra. Gue harap lo nggak berulah sampai hari itu" pesan Vino. Wajah Sarah merah padam mendengarnya.
"Kampret! Balik sana." Sarah mencoba menutupi rasa malunya.
Sarah masuk ke dalam rumah tak lama setelah Vino meninggalkan rumahnya. Ia harus mengemasi beberapa baju, malam ini ia ada acara bersama kedua sahabat perempuannya. Vony dan Annes.
Saatnya mengenalkan Vony dan Annes. Mereka adalah sahabat Sarah sedari SMP. Sampai sekarang, dan bahkan tua nanti.
Sarah sudah berdiri diambang pintu sejak matahari tergelincir kembali ke peraduan. Ia membawa sebuah backpack yang berisi beberapa bajunya.
"Kalian mau ngapain sih sebenarnya?" Tika keheranan sendiri.
"Mau main aja" elak Sarah tidak mau dimarahi.
"Ya tapikan kamu mau nikah. Masa masih mau main"
"Nah, karena Sarah mau nikah Sarah harus main Bu"
"Kenapa? Takut dilarang Vino?" Tika menggoda Sarah yang sudah mewanti-wanti jika Vino berubah menjadi manusia posesif setelah menikah
"Gak juga" Sarah berbohong.
"Percaya sama Ibu. Dia nggak akan pernah melarang kamu"
"Sotoy Bu" Sarah mencoba mengindahkan
"Ih nggak percaya. Sarah, Ibu nikah duluan dari pada kamu. Jadi percaya aja omongan Ibu"
Obrolan terhenti saat mobil Vony tiba.
"RA--" Seru Annes dan Vony. Mereka turun sejenak untuk menyapa Tika.
"Hati-hati" peringat Tika. Dibalas anggukan oleh mereka bertiga.
"Jadi gimana Ra Kita malam ini?"
"Sesuai janji gue dulu. Kita Luxury hotel" Ucap Sarah senang
"Beneran?!" Vony dan Annes terkejut.
"Ya. Hadiah dari gue buat kalian"
Luxury Hotel adalah sebuah hotel yang terletak di jantung kota. Berdiri megah dengan gedung bertingkat. Jika kita memesan kamar suite kita dapat langsung melihat pusat kota. Dengan pemandangan lampu-lampu kota yang indah serta menghadap langsung ke jalan raya yang padat.
Tiba dikamar suite yang Sarah pesan. Vony langsung meloncat girang gembira. Annes hanya duduk di kursi depan jendela melihat lalu lintas kota yang padat dan indahnya gemintang malam di kota.
"Ra, gue curiga lo kasih kita hadiah ini nggak bakal ketemu kita lagi" ujar Vony.
"Kenapa?"
"Lo dibawah ketiak Vino mulu. Nempel mulu sama dia" tambah Annes.
"Gue jamin. Walaupun gue udah nikah gue tetap se bebas sekarang"
"Gue juga ngomong gitu waktu kita lagi main kayak gini kan? Lo lihat sekarang. Gue yang paling susah diajak kumpul" ucap Annes.
Vony duduk tenang melihat temannya membuka obrolan.
"Ya itu karena lo cinta, lo sayang sama Sakha, Nes"
"Maksudnya? Lo sama Vino nggak, gitu?" Vony memperjelas.
Sarah mengangguk mantap.
Vony dan Annes membulat tidak percaya. Seketika kamar hotel itu gaduh.
"HEH SARAH! NIKAH NGGAK SEBERCANDA ITU" bentak Annes.
"Lo kelewatan Ra. Nggak gini Ra" seru Vony.
Annes menarik nafasnya, mengatur emosinya.
"Yaudah biarin aja Von, kita tunggu. 1 tahun dari sekarang dia pasti nggak mau lepas dari Vino" oceh Annes.
"Nggak mungkin. Berani taruhan gue"
"Boleh" Vony menimpali.
"Kalau lo kalah. Sewain kita villa di banyuwangi, 3 hari full" Vony mengompori.
"Boleh. Kalau kalian kalah, beliin peralatan mendaki gue yang baru. Full set " Sarah tidak mau kalah.
"Deal!" Mereka bersalaman.
Saat Sarah sedang ber hore hore ria merasa akan menang taruhan, Annes membisikan sesuatu pada Vony.
"Gue yakin, bulan ke 7 Sarah udah suka sama Vino"
"Bener. Yakin banget gue" tambah Vony.
"Yakin apa?" Sarah memotong karena mendengar kata terakhir yang diucapkan Vony.
"Yakin banget lo menang. Najis gue" ucap Vony.
"Yakin lah, Hah. Sarah!" Serunya tak terkendali.
Vony dan Annes geleng geleng kepala
"Terserah Sarah" ucap Vony dan Annes bersamaan.
Sarah hanya membalas dengn wajah masamnya.
"Tapi, Ra. Percaya atau nggak, kita nggak kaget waktu lo bilang mau nikah sama Vino" ucap Annes.
"Bohong lu"
"Lo aja yang nggak sadar. Dari SMA kalian itu udah ada ikatan yang semua orang nggak ngerti" jelas Annes
"Kebanyakan stalking lambe turah lo, jadi keseringan cocoklogi" elak Sarah
"Dasar lo nya aja yang bege" Vony menoyor kepala sahabatnya
"Hahaha, bener" mereka tertawa bersama
Malam itu sarah menghabiskan malam bersama kedua sahabat yang paling ia sayangi di alam semesta.
"Kita main truth or dare?" Tantang Sarah
"Why not!" Seru Annes dan Vony semangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cold And Bedu [END]
RomanceBerat jika ditanya pasti apakah Sarah memiliki perasaan lebih dari teman untuk Vino, begitu juga sebaliknya. Hingga tiba di usia dewasa, diusia yang sudah seharusnya mereka memikirkan bagaimana langkah selanjutnya dalam hidup mereka. Benarkah Sarah...