Troli yang didorong Vino kebanyakan hanya berisi camilan sebanarnya. "Ini kenapa cemilan semua sih cuk. Gue makan ini doang apa" protes Vino setelah mencoba tak peduli.
"Astaga, sori-sori. Gue suka kebablasan jajan nih kalau ada yang bayarin" Sarah menepuk jidatnya sarkas. Vino tak peduli dengan tingkah aneh Sarah.
Bahkan jika Sarah hilang dan memanggil Vino lewat pemberitahuan di meja karyawan Vino tidak akan heran.
Sarah memang manusia yang malas membawa handphone jika akhir pekan. Menurutnya, itu adalah hari untuk dirinya sendiri. Bahkan jika dunia menghubunginya harus lewat proses panjang.
Vino masih setia berputar-putar tanpa kejelasan. "Masih banyak Ra?" Tanya Vino.
"Segini dulu aja deh. Sisanya beli dipasar. Gue juga gak jago belanja-belanja kayak gini. Nanti tanya sama Ana ajalah" Sarah tertawa santai Vino mengikutinya.
Tentu saja Vino yang membayar. Karena status 'suami Sarah' yang disandangnya sekarang.
Tangan kanan Sarah sudah es krim vanilla. Sedang Vino eskrim vanilla juga, dengan tangan kiri membawa kantong belanjaan.
"Vin, lo mau nongkrong disana gak?" Tunjuk Sarah pada air mancur yang memang banyak orang mengerubunginya.
"Lo gak malu?" Ucap Vino sambil menjilati eskrimnya.
Sarah menggeleng. "Kenapa juga malu" bantah Sarah.
"Kali aja, dengan title psikolog lo sekarang. Jadi ngejaga wibawa" jelas Vino.
"Biasa aja, gue juga manusia normal" tutur Sarah.
"Oke, tunggu disini. Gue taruh dulu ini belanjaan" Vino belari kecil menuju parkiran.
Sarah menunggunya sambil melihat sekitar. Tak seberapa lama tangan Sarah ditarik membuatnya spontan ikut berjalan.
"Ayo, tumben lo jalan lambat" omel Vino.
"Yeee! Lu nya aja yang gak kira-kira narik tangan gue" balas Sarah tak mau kalah. Tapi tetap menjilati eskrimnya.
Mereka duduk ditepi air mancur. Sedikit sudut, Vino kurang senang menjadi pusat perhatian.
"Ra" panggil Vino tiba-tiba.
"Heum" Sarah menatapnya
"Lo--"
"Apa?!" Tanya Sarah sudah tidak sabar.
"Jangan dipotong bisa gak? Kebiasaan! Heran" sungut Vino.
Sarah mengangguk memberi isyarat lanjutkan.
"Waktu kuliah pernah pacaran lagi?" Tanya Vino tiba-tiba. Sarah terkejut. Ini baru untuknya.
"Heumm, pernah lagi" jawab Sarah diselingi tawa receh.
"Ohya? Lo gak cerita tuh sama gue" Vino menautkan alisnya. Ini baru untuknya. Padahal menurutnya tidak ada sisi Sarah yang tidak ia ketahui, ternyata ia salah besar.
"Dia anak DKV. Satu angkatan sama gue, kenal gara-gara sering ketemu di perjalanan ke kampus" Sarah memulai ceritanya.
"Terus"
"Anaknya supel, humoris, dan fleksibel. Gue suka karena diajak ngobrol bisa masuk kemana aja. Dan, gue rasa kalau gue ngobrol sama dia kayak gue lagi ngobrol sama lu" tutur Sarah. Benar, ini tidak bisa disalahkan. Segitu membekasnya Vino.
"Kayak gue?" Vino semakin tertarik.
"Awalnya gue sering ngobrol karena sering nunggu angkot barengan di halte. Dan ternyata nyambung banget. Terus semakin sering ketemu karena dia ikut organisasi yang sama kayak gue. Makin sering banget ketemunya" jelas Sarah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cold And Bedu [END]
RomanceBerat jika ditanya pasti apakah Sarah memiliki perasaan lebih dari teman untuk Vino, begitu juga sebaliknya. Hingga tiba di usia dewasa, diusia yang sudah seharusnya mereka memikirkan bagaimana langkah selanjutnya dalam hidup mereka. Benarkah Sarah...