Ini adalah pertemuan pertama kali setelah Vony dinyatakan sebagai istri Ezi. Untungnya, Ezi masih mendapat cuti nikah. Sarah dan Annes memanfaatkan itu untuk berkumpul kembali dengan status baru.
"Ra, jangan pesen yang manis-manis, ya. Nanti glukosa lu naik" ucap Vino selembut mungkin, takutnya Sarah malah naik pitam.
"Yah, Vin. Gue kalau ngumpul sama mereka selalu pesen yang manis-manis" terang Sarah tetap melihat buku menu didepannya.
"Kenapa? Itu gak bagus buat kesehatan lo. Lo mau mati muda, hah?" Seru Vino tak habis pikir. Itukan juga demi Sarah.
"Gak lah, lo mau gue mati muda, iya?" Balas Sarah tak kalah.
"Gak lah, tidur sama siapa gue!"
"Tolonglah. Gak ada suami istri bahas kematian sebagai topik pembicaraannya" ujar Vony menghentikan sesi argumen Vino dan Sarah.
"Sori ya, yang. Sepupu gue love languagenya physical attack, jadi gak berantem sehari aja frustasi dia" gurau Ezi sambil memeluk pinggang Vony. Vino diam saja Sarah diejek begitu, ya memang benar.
"Udah lama?" Ezi mencoba mencairkan suasana.
"Gak terlalu" balas Vino santai.
Ezi mengambil duduk di sebelah Vino, Vony mengambil kursi disebelah Sarah. Kini Sarah dan Vino lah yang dihimpit.
"Ini kalian kenapa dempet-dempet, risih tau gak" omel Sarah. Vino diam saja, ia cukup setuju akan hal itu.
Tak perlu menunggu begitu lama Annes dan Sakha tiba. Kondisi suami istri itu lebih baik dari beberapa bulan lalu, mereka bahkan tidak bisa bertemu karena kondisi tersebut.
"HALLO!" sapa Annes riang. Sakha dengan cepat menarik kursi agar Annes dapat duduk disebelahnya.
"Apa kabar, bro?" Sakha bersalaman singkat dengan Ezi dan Vino.
Tapi ketiga sahabat itu sudah berpelukan seperti orang tidak pernah bertemu.
"Heboh banget, ya" cibir Ezi. Ezi memang baru pertama kali ikut mereka nongkrong seperti ini. Maklum, pekerjaan yang membuatnya dinas kesana kemari membuatnya tidak bisa menemani Vony nongkrong bersama kedua sahabatnya.
"Gak seberapa, bro. Sebentar lagi lo bakal malu, karena suara mereka jadi pusat perhatian semua orang dikafe ini" terang Sakha lebih berpengalaman.
Vino diam saja, ia tentu saja tidak ikut menimpali atau protes dengan segala tingkah Sarah dan kedua sahabatnya.
"Karena Ezi adalah member baru yang resmi. Ayo kita plorotin dia" ide Sarah. Disahuti heboh oleh Vony dan Annes.
"Setan ya lo. Sama sepupu sendiri tega" jawab Ezi tak setuju.
"Udah, lo turutin aja. Kalau gak mau disuruh Vony tidur diluar nanti malam" saran Vino sambil memegang pundak Ezi. "Iya Bro. Kita berdua juga begitu dulu" tambah Sakha.
Dengan berat hati, Ezi mengeluarkan kartu kredit miliknya sebagai pembayaran untuk makanan yang mereka pesan.
Rencananya, hari ini Vony akan memilih sendiri hadiah pernikahan yang Sarah dan Annes berikan. Sarah dan Annes takut jika mereka memberikan sesuatu itu tidak berguna, ya karena Vony sudah menikah sekarang.
Kalau masih gadis seperti dulu Annes dan Sarah suka memberi hal-hal tak berguna.
Vino dan Sarah tertinggal dibelakang. Mereka sibuk membicarakan harga dari perabotan rumah yang astaga, mahal sekali.
"Mahal banget ya, Vin" ucap Sarah setelah menghempaskan salah satu price tag yang dilihatnya.
Vino diam saja.
"Vin, Lo suka gak kalau gini?" Sarah menarik tangan Vino. Menggandengnya dengan senang.
Vino menoleh heran. Ini tidak biasa, Sarah paling tidak suka menampilkan kemesraannya didepan umum.
"Lo gak malu?" Bisik Vino.
"Gak, tapi sekali-kali aja, ya Vin" ucap Sarah.
Vino tersenyum "Dengan senang hati, Ra" jawabnya sambil mengelus rambut Sarah lembut.
"ANJING! GAK PERNAH GUE LIHAT SARAH KAYAK GINI" Seru Ezi heboh.
Vino kelagapan. Tapi Sarah sedikit menghentakkan tangan Vino agar tenang.
"Sewot aje lu, kan lu udah ada istri" balas Sarah tak kalah heboh.
Annes dan Vony diam saja. Mereka tahu betul, hari ini pasti akan terjadi pada Sarah. Mereka sangat bersyukur malah. Karena dahulu, Sarah bahkan tidak percaya cinta.
Tapi lihatlah perempuan itu sekarang, malah Vino yang malu karena Sarah mengenggam tangannya begitu erat.
Ezi kembali berjalan menyusul istrinya.
"Seram juga ya kalau lo udah ngomong" racau Vino.
Sarah sedikit tertawa "Gue mau balas dendam tau" ucapnya.
"Kenapa?" Vino melihat Sarah intens.
"Dulu, waktu pas kita masih ABG. Lo sibuk sama Adif. Jadi, sekarang gue mau balas dendam" jelasnya panjang.
Senyum Vino terukir kecil mengetahui hal itu. "Balas dendam sepuas lo, Ra. Gue gak akan menggugat lo untuk hal itu" ucapnya sambil mengusap puncak kepala Sarah.
"RA, VIN! GUE MAU SOFA INI" seru Vony membuyarkan acara lucu suami istri yang baru melek akan cinta.
Sarah segera menarik tangan Vino untuk melihat mana sofa yang membuat Vony jatuh cinta.
"Ganggu aja" dengus Vino kesal.
"Yang baik, mereka sahabat gue" sahut Sarah. Denger aja, batin Vino.
"Hmm" jawab Vino tak suka.
Lama melihat-lihat, menimbang manakah furniture rumah yang akan membuat kantong kedua sahabatnya Amblas. Pilihan Vony akhirnya jatuh pada salah satu kasur king size dan sebuah sofa berwarna toska buludru.
"Bayar-bayar" suruh Vony pada kedua sahabatnya yang mangut-mangut melihat harga.
Karena sudah ditentukan, Sarah membayar sofa sedang Annes membayar kasurnya.
"Pake ini aja, Ra" tangan Vino menghentikan kartu Sarah yang akan berpindah tangan pada kasir.
"Gak usah, ini kan buat Vony" jawab Sarah tak enak hati.
"Udah, sahabat lo juga sahabat gue. Kan katanya tanggung jawabnya mau dibagi" rayu Vino. Sarah menatap Vino terkejut.
"Pake ini aja Mas" ucap Vino memberikan kartunya lalu memasukan kembali kartu Sarah kedalam dompet empu.
"Worth it emang lo jomblo lama Ra kalau dapat model kayak Vino" gurau Vony melihat tingkah kedua manusia itu.
"Gelay!" Balas Sarah tak terima.
Sakha dan Annes hanya tertawa melihat interaksi Vino dan Sarah.
"Lucu banget ya yang mereka. Kayak remaja baru jatuh cinta" bisik Annes pada Sakha.
"Iya tuh, Yang. Selama kenal Sarah, baru kali ini lihat dia malu-malu anjing" balas Sakha.
"Gue denger ya kampret!" Ucap Sarah memukul bahu Sakha.
Semua orang tertawa melihatnya, termasuk kasir yang mengurus pembayaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cold And Bedu [END]
RomanceBerat jika ditanya pasti apakah Sarah memiliki perasaan lebih dari teman untuk Vino, begitu juga sebaliknya. Hingga tiba di usia dewasa, diusia yang sudah seharusnya mereka memikirkan bagaimana langkah selanjutnya dalam hidup mereka. Benarkah Sarah...