4~ Sarah bucket list?

147 6 0
                                    

Vino memakai helm full face miliknya "Dari pada batal nikah" serunya. Tubuh Sarah tertahan. Padahal ia ingin mengubur dalam-dalam kenangan pahit dan memalukan itu. Namun Vino dengan santai mengatakannya.

"ASTAGA" Sarah berseru kesal baik pada kedua orangtuanya yang telah memberi tahu Vino, atau pada Vino yang kembali mengingatkannya padahal sudah lupa.

Sarah tidak puas dengan penjelasan Vino yang semaunya saja. "Ayo kita keluar" ajak Sarah spontan. Vino terkejut, ia membuka kaca helmnya. Jika mereka membahas ini diluar, Sarah dapat berekspresi semaunya, memukulnya mungkin.

Kalau dirumah, Ibu Sarah sudah menjerit duluan mengatakan itu tidak sopan dan orang tuanya tidak pernah mengajarkan itu, benar sih.

Vino berdecak, ada-ada saja Sarah ini "Buat apa lagi, Ra?" Tanyanya pelan. Jangan menghadapi Sarah yang sedang berapi-api dengan ikut berapi-api, bencana.

"Ya, buat omongin semua ini" jelas Sarah, ia menatap lamat-lamat mata kosong milik Vino.

"Gak usah" Vino menepis cepat.

"Kenapa?" Tanya Sarah dengan nada yang ya, bisa dibilang sedikit tinggi daripada biasanya.

"Ini kan ide gue, jadi gue udah suruh pacar temen sekantor gue buat jadi WO. Lo tinggal duduk manis aja" jelas Vino tenang.

Mata Sarah membulat sempurna "APA!" Seru Sarah geram. Enak saja, ini pernikahan miliknya tapi Vino malah memutuskan sendiri.

"Ya kan ini ide gue. Lagian mepet, gak bakal bisa kalau urus sendiri" tambah Vino singkat.

"Ini gak asik. Vino Andreano, gue kasih tau yang namanya nikah itu dua orang bukan satu orang. Ini semua lo yang rancang, ini lo mu nikah sendirian, iya?"

Meski tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya antara dirinya dan Vino setelah menikah. Setidaknya Sarah ingin memiliki pengalaman indah dalam menyiapkan.

Banyak orang yang mengatakan ribet dan riwehnya mengurusi pernikahan menjadi salah satu tiang saat hubungan mulai goyah. Pasangan akan mengingat bagaimana capeknya ngurusin banyak hal sebelum nikah.

"Gak" jawab Vino sambil menggelengkan kepalanya lugu.

Tangan Sarah berlipat di dada "Jadi untuk kali ini lo harus nurut sama gue, kalau memang mau nikah sama gue" ucap Sarah dengan nada mengintimidasi.

"Oke" Vino sepakat cepat. Tidak ingin banyak debat sana-sini. Intinya juga sama, kan?

"Gue mau, kita urus sendiri pernikahan kita" ucap Sarah begitu saja.

Vino melongo mendengar pernyataan Sarah. Itukan hal yang ribet dan memakan waktu banyak. Padahal tinggal dua Minggu lagi. Vino tidak yakin akan terlaksana dengan baik.

"Gak ada protes, karena gue ngerasain deg-degan nya jadi pengantin. Walaupun kayaknya pernikahan kita main main doang" potong Sarah cepat mengantisipasi bilamana tiba-tiba laki-laki di depannya berkomentar.

Vino hanya dapat menghela nafas panjang dan bersabar "Iya"

"Jadi mulai besok kita atur semua. Jadi kita harus balik kerja lebih cepet dari biasanya"

"Iya"

Sejak SD Vino jarang menang jika berdebat dengan Sarah, tapi untung saja perempuan itu tahu batas. Setidaknya Sarah tidak akan mengeluarkan argumen yang merendahkan harga diri Vino.

Sarah menarik Vino disalah satu bangku depan rumahnya "Vin, duduk dulu, deh. Gue punya banyak pertanyaan buat lo"

Vino hanya mengikutinya.

"Ye, dilepas dulu helm nya, ege!" Seru Sarah sambil menepuk-nepuk helm Vino. Vino diam saja.

Tanpa pikir panjang, tangan Sarah terulur melepas kaitan helm Vino lalu benar-benar melepas helm yang terpasang dikepala Vino.

Sarah sedikit mencuri pandang. Ia terdiam menatap wajah Vino. "Lo mau nanya apa? Biasa aja ngeliatin gue, lo punya banyak waktu buat ngelihatin ini" ucap Vino membuyarkan lamunan Sarah.

Sarah mengesampingkan helm milik Vino. "Lo, punya utang gak?"

Vino awalnya diam. Tapi ia cepat mencerna pertanyaan Sarah.

"Gak ada" jawab Vino lugas. "Lo ada gak?" Tanyanya balik.

"Gue gak ada hutang. Cuman—"

"Apa?" Potong Vino cepat.

Sarah menggeleng geram, astaga laki-laki ini tidak memiliki ambang kesabaran, ya. "Cuman, gue jadi donatur tetap buat tempat rehabilitasi mental. Gue pikir lo harus tau, karena lo bakal jadi suami gue. Nanti kapan-kapan gue ajak kesana" terang Sarah panjang lebar. Vino mengangguk tenang mendengarkannya.

"Ohiya, Ra. Masalah nafkah, walaupun lo kerja, uang belanja dari gue. Iya, lo wanita mandiri. Tapikan, lo jadi istri gue" terang Vino.

"Ralat, Vin. Calon istri" Sarah memperbaiki. Vino diam saja tidak menimpali.

"Ra, kok mau nikah sama gue?" Tanya Vino tiba-tiba.

Sarah tertawa dulu sejenak. "Ya karena lo yang ngajak nikah" ucap Sarah begitu saja.

"Ya gak, kenapa gak sama mantan lo yang itu? Kayaknya tajir" tanya Vino datar.

"Vin, kalau orang cari suami yang kaya dan ganteng, gue cari yang baik dan tulus aja. Kalau tajir bisa dicari bareng-bareng" terang Sarah.

"Maksud lo gue gak ganteng dan kaya gitu, Ra?" Sungut Vino menyimpulkan sendiri ucapan Sarah barusan.

"Lo sih ganteng, Vin. Tapi pada spektrum dan tahap yang berbeda sama standar gue" Sarah tertawa receh. "Gak apa-apa. Makasih udah wujudin salah bucket list gue" imbuhnya.

Vino menautkan alis bertanya. Ia tidak mengerti.

Sarah merenganggkan sedikit tubuhnya dan menaruh tangannya kebelakang sebagai topangan.

"Gue selalu mau nikah sama orang baik dan teman sendiri, haha" ucapnya. "Gue juga gak tau orangnya lu"

Vino diam saja, tidak ingin menimpali sama sekali. Vino sendiri baru mengetahui jika Sarah memiliki bucket list seperti itu. Sepengatahuannya, isi bucket list tentang jalan-jalan, buku-buku, atau konser dan drama musikal kesukaannya.

"Lo juga, gue kan bukan lahir dari keluarga kaya" tanya Sarah lirih.

Vino menoleh sejenak, takut jika ini adalah pertanyaan jebakan. "Gue mau nikah sam lo, Ra. Bukan harta lo" terang Vino lugas. Senyum Sarah mengembang, itu cukup untuk membuat senyum nya merekah.

"Mau mas kawin apa Lo, Ra?" Tanya Vino serius.

Sarah terdiam. Ia berpikir sejenak "Apa aja, Vin. Yang penting gak berat di lo, tapi gak buat harga diri  gue jatuh juga" terang Sarah santai. Sarah tidak memiliki kebutuhan untuk memiliki barang-barang mewah di dalam hidupnya. Sarah terlalu suka hidup sederhana dan seimbang.

"Lo gak mau perhiasan apa gitu?" Tanya Vino terus.

"Gak usah. Lo tahu sendiri, gue gak bisa pakai perhiasan, ntar ilang, sayang" jawabnya mantap. 

"Apa aja deh, Vin. Kalau bisa yang ada memori buat kita berdua" pintanya. Sederhana namun siap membuat Vino putar otak kiri kanan. Ya apa memori mereka berdua.

"Ya apa, Ra?" Desak Vino bingung.

Sarah tersenyum, ia menatap Vino tajam. "Kita udah kenal lama, kan? Gue mau kasih lo tes seberapa jauh lo kenal gue"

"Gak mas kawin juga jadi taruhannya, ege!" Vino menoyor kepala Sarah sembarang. Sarah tertawa melihat Vino kesal.

"Ah udahlah" Vino bangkit dari duduknya. Ia melihat sejenak waktu di handphone miliknya "Gue balik ya. Kita belum nikah, jadi gue belum bisa tidur di kamar lo" pamitnya santai sambil berdiri dan memakai kembali helm full face miliknya.

"Udah juga, gue gak mau ya sekamar samo lo, Hey—" seru Sarah saat Vino menghidupkan mesin motornya.

Tidak mau menyempatkan dirinya mendengar ocehan panjang milik Sarah, Vino sudah menarik pedal gas motornya dan mengebut masuk jalan raya meninggalkan Sarah yang masih berdiri didepan pagar rumahnya sambil termangu menatap punggung Vino yang telah menghilang.

Cold And Bedu [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang