Redup awan memilih datang siang hari itu. Begitu pula dengan Sarah, ia tetap ceria seperti biasa. Namun, Ana sebagai asisten tahu betul ada yang tidak beres dengan Psikolognya.
Ana tidak memiliki hak untuk bertanya lebih lanjut akan hal itu.
Telpon berdering, Suamik. "Yang, pulang jam berapa?" Sambutnya.
"Kayak biasa aja, udah makan belum?" Sarah tidak ingin langsung mencecar pertanyaan.
"Udah, masak ayam semur. Gimana?"
"Sound's good, Mas"
"Are you feeling blue, Yang?"
"Nope. Just tired, can you pick up me as soon as possible, Mas?"
"Obviously!"
"Oke, glad to hear that. See you very soon" Sarah langsung memotong percakapan dan memasukkan teleponnya kedalam laci.
Ana memperhatikannya.
"An, semisal gue ngajuin cuti? Di approve gak?"
Ana bangkit, mengambil bangku di dekat Sarah dan mengambil tanggalan yang berada diatas meja kerja Sarah.
"Bisa, terakhir Mbak ngajuin cuti tahun lalu. Mau berapa hari? Aku aja yang ngurusin berkasnya"
"Habisin aja cuti tahun ini" tegas Sarah.
"Tumben, Mbak mau naik Gunung Semeru, Kah?"
"Gak, lebih menantang dari pada Gunung Semeru"
Mata Ana menangkap sinyal. Tidak ada yang lebih menantang dibandingkan Vino bagi Sarah.
Angin luar semakin menjadi. Awan yang mulanya redup kini berganti hujan, awalnya rintik, sekarang menjadi lebat.
Sarah masih setia memandang hujan dibalik jendela ruang kerjanya. Jam kerja selesai 15 menit lagi, ia masih betah memandangi langit yang sama gundahnya dengan dirinya.
Telpon berdering. Kembali, Suamik.
"Ra, gue gak bisa jemput. Ada urusan dadakan" ucapnya cepat dengan nafas terengah-engah.
"Vino, is it okay?"
"Gak, tapi nanti dijelasin. Pulang sendiri gak apa-apa, kan?" Izin Vino. Suaranya terdengar seperti sedang diburu sesuatu, yang pasti Vino sedang tidak berada dirumah.
"Emang lo lagi ngurusin siapa?" Sarah heran. Sebab Vino laki-laki yang paling bisa dipegang janjinya. Jadi, apabila ada yang membuatnya membatalkan sepihak, urgensinya lebih penting.
"Anak kantor, nanti dijelasin deh, Ra" ucapnya lalu memutus telepon sepihak.
Nafas Sarah dihirup berat. Padahal niatnya ia ingin berbicara dengan tenang ketika dijemput dimobil.
Telpon kembali berdering. Vony
"Kenapa" Sarah dengan malas menjawab.
"Ikut gue sekarang! Kita tunggu dibawah!" Seru Annes menguat.
Sarah menautkan alisnya heran.
"Ngapain?" Sarah ikut bingung.
"Laki lo, pergi sama Adif sekarang. Cepetan!" Sergah Vony langsung memberitahu subjek.
Mata Sarah membulat sempurna. Ingin berteriak namun ditahan. Ia segera mengambil tas, dan izin pulang lebih dahulu ke Ana.
Nafasnya memburu. Sarah masih terkejut, begitu banyak kejadian yang berputar dalam dirinya hanya dalam sehari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cold And Bedu [END]
RomanceBerat jika ditanya pasti apakah Sarah memiliki perasaan lebih dari teman untuk Vino, begitu juga sebaliknya. Hingga tiba di usia dewasa, diusia yang sudah seharusnya mereka memikirkan bagaimana langkah selanjutnya dalam hidup mereka. Benarkah Sarah...