Finally, setelah hari-hari yang ia lewati selama seminggu seperti bujangan lagi. Sarah mau kembali merebahkan tubuhnya di kasur milik Vino.
Ditemani lampu tidur yang remang-remang. "Wanna cuddle?" Tawar Sarah untuk menghilangkan rasa bersalahnya karena meninggalkan Vino sendiri.
Tak menjawab, namun Vino langsung merebahkan dirinya menindih Sarah. Sarah sedikit protes, karena Vino berat. Tapi mau bagaimana lagi? Manusia ini sedang mode beruang kutub.
"Gue beliin lo oleh-oleh" Sarah membuka. Ia akan cerita sedikit, lalu melanjutkannya esok hari.
Vino diam mendengarkan.
"Ada pia khas Yogya, gelang yang gue beli dikaki gunung Prau. Itu juga kalau lo mau" tambahnya.
"Mau" jawab Vino mantap. Sarah tersenyum mendengarnya.
"Selama di bus, gue sedikit gak all out"
Vino mendongak, meminta lanjutan.
"Ya mikirin lo, lo makan apa tanpa gue. Siapa yang cuci baju gue sama lo, bener gak gue tapi jalan ninggalin lo" lanjutnya. Vino masih setia mendengarkan.
"Tapi sori, Vin. Gunung Prau terlalu indah untuk dilewatkan dengan uring-uringan. Makasih banget buat Tuhan karena dia, gue bisa dikasih mata buat ngelihat keindahan duniawi" puji Sarah sambil mengingat kecantikan dari gunung yang baru didaki ya.
Vino terus mendengarkan cerita Sarah.
"Seneng deh bisa jalan-jalan lagi setelah sekian lama. Bisa ketemu temen-temen lagi" terang Sarah. "Yogya masih sama pas gue kuliah, Vin. Gue gak tau jelasinnya, ya. Itu kota emang istimewa" tambahnya.
"Ohya?" Vino menimpali. Itu hanya pancingan agar Sarah cerita tambah panjang.
"Banget-- gue kemarin sempet pergi sendirian ke Malioboro buat beli Pia. Duduk dikursi sore-sore, sabi Vin kalau nanti kesana" ujar Sarah.
"Dengan senang hati kalau sama lo" jawab Vino tenang. Sesekali Sarah mengelus rambut Vino, seringkali Vino menduselkan kepalanya diceruk leher Sarah.
"Ra" panggil Vino.
"Soal-- ya soal kita?" Vino memberanikan diri untuk bertanya, cukup lama ia menunggu, seminggu. Tanpa kehadiran Sarah, hidupnya memang berjalan seperti biasa, namun tak indah.
"Lo manusia, gak sabaran banget, ya" omel Sarah dengan sedikit tawa karena tingkah Vino.
"Hm, begitulah"
"Kalau flashback kebelakang. Sedari dulu, lo emang jadi rumah gue, Vin. Cuman lo dan selalu lo yang jadi kotak sampah gue. Lo mau-mau aja" jelas Sarah. "Bersyukurnya, Tuhan kasih gue kesempatan untuk kenal lo, tapi Tuhan maha baik, lo malah jadi suami gue" ucapnya tenang. Vino diam mendengarkan, itu kelebihannya.
"Lo akan selalu jadi rumah gue, Vin. Maaf terlambat sadar soal itu"
Vino tersenyum lalu memeluk Sarah erat. Benar-benar menumpahkan segala kerinduannya kepada Sarah yang telah ditahan berhari-hari, terlebih tanpa kabar.
"Lu kenape, kayak bocah koala" seru Sarah heran.
"Finally" jeritnya heboh memenuhi seisi rumah. Untung saja mereka hanya berdua, jadi tidak menimbulkan kegaduhan.
"Ya ampun, Vin. Segininya" Sarah mengelus rambut Vino pelan.
"Tapi Vin" ucap Sarah membuat Vino kembali mendongak.
"Sabar, ya. Gue pelan-pelan buka hati gue. Pelan-pelan jadi istri yang baik buat lo, mau nunggu kan?" Tanya Sarah ragu. Intinya, Sarah ingin mengatakan bahwa ia masih belum siap memberikan 'Hak' Vino.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cold And Bedu [END]
RomanceBerat jika ditanya pasti apakah Sarah memiliki perasaan lebih dari teman untuk Vino, begitu juga sebaliknya. Hingga tiba di usia dewasa, diusia yang sudah seharusnya mereka memikirkan bagaimana langkah selanjutnya dalam hidup mereka. Benarkah Sarah...