14. Punishment

7.5K 875 26
                                    

Mirelen[part 14]

|||

"Aydhia Mirele Lucrezia. Enam belas tahun." Seorang pria berjas menyerahkan sebuah map coklat ke arah tuannya. Jemari tua itu mengambil alih map itu lalu membukanya.

Mata lelah yang dibingkai kaca mata itu terfokus ke arah tulisan yang tercantum di kertas putih yang ada di dalam map. Jemarinya bergetar, lalu menatap pria berjas yang berdiri itu dengan tatapan datar. "Temui saya segera dengan dokter itu."

"Baik tuan." Sahut pria berjas itu patuh. Dan map itu kembali diletakkan di atas meja oleh pria tua yang dipanggil 'tuan' tadi.

"Atur tempat dan pertemuan ini secepatnya dengan private."

Kembali, pria berjas itu mengangguk patuh.

"Terus pantau cucu saya setiap saat. Jangan biarkan dia terluka sedikitpun."

"Dimengerti tuan,"

"Saya akan menemui Yoga hari ini. Anak itu membuat kesalahan fatal dengan mengacuhkan putrinya sendiri. Saya tidak akan pernah terima cucu saya tidak bahagia dan tertekan karena dia." Pria tua itu berdiri dari duduknya, dibenahinya letak syal yang melingkari lehernya lalu beranjak pergi keluar dari ruangan itu diikuti pria berjas tadi.

***

Mirele menyamai langkah kakinya dengan Gibran ketika dia merasa tertinggal oleh langkah lebar cowok itu. Mirele melepas earphone dan memasukkannya ke dalam tas-nya.

"SELAMAT PAGI EVERYBODY," Baru saja Gibran dan Mirele masuk ke dalam kelas, keduanya sudah disambut teriakan melengking dari mulut Ralin. Gadis itu senyum senyum ga jelas.

Mirele meletakkan tas sekolahnya di atas meja lalu duduk di bangkunya, samping Ralin.

"Mulut lo Lin. Kontrol dikit kenapa." Komentar Gibran.

"Aduh apasih bran? Mulut gue emang udah gini dari dulu. Gini gini, lo berdua mau tau ga kenapa hari ini gue bahagia banget?"

Mirele dan Gibran saling pandang. Keduanya kemudian sama sama mengedikan bahu.

"Ck. Kepo dikit kek kalian." Ralin merengut kesal.

"Apasih Lin? Apa?"

Ralin tersenyum cerah. "Gue sama Darren kemarin malem kan jalan, trus gue diajak ke rumahnya cowo gue dong! Gila, seneng banget pas liat orangtua Darren nerima baik gue! Huaaaa. Pengen nangis aja gue rasanya tau ga El?!!"

Mirele menganggukkan kepalanya, "Iya Lin. Gue ikut seneng."

"Nah maka dari itu. Gue mau traktir kalian berdua di kantin hari ini. Bebas. Kalian bisa makan sepuasnya. Gausah sungkan. Oke?"

"Tanpa lo bilangin gue juga ga bakalan pernah sungkan kali Lin. Santai," Kalau saja Ralin sedang tidak dalam mood bagus, udah Ralin toyor kepala Gibran.

"Yaudah kuy lah ngantin."

"Ngapain sekarang? keburu masuk kelas lah." Gibran berucap kesal "Nanti aja, pas istirahat."

Ralin menatap Gibran horor. Ralin kemudian memperbaiki letak duduknya dengan benar.

"Gue ke toilet bentar." Mirele beranjak dari duduknya, Ralin dan Gibran mengalihkan atensi mereka seketika.

Mirélen [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang