16. Mad.

7.3K 937 116
                                    

Mirelen[part 16]


***

“Darren anjing. Gue kira hiks, gue kira gue spesial bagi dia tapi hikss...”

Mirele menyerahkan selembar tissue yang entah sudah tissue yang keberapa kali itu ke arah Ralin yang meraung di sampingnya. Ralin menangis tersedu sedu semenjak kedatangannya ke sekolah.

“Gue greget tau gak El!! Kenapa coba dia selingkuh sama yang modelan cabe busuk kayak gitu? Emang dasar cowok ya! Mending kek dia selingkuh sama yang lebih baik dari gue? Eh malah jauh di bawah gue,” Ralin menyedot ingusnya. Mirele meringis mendengar suara ingus yang terkesan menjijikan itu.

“Udahlah lin. Percuma lo nangis nangis gini cuma karena nangisin dia. Buang buang waktu tau gak.”

“Tapi El! Bayangin deh. Dia selingkuh sama modelan tante tante! Udah kayak emak sama anak tau gak. Buta kali mata tu cowok.” Ralin terisak.

“Ya biarin lah... Artinya tuhan baik sama lo udah jauhin cowok yang gak baik kayak dia. Cowok diluar sana banyak—”

“Ya! Banyak dan semuanya sama aja.” Ralin kembali menyedot ingusnya.

Saat ini keduanya tengah berada di dalam kelas. Gibran yang baru masuk ke kelas sehabis dari toilet mengerutkan dahi melihat Ralin yang wajahnya sudah seperti tomat. Hidung kembang kempis yang memerah, serta mata yang sembab.

“LO KENAPA??” teriak Gibran saat berada di dekat keduanya.

Ralin menatap Gibran. “Gue di selingkuhin,”

Gibran menahan tawanya, lalu beralih duduk di hadapan Mirele dan Ralin dengan memutar bangku ke belakang. Wajah cowok itu terkesan menyebalkan di mata Ralin.

“Sabar, ini ujian.”

Rahang Ralin mengeras. Tatapannya menghunus tajam Gibran yang cengar cengir tanpa dosa.

“Lo itu temen gak ada adab tau gak bran! Hibur gue kek apa gitu,” Ralin membuang bekas tissue- nya di atas meja sembarangan.

“Ih jijik deh lo lin! Buang yang bener di tong sampah.”

“Ih iya iya!” Ralin beranjak keluar kelas untuk membuang beberapa tissue yang digunakannya mengelap ingus sejak tadi.

“Lo udah baikan?”

Mirele menoleh ke arah Gibran. “Emang gue kenapa? Gue baik baik aja bran.”

“Tapi El, akhir akhir ini kondisi lo sering drop. Pasti lo kecapean kan?”

“Iya gue cuma kecapean. Gak papa lah. Wajar,”

“Tapi–”

“Bran. Its oke,” Mirele terkekeh. “Gue gak papa. Gue sehat.”

Gibran mengangguk, ia hanya mengkhawatirkan Mirele. Gadis itu sering sakit belakangan ini, wajar bukan Gibran khawatir?

“Ralin kayaknya langsung ke toilet. Gue mau nyusul deh ya.” Gibran menahan pergelangan tangan Mirele begitu melihat gadis itu hendak melangkah.

Mirélen [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang