46. Hospital

5.5K 656 60
                                    


Mirélen [Part 46]


Keadaan di dalam ruangan saat itu diselimuti keheningan secara tiba-tiba setelah Mirele membuka matanya, ada Arina yang duduk di bangku samping brankar mengejutkannya.

Arina mengulas senyumnya, beralih berdiri dan mengecup pelan kening putrinya dalam-dalam, “Gimana keadaan El? Kepalanya masih sakit, hm?”

Mirele tidak bisa berkata-kata. Gadis itu beralih mengalihkan pandangannya ke arah pak Yudhatama yang ada di dekat pintu. Laki-laki tua itu tengah melempar senyum juga ke arahnya.

“Mami gak kerja?” Suara Mirele terdengar, Arina langsung menggeleng, wanita itu kemudian mengelus puncak kepala putrinya.

“Kamu lebih penting bagi mami.” Jawabnya. Sekarang Mirele kembali menatap sepenuhnya ke arah Arina. Wajah maminya menyendu, mata itu menatapnya teduh. “Mami tau?”

Arina tanpa ragu mengangguk, “Maafin Mami ya sayang, selama ini Mami udah jadi Ibu yang gak berguna buat kamu. Bahkan kebenaran tentang perlakuan papi kamu ke kamu pun Mami gak tau.”

“Mi, jangan ngomong gitu.” Mirele menggeleng, meyakinkan maminya. “Perlakuan papi ke El, sama sekali bukan salah Mami. El udah biasa mi, El udah terbiasa dengan sikap papi sejak dulu.”

Pedih yang dirasakan Arina mendengar kata yang terucap dari mulut putrinya. Arina merasa bodoh dan gagal selama ini dalam mengerti apa yang putrinya rasakan. Karena yang dia tau sejak dulu adalah bahwa Mirele diperlakukan dengan baik oleh papinya, bukan sebaliknya.

“Hari ini Mami mau ngajak kamu jalan-jalan di taman rumah sakit.” Arina mengalihkan pembicaraan, wanita itu menatap putrinya yang terbaring di atas ranjang rumah sakit dengan selang infusnya. “Kamu mau 'kan, El?”

Mirele tanpa ragu mengangguk, “Boleh mi, El bosen tidur terus.”

“Namanya om Gilang, Mami ketemu sama om Gilang karena temen Mami yang kenalin. Om Gilang orangnya baik, bahkan baik banget. Dia pekerja keras, dan sangat bertanggung jawab.”

Mirele duduk dengan tenang di atas kursi roda sembari mendengarkan dengan seksama cerita maminya yang tengah mendorong kursi rodanya menuju taman rumah sakit. “El ikut bahagia akhirnya tau Mami punya pelindung.” Mirele terkekeh kecil, Arina yang mendengarnya ikut terkekeh.

“Kamu bener El, dia pelindung Mami. Bahkan disaat Mami ga punya sosok laki-laki seperti kakek kamu lagi sejak lama.”

“Mi,” Mirele menggenggam tangan Arina yang ada di belakang tubuhnya, Arina menunduk.

“Mami bahagia?” Tanyanya pelan, “Udah lamaaaa banget El gak denger Mami excited banget kalau cerita sesuatu.”

Arina perlahan menarik senyumnya. “Kedengerannya Mami excited ya?”

“Iyaa. El seneng dengernya.”

Arina membawa kursi roda Mirele mendekati kursi kayu yang ada di sana, Arina kemudian duduk berhadapan dengan Mirele. Senyum wanita itu perlahan-lahan memudar saat mendapati ada cairan kental yang merembes keluar dari hidung sang putri.

Sontak dengan cepat Arina membuka tas selempangnya lalu mengarahkan sebuah sapu tangan ke arah hiding Mirele. “El mimisan lagi ya, mi?”

Arina mengangguk, “Sakit ya sayang?”

Mirele menggeleng, “Kayanya El udah kebal.” Ujarnya dengan tawa yang justru terasa memilukan bagi Arina.

“Gapapa kok mi, nanti juga hilang.” Ujar Mirele kala melihat keterdiaman Arina setelah mendengar ucapan ya.

Mirélen [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang