47. Hope

5K 532 18
                                    

Mirélen [Part 47]

“Heros?” Gumam Mirele masih tak percaya. Ditatapnya lama pintu ruangan operasi sebelum akhirnya menatap ke arah Galen. “Kenapa bisa Heros, Kak?”

Galen melangkah menuju ke depan Mirele, kembali berjongkok di depan kursi roda yang diduduki gadis itu. “Heros dihajar sama orang gak dikenal sampai kehilangan banyak darah, sebelum meninggal, dia bilang pengen donorin matanya ke Bara,”

Mendengar kata meninggal, sontak membuat Mirele terkejut tentu saja. Baru beberapa hari yang lalu ia disekap oleh Heros dan masih bersama laki-laki itu, dan mendengar kabar ini membuatnya masih tak percaya.

“Berapa lama operasi Bara?” Tanya Mirele kemudian. Pandangannya mulai naik, memperhatikan Galen yang mulai bangkit menuju belakang tubuhnya dan kembali mendorong kursi rodanya ke dekat kursi tunggu.

“Bara udah lumayan lama disana, mungkin sebentar lagi selesai.” Jawab Galen yang mendapat anggukan paham oleh Mirele.

“Mamanya Heros pengen ngomong sama lo, El.”

“Mama Heros?” Gumam Mirele. Tak berapa lama kemudian terdengar suara langkah kaki mendekat, Mirele menoleh, melihat kehadiran seorang wanita yang merupakan tante Anjani berjalan menuju ketempatnya.

Anjani tersenyum teduh melihat Mirele ada disana. Wanita itu dipersilahkan duduk oleh Galen, dan cowok itu menghadapkan Mirele ke arah Ibu kandung Heros dan Bara itu.

“Apa kabar nak?” Tanya Anjani memperhatikan Mirele.

“Seperti yang tante bisa lihat, alhambdulillah saya baik.” Jawab Mirele ramah, gadis itu juga tengah meneliti wajah pucat Anjani. Tidak bisa dibohongi, Anjani terlihat sayu dengan mata berairnya.

“Tante mau minta maaf ya nak soal Heros ke kamu waktu itu. Tante juga minta maaf karena waktu itu tante sama sekali gak bisa nolongin kamu dari anak tante.”

Mirele mengangguk, “Saya paham kerasnya Heros gimana, saya juga ngerti tante gak bisa banyak bantu saya waktu itu.”

Anjani mengangguk, wanita itu menggenggam tangan dingin Mirele. Ekspresi wajahnya berubah merasakan tangan itu sangatlah dingin. “Dingin sekali nak..”

“Efek cuaca juga tante, tubuh saya gampang nyerap dingin.” Balasnya terlihat normal. Anjani mengangguk mengerti, lalu tersenyum simpul menatap Mirele.

“Bara sama sekali tidak tahu tentang kematian Heros, Bara juga gak tau kalau mata yang didonorin buat dia itu mata Heros.” Anjani terlihat mengusap sudut matanya. Mirele mengulurkan tangan, mengelus pundak wanita itu menenangkan.

“Tante bingung nak harus sedih atau bahagia atas dua anak tante. Satu sisi Bara mendapat donor mata yang tepat, tapi disisi lain, kami kehilangan Heros.”

“Tante yang sabar ya, saya yakin, Heros pasti bahagia disana melihat Bara kembali pulih. Jadi tante juga harus tegar,” Mirele tidak biasa menenangkan orang seperti ini. Gadis itu terkesan kaku dengan orang-orang baru.

“Sebelum meninggal, Heros menitipkan ini untuk Bara dan kamu nak, terimakasih ya karena sudah memaafkan Heros. Tante juga mohon doanya ya nak, semoga segala Amal ibadah Heros diterima di sisi Allah.”

“Amin.” Balas Mirele, sebelum dia mengambil sebuah amplop yang terlihat sudah sedikit robek itu dan membukanya.

Maafin gue ya. Karena dendam gue ke Galen dan Gibran, lo malah jadi orang yang gue seret ke masalah gue.

Maaf gabisa ngomong langsung ke lo, tapi syukurnya tuhan masih beri gue kesempatan buat nulis surat singkat ini. Seenggaknya gue bisa tenang udah minta maaf ke lo, El. Sampaikan maaf gue ini ke Galen dan Gibran juga.

Mirélen [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang