This is Ending
--
Suara teratur dari mesin elektrokardiogram menjadi alunan yang menggambarkan kondisi Galen yang terbaring lemah di atas brankarnya saat ini. Setelah menjalani operasi karena pendarahan pada bagian kepalanya kurang lebih selama 4 jam lamanya, Galen dipindahkan ke ruang ICU. Karena bagaimanapun, dia masih memerlukan penanganan terbaik oleh para medis.
Gibran mengamati kondisi Galen dengan lamat. Cowok itu menunduk, merasakan perasaan gundah di dalam hatinya. Dia adalah orang pertama yang dihubungi oleh seseorang melalui ponsel Galen untuk diberi kabar mengenai kecelakaan yang menimpa kakaknya di jam 12 malam. Saat itu dengan segera Gibran membangunkan kedua orangtuanya, lalu mereka langsung menyusul ke rumah sakit.
"Apa perlu gue beri kalian berdua penghargaan karena udah jadi pasangan sejiwa?" Gibran memperhatikan wajah kakaknya yang bagian wajahnya dipenuhi luka mengering dengan kepala yang dililit perban itu, "Lo dan Mirele sama-sama bikin gue khawatir, Len."
"Ini hari ulang tahunnya, jadi lo nekat keluar jam 12 buat nepatin janji beliin Mirele bunga?"
Gibran menggeleng, merasa dongkol dan sakit disaat bersamaan. "Lo kenapa bodoh sih hah!? Gak pernah belanja online atau gimana?"
Andai kakaknya itu tengah sehat dan tidak dalam kondisi menyedihkan seperti itu, Gibran tidak akan ragu membogem wajah lemah itu sekarang.
"Mama sampai pingsan asal lo tau. Mama bahkan ga mau makan apa-apa sampai sekarang karena mikirin lo." Jika diperhatikan, mungkin hanya ketika Galen beginilah Gibran akan menjadi cerewet dan ingin memaki cowok itu tanpa henti. Karena ketika sadar, Gibran tidak akan mau repot-repot berujar panjang dengan sang kakak.
"Gue gak sempet bilang apapun ke lo tentang keberadaan Mirele. Lo kira dia ada di deket kita? Lo kira dia lagi di Indonesia? Beli bunga pun lo percuma Len, Mirele di Italy."
Seseorang menepuk pundak Gibran dari belakang. Gibran sudah tau pasti itu siapa, dia hanya menoleh sekilas, lalu kembali memperhatikan Galen.
"Setelah nanti Galen sadar, om mau kamu ngelakuin hal yang sama kaya apa yang kamu lakuin sekarang."
"Maksud om?"
Ratan mengedikan bahu, "Ya ajak ngobrol kaya tadi, kamu marahin juga gak masalah. Caci maki, katain dia bodoh atau apalah, yang penting ngobrol."
"Udah tadi. Gibran cuma kurang hajar dia aja, tapi gabisa soalnya dia lemah."
Ratan tertawa, menggeleng mendengar pemuturan anak dari sahabatnya itu. "Kamu sama Galen itu jarang ngobrol. Ngobrol paling tujuannya buat berantem, makanya om suruh pas Galen sadar nanti, ajak dia bicara apapun."
Gibran hanya mengangguk. Dan suasana seketika senyap ketika Ratan memeriksa kondisi Galen.
"Tulang paha di kaki kanan Galen patah. Jadi selama beberapa bulan, Galen harus pakai tongkat atau kursi roda dulu."
Gibran tercekat mendengar hal tersebut. Dia tidak tau mengenai hal itu. "Otaknya gak bermasalah kan om?"
Ratan melirik Gibran, "Galen mengalami pendarahan otak, cukup serius karena benturan yang diterima kepalanya gak kecil."
KAMU SEDANG MEMBACA
Mirélen [END]
Teen FictionKisah mereka dimulai ketika Mirele dipertemukan dengan Galen, kakak kelas yang menabraknya di halaman sekolah. Galen itu warna baru bagi Mirele, sementara Mirele itu kepingan puzzle bagi Galen. Keduanya seperti dua ujung tali berbeda yang disambung...