35. Mansion

5K 684 48
                                    

Mirelen[part35]

•••

Tangan Mirele ditarik oleh Heros dengan langkah besar. Mirele menarik tangannya susah payah, ditatapnya punggung Heros yang ada di depannya dengan pandangan benci.

“Ini hukuman buat lo yang gak bisa nurut apa kata gue!” Heros menghempaskan tubuh Mirele dengan kasar hingga gadis itu terjatuh di lantai dengan siku yang membentur keras kaki ranjang.

“Lo adalah cara yang tepat buat gue bales dendam. Masih inget kata-kata gue tadi? Lo bantah, lo tau akibatnya.”

Brak!

Mata Mirele terpejam, Heros menutup pintu kamar dengan keras hingga menimbulkan suara debuman yang sangat keras, terdengar juga suara kuncian pintu yang dilakukan Heros kemudian disusul suara langkah besar kaki Heros yang menuruni anak tangga.

Mirele merangkak mendekati tas selempangnya yang tergeletak di lantai dengan cepat, gadis itu kemudian beranjak berdiri, lalu membuka nakas samping tempat tidur Heros dengan susah payah.

Mirele mengambil alih pisau dan korek api yang ditemukannya disana, dengan segera Mirele menggunakan pisau itu untuk memotong dasi yang mengikat tangannya dibelakang. Agak susah, Mirele menoleh sesekali dan hampir saja pisau itu salah sasaran menggores tangannya.

Setelah dasi terbuka, Mirele membuang kedua potongan itu dengan cepat. Melihat pintu balkon yang ditutup, Mirele kontan mengedarkan pandangannya ke segala arah.

***

“Meeting hari ini apa gak sebaiknya kamu tunda mas? Mirele dari kemarin malam gak pulang, aku takut-”

“Anak itu emang selalu seenaknya selama ini, kan? Apa pernah dia dengerin apa kata kita? Dia pulang ataupun tidak, saya juga gak peduli.”

Jovi menghela nafas singkat. Berbicara dengan suaminya tidak akan merubah apapun, Yoga akan selalu tidak peduli dengan Mirele, dan Jovi sungguh menyayangkan hal itu.

“Aku nemuin banyak obat-obatan di kamarnya Mirele, tapi aku gak tau itu obat apa, Mas, setau kita Mirele gak pernah ketergantungan obat begitu kan?”

Yoga bangun dari duduknya setelah menyelesaikan sarapannya. Laki-laki itu menatap sekilas Jovi yang memandangnya dengan raut serius. “Dia sering mimisan, makannya konsumsi obat, jangan ambil pusing.”

“Tapi mas-”

Yoga menghempas tangan Jovi yang menghalanginya. “Meeting hari ini lebih penting dari anak itu, nanti juga dia pulang.” Yoga kemudian menyambar tas kerjanya di atas meja. “Klien saya hari ini GA corp, saya harap kamu gak ganggu saya pas meeting diadakan, ngerti?”

Jovi mengangguk.

***

Ralin memandang hampa ke kursi di sampingnya, gadis itu meremat jari-jarinya dengan gelisah, Mirele tidak sekolah hari ini, banyak sekali kemungkinan-kemungkinan buruk yang menyarangi kepalanya.

“Gue gak bisa kaya gini. Hp Mirele dari kemarin gak aktif, dia gak mungkin baik-baik aja kalau kaya gini.” Ralin mengacungkan tangannya, guru yang sedang menjelaskan di depan menatap Ralin.

“Iya, kamu bisa jawab Ralin?”

Ralin menggeleng, berdiri dari duduknya. “Bu, saya mau ijin ke UKS, kepala saya sakit.”

Ibu guru yang mengajar mengangguk. “Iya silahkan,”

Gibran memandang kepergian Ralin dengan alis bertaut. Wajah Ralin memang agak suram, tapi siapapun pasti bisa membedakan mana wajah sakit atau tidak.

Mirélen [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang