Mirélen [part 39]
*Kalau ada typo, tandain ya🌞
Mirele memasuki kamarnya diikuti dengan setia oleh Bi Ani di belakangnya. Wanita setengah baya yang sudah lama bekerja di mansion mewah milik Abraham Yudhatama itu memperhatikan punggung Mirele yang tiba-tiba menghentikan langkahnya ketika hendak masuk ke dalam kamar mandi.
“Non, gapapa?”
Mirele memutar badannya, menatap Bi Ani dengan pandangan yang terkesan layu. “Bi, buatkan saya teh jahe ya?”
Bi Ani langsung mengangguk. “Baik non, mau sekalian makan siang?”
“Gak udah bi, saya udah makan di sekolah tadi.”
“Baik, tunggu ya non, Bibi segera bawakan.”
Mirele mengangguk, melihat kepergian Bi Ani, dengan cepat pula Mirele merogoh tas sekolahnya mencari keberadaan ponselnya disana. Pusing di kepalanya kembali menyerang, Mirele menutup hidungnya dengan tangan ketika merasakan cairan kental mengalir dari hidungnya, dia mimisan lagi.
Dokter Harine
| Ingin bertemu, El?Mimisannya semakin parah dok |
Saya ingin melewati semua ini tanpa bantuan obat lagi |
Itu lebih membuat saya senang || Kamu perlu saya?
| Saya dengar, kamu lagi ga di rumah?Dok? |
Boleh saya bertanya? |
Dokter Harine kenal pak Yudhatama? || Iya El, saya kenal beliau
| Beliau sayang sekali sama kamu
| Saya merasa tenang waktu tau kamu ada di dalam pengawasan beliauJadi dokter pernah ketemu pak Yudhatama? |
Apa pak Yudhatama tau tentang saya? |
Saya harap dokter jwb enggk || Maafin saya El,
| Saya udah langgar janji sama kamu
| Maaf,Mirele berlari ke kamar mandi dengan cepat, mengunci pintu itu rapat sebelum akhirnya melangkah ke wastafel untuk mencuci darah yang merembes di telapak tangannya. Mirele memperhatikan telapak tangannya lekat, lalu menatap lurus ke arah pantulan dirinya di cermin.
Setelah mencuci tangan dan hidungnnya berulang kali, tidak membuat cairan kental yang keluar dari hidungnya terhenti. Mirele merasakan hantaman kuat pada kepalanya, tidak sanggup lagi menopang bobot tubuhnya sendiri, Mirele terjatuh ke dinginnya lantai kamar mandi. Kesadarannya belum sepenuhnya bilang, beberapa saat ia masih bisa mendengar panggilan dari Bi Ani dari arah kamarnya sebelum akhirnya pandangannya perlahan mengabur dan kesadarannya terenggut sepenuhnya.
***
“Kesehatan Mirele memburuk dan tekanan darahnya rendah,”
“Tapi syukurnya detak jantung pasien normal,”
Dokter Harine melirik ke arah seorang suster yang berdiri di sampingnya. “Sus, tolong beritahukan keluarga pasien yang menunggu di luar untuk lebih tenang, kita sudah berusaha semaksinal mungkin, dan saya yakin kondisi Mirele akan membaik.”
“Baik dok,”
Dokter Harine merapikan helaian-helaian rambut panjang Mirele yang menghalangi wajah damai gadis itu ketika tertidur. Dokter muda itu memperhatikan wajah gadis yang sudah dianggapnya sebagai adik itu dengan senyum tipisnya. Dia mengenal Mirele sudah setahun lamanya, dia mengenal gadis itu sebagai pasiennya, pasien kesayangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mirélen [END]
Novela JuvenilKisah mereka dimulai ketika Mirele dipertemukan dengan Galen, kakak kelas yang menabraknya di halaman sekolah. Galen itu warna baru bagi Mirele, sementara Mirele itu kepingan puzzle bagi Galen. Keduanya seperti dua ujung tali berbeda yang disambung...