Mirelen[part 07]
***
"Aku ga butuh nasihat kamu! Aku pusing kamu selalu minta ini itu."
"Mas! Aku ga minta macam macam sama kamu. Aku cuma mau kamu hargai anak kamu, itu aja! Mirele anak kandung kamu. Dia butuh kasih sayang kamu, bukan bentakan kamu!" Jovi menatap sang suami nyalang.
"Kamu ga usah peduli sama anak itu. Anak kamu Mawar. Antar dia ke sekolah,"
Jovi menatap suaminya tak percaya "Mirele juga anak aku mas walau bukan aku yang melahirkan dia. Aku sayang dia sama seperti aku menyayangi Mawar. Sementara kamu? El anak kandung kamu. Apa yang membuat kamu tega sama dia?"
"Diam! Aku pusing denger suara kamu. Anterin Mawar ke sekolah, aku ga mau Mawar terlambat datang ke sekolah." Yoga merapikan dasinya dengan menatap ke arah kaca.
"Aku ga paham mas sama kamu. Kamu begitu menghawatirkan Mawar tapi Mirele kamu campakan? Apa pernah mas sekali aja peduli sama sekolahnya Mirele? Mawar dan Mirele sama sama anak kandung kamu. Jangan egois mas!"
"DIAM!" telapak tangan Yoga bergetar saat merasakan panas setelah reflek menampar pipi Jovi. Laki laki itu menggeram.
"Pukul aku jika itu membuat kamu puas mas."
"Jangan menyulut emosiku lagi kalau kamu gamau aku pakai kekerasan!" Tekan Yoga.
"Ini gak seberapa dibanding luka yang diterima Mirele atas tindakan mas selama ini." Jovi berujar.
"Dia lagi dia lagi. Kamu bisa ga sih berhenti ngebela dia?"
"Dia anak aku! Aku masih punya hati untuk memahami perasaan dia mas."
"Dia bukan anak kandung kamu. Kamu sama sekali gak ada hubungan darah sama dia!"
"Membela orang gak harus memandang darah sekalipun mas! Dia putriku, sama seperti Mawar."
"Terserah!" Yoga hendak melangkah. Tetapi Jovi menahan lengannya
"Aku udah ga tahan sama kamu mas." Lirih Jovi dengan mata memerah
"Kamu mau pisah? Aku urus semuanya."
Jovi diam. Wanita itu memang sudah sangat tidak tahan dengan sikap kasar suaminya itu. Yoga terlalu keras. Seandainya pun mereka berpisah, Jovi akan berusaha untuk membawa Mirele bersamanya.
"Ya! Lebih baik begitu, kamu gak bisa menghargai anak kandung kamu sendiri mas, apalagi perempuan."
"Tutup mulut kamu!" Yoga hendak melayangkan tangannya sebelum suara Mirele menghentikan pergerakannya.
"Cukup Pi, cukup!" Mirele dengan seragam sekolahnya mendekat ke arah Yoga dan Jovi. Gadis itu menatap keduanya bergantian.
"Cukup aku liat papi selalu kasar. Aku cape pi,"
"Anak gak tau diri." Yoga membentak.
"Aku tau. Papi terlalu sering ngucapin itu, aku tau aku gak berguna bagi papi. Tapi jangan sakitin mama Jovi. Dia ga salah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Mirélen [END]
Ficção AdolescenteKisah mereka dimulai ketika Mirele dipertemukan dengan Galen, kakak kelas yang menabraknya di halaman sekolah. Galen itu warna baru bagi Mirele, sementara Mirele itu kepingan puzzle bagi Galen. Keduanya seperti dua ujung tali berbeda yang disambung...