8...Adik?

397 19 0
                                    

Sudah tiga hari, Meera lebih banyak diam tapi tetap menjalankan tugasnya untuk mengelola klinik, butik, toko bunga secara bersamaan. Beruntung Meera seorang dokter yang telah terbiasa dilatih mental untuk tetap profesional walaupun hatinya tengah terluka.
Meera dibantu Karin, asistennya yang dikenalkan Alex sewaktu mereka ke klinik hari pertama. Karin dan Meera berada di caffe pinggir pantai.

"Rin, boleh nanya gak?" Ucap Meera saat mereka makan siang di caffe pinggir pantai.

"Nanya apa Ra?" Meera memang minta karin memanggil nya nama saja, karena Meera risih dipanggil Non atau Bu. Selain itu Karin juga berasal dari Jakarta sama pertinya, jadi bicara Lo-gue lebih santai seperti teman.

"Kehidupan Alex itu gimana sih sebelum ada gue?"

"Rumit kalau diceritain Ra, tapi Bos Alex itu tertutup sama gue, mungkin kalau sama Edwin mau cerita, kan sesama pria."

"Tau gak Alex udah punya pacar?"

Karin yang lagi menyedot minumannya langsung tersedak mendengar pertanyaan Meera.

"Setau aku-" ucapannya terpotong karna ada seseorang

"Ehhm, Lagi ngomongin saya?" Suara Alex membuat keduanya terperanjat.

"Saya permisi dulu Bos." Pamit Karin.

"Sejak kapan anda disitu?" Tanya Meera tanpa melihat ke arah Alex.

Kemudian Alex duduk disamping Meera yang kebetulan kursinya panjang dan kosong. Menarik dagu Meera ke arahnya.

"Kalau nanya itu orangnya diliat juga Nona."

Meera tetap mengalihkan pandangannya kesamping.

"Liat mataku atau ku cium sekarang juga." Bisik Alex.

Seketika mata Meera membulat, perlahan menatap Alex.

"Aku belum sanggup ya Tuhan." Batinnya seolah Alex medusa jika menatapnya bisa berubah jadi batu. Tapi bukan Meera namanya kalau tak bisa pura-pura jaim.

"Nah gitu dong, tanya apa tadi Nona cantik?"

"Sejak kapan disitu?"

"Sejak tadi, Kamu kenapa cuekin aku semenjak pagi itu? Aku ada salah?"

"Gak!"

"Lantas?"

"Aku sariawan."

"Bohong."

"Ya sudah kalau ga percaya."

"Emang"

"Alex menyebalkan, tapi aku harus terlihat dingin didepannya. Jangan emosi Meera tahan." Umpat Meera dalam hati.

"Jangan mengumpat, aku dengar."

Meera langsung mengerutkan dahinya. "Kok bisa?"

Alex tak sanggup menahan tawanya, kini dia tertawa lepas, bahagia menggoda Meera.

"Alex, aku bunuh ya." Ucap Meera geram.

"Aku rela mati ditanganmu" sambil memegang tangan Meera dan meletakkan dipipinya lalu menciuminya lembut.

Meera berusaha menarik tangannya tapi malah dia yang jatuh ke pelukan Alex.

"Sayang jangan cuekin aku terus, aku gak fokus kerja karna kamu begini." Sambil mengelus kepala Meera lembut.

Deg

"Runtuh sudah pertahananku" batin Meera.

"Aku mau kita baikan ya, tak ada penolakan."

AmeeraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang