10...Ubud

374 25 0
                                    

Mata Alex tebelalak, langsung bergerak duduk di tempat tidurnya.

"Semua aset yang di Indonesia sudah sah milik Alex, Mom. Lalu dimana salahnya?"

"Meera itu dokter sayang bukan jurusan bisnis."

"Coba deh Mom liat data penjualan butik dan bunga Mom. Alv Clinic jangan lupa."

"Memangnya kenapa? Sebentar mom liat."

"Iya Mom."

"Eh iya, kok bisa sebanyak ini penjualan dalam sebulan."

"Lihatkan Mom, Alex tak salah pilih calon istri." Ucap Alex tersenyum penuh kemenangan.

"Calon istri? Masih kekeh kamu jadiin Meera istri? Emang dia mau? Dia udah pacaran tujuh tahun Lex. Gak mungkin kamu bisa buat dia cinta sama kamu dalam waktu singkat. Mending terima perjodohan itu ya Lex."

"Mom, Alex cuma mau nikah sama Meera." Alex Langsung mematikan ponselnya. "Lagipula aku udah ada cara buat jauhin mereka." Batin Alex dengan wajah smirk nya.

Alex ingin melanjutkan tidurnya tapi mendengar suara diluar kamarnya.

"Eh Baby, udah bangun? Lagi nyiapin sarapan buat siapa?" Melihat Meera yang sibuk menata piring di meja makan.

"Buat aku sendiri lah siapa lagi."

Alex mendekati meja makan, duduk disebelah Meera.

"Buat aku kan ini piringnya dua."

"Iya udah ayo makan. Tumben udah bangun, ini kan hari minggu."

"Aroma nasi gorengnya sampai kamarku tuh." Jawab Alex berbohong.

Selesai makan Alex mengajak Meera jalan ke Ubud. Semenjak tiba di Bali, Alex belum pernah mengajak Meera jalan. Maklum kerjaan mereka menumpuk tak kunjung usai.

***

"Baby kamu happy ga?"

"Yes, I'm happy. Thankyou Lex" bisik Meera, membuat Alex melebarkan senyumnya.

"Kalau begini terus sama aku, kamu mau ga?" Tanya Alex serius sambil meraih tangan Meera kemudian menggenggamnya.

Mereka berada di tengah Sungai menatap indahnya Air terjun. Kaki mereka terendam air sebatas paha.

"Maksudnya ?"

"Jangan tinggalin aku Baby." Alex langsung menarik tubuh Meera memeluknya.

Meera membeku seperti es, tak tau maksud perkataan Alex. Tak bergerak membalas pelukan Alex. "Dia minta aku selamanya dengannya? Apa itu maksudnya? Aku tak mengerti." Batin Meera.
"Bukannya Alex cuma menganggapku sebagai adiknya." Banyak pertanyaan di kepala Meera tapi tak berani bertanya langsung, takut kecewa lagi.

"Lepasin Lex, aku sesak dipeluk tubuhmu yang besar ini." Celoteh Meera sambil semberut.

Alex terkekeh "iya iya maaf Baby."

***

Alex dan Meera menghabiskan waktu seharian, dan kini mereka duduk berdua diatas Tebing menunggu sunset. Bahu Alex menjadi kenyamanan tersendiri untuk bersandar.

"Lex, aku tak habis pikir kenapa kita bisa bertemu lagi." Ucap Meera pelan yang masih bisa didengar Alex.

"Karena cuma aku yang bisa jagain kamu. Cuma aku yang bisa buat kamu tersenyum." Ucap Alex menatap Meera, memperhatikan iris mata coklat yang selalu dia kagumi.

"Boleh aku bertanya?"

"Tanya apa?"

"Siapa wanita yang datang ke rumahmu waktu itu?"

"Yang mana?" Mengernyitkan dahinya.

"Yang memeluk lengan mu seperti ini." Sambil memeluk lengan Alex, lantas Alex terdiam merasakan Meera yang manja.

"Inilah Ami yang ku kenal, manja dan cemburu." Alex menarik hidung Meera gemas.

"Hei aku serius bertanya."

"Dia Jeni, sahabatku dan Tomi dari kami Kuliah di New York dulu. Tak perlu cemburu padanya Baby."

"Jadi kenapa kamu bilang aku ini adikmu?"

"Karena memang kamu seperti anak kecil, kadang marah, ngambek ga jelas, tiba tiba baik lagi. Labil Benar kan?" Tanya Alex menggoda menaikkan sebelah alisnya.

"Aku sudah dua puluh tujuh tahun, sudah Dewasa!" Bentak Meera dengan wajah cemberutnya.

"Iya, dewasa. Kalau sudah berarti aku boleh minta sesuatu?."

"Apa?"

Ibu jari Alex, menyentuh bibir Meera. Mata Alex menatap bibir itu mengisyaratkan sesuatu.

Meera mengerti, mengerutkan dahi nya. Sejujurnya Meera ingin memberikan first kiss nya untuk Alex. Tapi teringat perjuangannya selama ini mempertahankan bibir itu hanya untuk suaminya kelak. Darel pun menghargai keputusan Meera, selama mereka pacaran tak melakukan sesuatu di luar batas. Darel menjaga Meera sepenuh hati, bukan karena nafsu.

"Kok ngelamun, Baby?"

"Ehh, kenapa tadi?"

"Udah dewasa kan?" Alex semakin mendekatkan wajahnya ke wajah Meera dengan nafas yang memburu, iris matanya pun menggelap. Refleks Meera menutup mata, ekspresi ketakutan terlihat jelas diwajah cantik itu.

Cup

Alex mendaratkan ciumannya di dahi Meera.
"Aku akan menjagamu, Baby. Jangan takut padaku ya." Sambil mengelus puncak kepala Meera lembut.

Meera dengan gugup hanya bisa mengangguk.

***

Di Jakarta, Darel terus berusaha menghubungi Meera, tapi tak pernah mendapat balasan dari gadis tercintanya itu. Darel menyandarkan punggungnya duduk di kursi dokter tengah mengetik sesuatu di smartphone nya. Bagaimana Darel tidak cemas, sebulan ini Meera hilang kontak dengannya. Tak ada kabar apapun dari Meera, bisa saja Darel menghubungi orang tua Meera menanyakan keadaan putri mereka. Tapi Darel sadar diri, tak mau siapapun tau kalau mereka sudah putus.

"Meera tak mungkin bisa berpaling dariku, selama ini banyak yang menyatakan cinta padanya tapi tetap saja Meera memilihku. Aku percaya Meera masih setia menunggu aku melamarnya." Batin Darel berusaha meyakinkan dirinya. Membuang pikiran negatif tentang Meera.

Tbc,,

AmeeraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang