Bulu mata lentik itu menerjap indah kala cahaya sang surya menyapa wajah cantiknya. Gadis itu perlahan membuka matanya, membiasakan cahaya yang menghampirinya.
Coklat, warna langit langit ruangan yang pertama kali dilihatnya. Meera memperhatikan sekelilingnya yang terasa asing. Meera mendudukkan dirinya diranjang. Betapa terkejutnya saat melihat tubuhnya hanya memakai kemeja warna putih kebesaran tanpa dalaman.
"Aaakkhhh" Meera teriak, berusaha mengingat kejadian semalam. "Jeremi? Apakah ini perbuatan Jeremi."Batinnya.
"Bisakah sekali saja anda tidak berteriak nona?" Ucap pria berdiri di pintu kamar.
Meera refleks melempar bantal ke arah pria itu, lalu menarik selimut menutupi tubuhnya hingga leher.
Pria itu menangkap bantal lemparan Meera.
Tunggu, Meera merasa suara pria itu tidak asing.
"Alex?" Meera mengernyitkan dahinya.
Pria itu menampilkan wajah datar dan dinginnya, tak seperti biasa yang mesum sekaligus hangat.
"Iya saya. Ada yang salah? Tak perlu ditutupi, saya sudah melihat seluruh tubuh anda tanpa sehelai benangpun." Alex berucap dengan wajah datarnya seolah tak tertarik.Meera memperhatikan Alex yg hanya memakai boxer ketat itu.
"Apa yang kau lakukan padaku? Apa semalam kita? Bukannya Jeremi yang menculikku. Lantas kenapa aku disini?""Anda sendiri yang semalam memilih saya untuk meniduri anda." Jawab Alex santai.
"Jangan bercanda Tuan Alex yang terhormat!! Saya tidak percaya ucapan anda." Meera menekan setiap kata kalimatnya.
"Terserah. Tanya saja sama Darwin, Gio, dan pacar tersayang anda." Alex mati matian menahan senyum kemenangannya.
"Darel maksudmu? Yang benar saja! Astaga !!" Meera mengacak rambutnya yang telah berantakan itu.
"Sudah teriaknya? Sana sarapan di meja makan, saya mau bersihkan diri dulu. Saya alergi bekas bau badan anda di tubuh saya." Alex melangkah ke kamar mandi dengan kedua susut bibir yang terangkat.
Meera berjalan menuju dapur apartemen mewah itu. Baru kali ini Meera diajak Alex kesini, memang tidak terlalu besar seperti apartemen Alex yang lain. Hanya ada satu kamar disini. Melihat ke meja makan ada nasi goreng dan segelas susu yang tersedia di mejanya.
Selesai makan, Meera kembali ke kamar berniat mencari pakaiannya. Tapi yang dilihatnya Alex yang tengah memakai celananya.
Meera menelan salivanya kasar, pipinya merona.
"Tapi kenapa Alex masih saja bicara formal padaku padahal kami sudah melakukan hal itu semalam. Harusnya dia berterimakasih padaku. Apa Alex balas dendam? Apa dia masih marah? Ahh bukannya dia harusnya masih berada di Italy?" Batin Meera penuh tanda tanya. Entah kenapa saat tau Alex yang telah merenggut perawannya gadis itu terlihat tidak menyesal.
"Masih terpesona hm?" Alex memecahkan lamunan Meera tanpa melihat ke arah Meera. Gadis itu membisu.
Pria itu mengancingkan kemejanya dari bawah dan saat mengancingkan dua kancing dari kerahnya, kancingnya terlepas.
"Ck shiit!!" Umpatnya
Meera melangkah mendekati Alex, sebelumnya dia mengambil sesuatu di laci nakas samping tempat tidur.
"Mana kancingnya?" Meera menengadahkan telapak tangannya di hadapan Alex.
"Mau apa?"
"Sini, jangan banyak tanya." Meera meraih kancing di genggaman Alex, secara bersamaan Alex melirik ke arah genggamannya. "Ohhh shittt!! Dia sengaja menggodaku. Lihatlah puncak gunung yang mengeras dibalik kemeja putihku. Dia sangat seksi, bolehkah aku melahapnya kali ini. Setelah semalam aku menahan semuanya dengan susah payah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ameera
Chick-LitJanji yang tak boleh ingkar tapi kamu menghilang, bagaimana aku menagih janjimu? Jika cinta hanya tentang bagaimana kita berjuang, lantas apakah kamu pantas ku pertahankan? Tak perlu kamu banyak bicara kalau hanya membuat luka Aku memiliki sebuah pr...