31...Wangi parfumnya

241 9 0
                                    

Wanita itu berjalan tertatih menuju kamar hotel, tubuhnya sudah kehabisan tenaga karena terlalu banyak terkuras mengurusi keperluan workshop Varo Hospital. Tapi langkahnya terhenti karena lengannya dicekal seseorang sepertinya pria, belum sempat Meera melihat pelakunya.

"Aw...!!" punggung mulusnya menabrak dinding. Meera refleks menutup matanya, merasakan nyeri dipunggungnya.

"Wangi parfumnya, sangat tak asing bagiku. Astaga benarkah ini kamu." Meera perlahan membuka matanya. Sepasang mata abu abu yang telah lama tak dilihatnya. Bibir gadis itu sedikit terbuka, tertegun tak percaya.

"Sayang, maaf aku mengejutkanmu."

"Da—rel? Benarkah ?" Lutut Meera lemas tak berdaya. Dengan sigap Darel menyangga tubuh Meera agar tak terjatuh ke lantai.

"Kamu sakit sayang?"

"A-aku—" seketika semuanya menggelap.

Darel langsung mengangkat tubuh gadis tercintanya ala bridal style. Dibawanya Meera ke kamarnya tak jauh dari tempat mereka bertemu.

Pria itu membaringkan Meera di ranjang. Membenarkan gaun gadisnya yang tersingkap untuk menutupi kaki jenjang mulus itu, ya untung saja Darel bisa menahan gairahnya. Meskipun Meera wanita yang paling dicintainya.

Darel duduk di sisi ranjang, menatap wajah cantik di hadapannya. Darel memeriksa pergelangan tangan Meera, denyut nadinya terasa lemah. Darel meraih stetoskopnya berwarna hitam doop, hadiah pemberian Meera. Diarahkannya benda itu di dada Meera yang masih terbungkus baju tentunya. Darel memang sepenuh hati menjaga Meera, walaupun setengah mati menahan nafsunya.

Pria tampan itu tersenyum. "Kamu hanya kelelahan Sayang. Satu tahun tak melihatmu dan sekarang kita malah dikamar hotel begini. Aku sangat merindukanmu sayang. Sudah teramat rindu mendengar omelanmu, tawamu, saat kamu mencubit lenganku, memelukku memberi rasa hangat. Aku rindu semuanya Ameeraku."

Darel merapikan helaian rambut Meera ya menutupi pipi yang selalu jadi bahan cubitan gemasnya.

***

Meera perlahan membuka matanya. Pandangannya ke arah langit langit kamar, yang dia tau itu kamar hotel tempatnya menginap. Meera bernafas lega, karena melihat Darel tadi hanya mimpi.

"Tunggu, lengan kanan ku terasa berat." Meera menoleh ke sampingnya. Wajah tampan yang selalu dilihatnya selama tujuh tahun tertidur dengan garis senyuman yang membuatnya makin mempesona.

"Kamu masih sama Darel, selalu buatku tersenyum saat menatap wajahmu. Tapi kenapa kamu datang lagi di kehidupanku saat aku ...-Astaga!! Darel bisa mati kalau Alex tau aku di kamar ini dengannya." Dengan hati hati Meera berusaha melepaskan genggaman tangan Darel di lengannya.

Saat gadis itu ingin beranjak dari tempat tidur. Tangan Darel menarik lengan Meera, hingga jatuh di atas dada bidang Darel. Dada tempatnya bersandar selama tujuh tahun. Meera berusaha bangkit tapi tangan Darel melingkar erat dipinggangnya.

"Sayang kamu mau kemana? Kamu masih sakit? Biarkan aku merawatmu, seperti biasanya."

Meera baru teringat, dia pingsan karena beberapa hari ini mengurus Alex di rumah sakit, ditambah mengurus workshop Varo hospital membuatnya kelelahan.

"Sayang?" Panggilan Darel membuyarkan lamunan Meera.

"Oh iya, aku harus pergi Darel, tak baik jika aku dan kamu di kamar berdua begini."

Cup

Darel mencium dahi Meera pelan terasa sampai ke hati. "Aku ingin bicara hal penting sayang."

AmeeraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang