Alex langsung menutup pintunya. Bergegas kembali ke kamar berencana melanjutkan kegiatan mereka yang tertunda. Tapi saat melihat Meera dengan mata terpejam dibalik selimut tebalnya Alex mengumpat.
Kemudian pria itu mendekati gadisnya dusuk disisi ranjang mengelus kepala Meera dan mencium keningnya lembut. Alex tersenyum, kebahagiaannya telah kembali. Hanya Meera yang bisa meredakan amarahnya, membuatnya tersenyum bahagia seperti sekarang.
Alex melihat jam dinding, masih ada waktu dua jam sebelum makan siang. Pria itu berbaring menyamping memeluk Meera dari belakang. Sesekali mencium bahu telanjang gadisnya.
***
Alex dan Meera telah siap untuk pergi ke restaurant, keduanya duduk di dalam limosin hitam. Edwin dan Karin berada di mobil lain mengikuti mereka.
"Maaf ya Al." Meera memecahkan keheningan.
Alex yang sibuk dengan ipadnya langsung menoleh. "Masih minta maaf karna tadi kita gak jadi ngelakuin itu?" Alex menaikkan sebelah alisnya.
Meera menatap Alex seketika matanya membulat. "Ih bukan itu pria mesum!" Meera memukul lengan Alex pelan.
Alex terkekeh. "Jadi apa hm?"
"Maaf aku gak bertanya langsung ke kamu beberapa bulan lalu, jadi nya kita salah paham begini. Aku percaya ucapan orang lain begitu saja." Meera menunduk terlihat cairan bening mengalir dari sudut matanya.
Alex menarik dagu Meera perlahan untuk menatapnya, mengusap pipinya. "Sayang, aku juga salah. Aku hanya menyimpulkan apa yang aku lihat tanpa bertanya padamu. Jadi kita berdua yang salah."
"Tapi seandainya aku tidak lari dari masalah dan bertindak seolah merelakan kamu dengan wanita lain. Pasti kita sudah menikah sekarang."
Alex membelai rambut panjang tunangannya lembut, "Anggap saja itu jadi penguat hubungan kita kedepannya. Aku tau kamu hanya memanfaatkan Darel agar aku membencimu kan? Biar aku menikah dengan Viony."
Meera mengangguk lemah, ia mengakui perbuatannya yang tak berpikir panjang bertingkah seolah malaikat yang bisa mengikhlaskan pria yang dicintainya menikah dengan orang lain.
Alex melihat gadisnya masih saja menangis menarik gadisnya ke pangkuannya, memeluk tubuh Meera. "Kamu jelek kalau nangis begini baby. Tenanglah minggu depan kita menikah."
Meera yang masih sesegukan langsung menjauhkan tubuhnya dari pelukan Alex. "Minggu depan?"
"Jadi mau hari ini?"
Meera mencubit lengan Alex. "Jangan gila kamu."
Alex terkekeh, "Aku gila kalau kita gak jadi menikah sayang."
Mereka telah sampai di restaurant mewah, duduk di ruang vvip. Karin melihat kedua bosnya tengah berbinar bahagia dengan berani ia menggoda.
"Bos, gimana semalam?" Karin menyengir.
Alex berdehem tersenyum melirik Meera disampingnya. "Udah lama gak ketemu taunya seperti singa betina. Liar arrw."
Mereka bertiga tertawa kecuali Meera menatap nyalang Alex. Mengisyaratkan agar pria itu diam.
"Sorry ya bos tadi pagi kita ganggu. Kirain bos dalam bahaya sampai gak angkat telfn." Edwin berusaha menahan senyumnya.
"Nanti juga kita lanjutin ya kan baby." Alex meramgkul bahu Meera disampingnya.
"Gak ada acara lanjut, aku tidur di rumah dinas malam ini." Meera tersenyum mengejek.
"Aku ikut juga tidur disana." Alex mencubit pipi gadisnya.
Meera memukul tangan Alex. "No! Kamu tidur dirumah kamu sana."
***
Alex menepati ucapannya, ia ikut tidur di rumah Meera yang ditempatinya sebagai direktur Varo hospital. Alex tengah mengamari Meera yang sibuk memasak, sementara sang empu tak sadar jika ada sepasang mata yang memperhatikan gerak geriknya.
Pria itu masih saja tersenyum lalu mendekati Meera yang membelakanginya. Alex memeluk Meera dari belakang, tangan sebelahnya terulur menarik dagu Meera ke samping. Tanpa izin Alex melumat bibir Meera, gadis itu langsung berontak tapi tangan Alex menahannya.
Ciuman yang awalnya lembut berubah jadi ganas dan menuntut hingga kini tubuh Meera menghadap Alex dan gadis itu mengalungkan kedua tangannya di leher pria tampan itu. Menikmati cumbuan Alex yang membuatnya melayang tanpa sadar sepasang mata abu abu memperhatikan kegiatan mereka.
Suara deheman menghentikan kegiatan keduanya. Saat Meera menoleh ke sumber suara seketika matanya membulat.
"Kita perlu bicara."
Meera menatap Alex yang terlihat santai dihadapannya lalu mengalihkan pandangannya pada Darel.
"Kita bicara di taman belakang." Meera melangkah menuju pintu penghubung ke luar rumahnya tanpa minta izin pada Alex. Sementara pria itu pun tak protes sedikitpun. Hanya menatap gadisnya pergi bersama Darel.
"Darel maafkan aku." Meera menunduk malu karena baru saja terpergok tengah bercumbu dengan Alex.
Tangan Darel meraih dagu Meera, mengarahkan untuk menatapnya.
"Aku mengerti kamu begitu mencintainya."
"Maaf aku menyakitimu Darel"
Pria itu menggeleng, "Aku senang kamu telah menemukan kebahagiaan yang sempat hilang."
"Besok aku ke Jakarta, Alex berniat melamarku, minggu depan kami menikah."
Darel tersenyum tipis walaupun matanya terlihat mengkilap berair.
"Aku bahagia jika kamu bahagia Meera.""Aku harap kamu secepatnya menemukan kebahagiaan kamu Darel, kamu pria baik yang telah menjagaku selama ini."
"Kamu tak perlu memikirkan aku Meera. Fokuslah untuk mempersiapkan pernikahanmu. Jika ada yang bisa ku bantu kabari saja."
Meera teramat merasa bersalah saat melihat Darel yang berusaha tersenyum padahal terlihat jelas matanya tersirat kecewa.
"Kamu selalu menjadi sahabat terbaikku Darel." Meera memeluk Darel erat, sementara empunya membalas pelukan gadis yang sangat dicintainya.
Tanpa sadar cairan bening mengalir dipipi Darel. Benar kata orang, bibir bisa berkata seolah baik baik saja tapi hati tak pernah bisa berbohong tentang rasa yang dalam.
Terlihat bahagia saat merelakan orang yang kita cintai akan menikah dengan pria lain adalah suatu perbuatan munafik. Bibir bisa saja tersenyum tapi hati terasa seperti ditusuk ribuan belati, menyakitkan.Darel melepaskan pelukan Meera terlihat wanita itu juga menangis. Darel mengusap pipi Meera yang basah.
"Jangan menangis. Aku gak bisa liat kamu begini."
Meera mengangguk lemah.
Tbc,,
KAMU SEDANG MEMBACA
Ameera
ChickLitJanji yang tak boleh ingkar tapi kamu menghilang, bagaimana aku menagih janjimu? Jika cinta hanya tentang bagaimana kita berjuang, lantas apakah kamu pantas ku pertahankan? Tak perlu kamu banyak bicara kalau hanya membuat luka Aku memiliki sebuah pr...