"Kak! Sudah ngga usah nyalahin dek Zea terus!" lerai Rifqi.
"Jangan dibutakan cinta dek! Kamu itu pemimpin rumah tangga! Punya hak!" tegas Raffan.
"Mas, tahan! Jangan terlalu tegas!" tegur Thalita melihat Rifqi langsung terdiam.
"Dek, ikut kakak! Kita bicara berdua sebentar!" ucap Raffan menggandeng Rifqi ke belakang rumah.
Rifqi hanya diam mengikuti kemana Raffan membawanya. Mereka duduk di ayunan panjang berdua. Raffan menghadap Rifqi yang menunduk.
"Dek?" panggil Raffan dengan lembut.
Rifqi hanya menatap tanpa menjawab apapun.
"Maaf ya tadi kakak terlalu keras ngomongnya," ucap Raffan sambil menghapus air mata Rifqi yang sedikit menetes.
"Ngga papa, kak," jawab Rifqi.
Raffan memegang kedua bahu Rifqi dan menatap tepat pada mata Rifqi membuat tatapan mereka terkunci.
"Dek, kamu sebagai seorang suami punya hak untuk mengatur kehidupan istrimu. Kamu ngga bisa gini terus. Kamu harus lebih tegas sama Zea. Kakak ngga mau kamu sampai tertekan dengan kondisi seperti ini. Cukup sudah penderitaan kamu di masa lalu. Kalo kamu biarkan Zea terus seperti ini, gimana nasib pernikahan kalian? Pernikahan kalian sudah satu tahun lamanya! Sampai kapan kalian terus gini? Kita sebagai kakak kalian ngga minta kalian harus punya anak banyak, punya anak cepet. Ngga dek. Tapi kita memaksa seperti ini karena kalian aja ngga usaha gimana mau punya anak? Adek mau punya keturunan kan? Kalo memang mau, tegas dek! Jangan gini! Dalam rumah tangga suami berhak marah, berhak tegas sama istrinya. Asal ngga pake kekerasan, jangan main tangan. Adek paham dengan yang kakak omongin?" ucap Raffan panjang lebar.
"Sebenernya adek udah pernah bener-bener marah kak. Waktu itu hampir aja adek mau nampar Zea tapi adek tahan akhirnya malah nonjok tembok. Waktu itu pas Zea pulang cepet, adek sengaja ikut pulang cepet tapi sampai rumah Zea diajak hubungan ngga mau. Akhirnya adek marah dan Zea malah ngancem minta cerai. Adek ngga mau cerai kak," jelas Rifqi.
Rifqi mengalihkan padangannya agar Raffan tak mengetahui air matanya mengalir. Tapi bukan Raffan namanya jika tidak bisa mengetahui kondisi adiknya.
"Dek, sini nangis ke kakak aja," ucap Raffan membalikan tubuh Rifqi dan mendekapnya.
"Adek takut pernikahan adek ngga bisa bertahan kalo adek ngga ngalah." lirih Rifqi terisak.
'Ya Allah dek, banyak sekali cobaan di hidup mu. Semoga adek kuat menghadapi semua ini,' batin Raffan.
"Adek yang kuat ya ngadepin semua ini, masih ada Allah, masih ada kakak buat adek ngelampiasin apa yang adek rasakan," bisik Raffan sambil mengelus Rifqi.
Rifqi hanya mengangguk sebagai jawaban.
"Hari ini adek masuk kerja ngga?" tanya Raffan.
"Kalo ngga ada panggilan adek mau ambil libur dulu. Tadi malem sudah kerasa pusing takut drop kalo dipaksain," jawab Rifqi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jannah BersamaMu[END]
Fanfiction[Squel KEKUATAN CINTA] Menyembunyikan rahasia dengan alasan takut? Itu salah besar. Bukannya menyelesaikan masalah tapi malah membuat masalah baru. Bagaimana rasanya jika harus memilih satu diantara dua yang kita sayang? Sakit pastinya. Diuji denga...