39|Ngidam Menyiksa

100 8 13
                                    

Sampai sore Rifqi dan Zea belum beranjak dari tepi danau. Mereka hanya beranjak sebentar untuk sholat Ashar.

"Dek, mau sampai malam disini?" tanya Rifqi melirik arloji yang melingkar ditangannya. Jam sudah menunjukkan pukul lima sore.

"Mas cape ya?" tanya Zea.

"Cape si ngga, tapi kita belum makan dari siang. Mas juga belum minum obat. Dan kasian dedenya kalau uminya ngga makan," jelas Rifqi mengelus perut Zea.

"Astagfirullah adek lupa mas harus minum obat," ujar Zea.

"Kita pulang sekarang mas!" lanjut Zea.

Rifqi tersenyum tipis dengan membelai kepala Zea.

"Adek yakin? Kalau adek masih pengin disini ngga papa. Obat mas bisa di tunda, sayang." ujar Rifqi.

"Ngga usah mas, kesehatan mas Qiqi lebih penting." jawab Zea.

"Ya sudah, ayo pulang!" ajak Rifqi.

"Mas mau ngapain?" tanya Zea melihat Rifqi berjongkok.

"Gendong adek," jawab Rifqi.

"Adek jalan aja mas," ucap Zea.

"Oh jadi nolak nih, ok!" Tanpa aba-aba Rifqi mengangkat tubuh Zea dan melangkah pulang.

"Mas!" kaget Zea langsung memeluk Rifqi.

"Diam nanti jatuh!" ujar Rifqi tetap melangkah.

"Turunin ih! Malu mas!" pinta Zea memaksa turun.

"Ngga mau!" tolak Rifqi.

Bugh!

"Turunin!" pinta Zea memukul Rifqi.

"Sakit ih!" protes Rifqi.

"Bodoamat! Makanya turunin! Kalau ngga adek teriak loh!" ancam Zea.

"Berani?" tanya Rifqi meremehkan.

"Beranilah!" jawab Zea.

"Coba aja!" tantang Rifqi.

"TOL--"

Cup!

Belum sempat Zea berteriak, Rifqi sudah lebih dulu mencium bibirnya.

"Yakin mau teriak?" tanya Rifqi dengan senyum penuh kemenangan.

Bugh!

"Aahh mas Qiqi cari kesempatan!" kesal Zea kembali memukul Rifqi lebih keras.

"Sakit dek! Jahat banget sih sama suami!" protes Rifqi.

"Turun mas!" rengek Zea.

"Diam atau mas cium lagi!" ancam Rifqi.

Zea tak berani melawan lagi. Ia terus menggerutu dengan suara lirih.

"Ngga baik loh kayak gitu ke suami," sindir Rifqi.

"Bodoamat!" balas Zea.

Cup!

"Makin adek ngambek makin mengundang hasrat mas," ucap Rifqi kembali mengecup bibir Zea yang tertutup cadar.

Mau tak mau Zea harus diam dari pada harus terus dibuat malu. Mana sekarang mereka sedang dijalan. Zea hanya berharap mereka cepat sampai rumah.

"Mas ini sudah mau sampai, turunin lah!" pinta Zea.

"Ngga mau!" tolak Rifqi.

Zea hanya menghela napas kasar. Mengapa suaminya memaksa?

Jannah BersamaMu[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang