30|Lelah

66 9 9
                                    

Suara isakan tangis Rifqi dan juga Zea terus mengisi kamar Rifqi. Tak ada yang beranjak dari posisi masing-masing. Sudah hampir satu jam mereka diam dalam tangisan. Zea sudah tak lagi mengucapkan kata maaf. Bukan ia menyerah, namun lidahnya terlalu kelu untuk mengeluarkan kata-kata. Tak tahan dengan keadaan, akhirnya Rifqi kembali bangun dan langsung menarik Zea kedalam pelukannya.

"Maaf mas maaf..." lirih Zea.

"Mas udah maafin adek." jawab Rifqi tak kalah lirih.

'Aku terlalu lemah untuk menggapai kebahagiaan ku sendiri. Bahkan hanya melihat air mata orang terdekat ku saja, dengan mudah aku bisa memaafkan dan menyingkirkan semua yang aku rasakan. Ya Allah, hamba yakin Engkau Maha Adil. Hamba yakin Engkau telah menyiapkan kebahagiaan tersendiri untuk hamba. Hanya satu pinta hamba Ya Rabb, sabarkan hati ini. Kuatkan jiwa dan raga ini Ya Rabb.' batin Rifqi.

"Maaf adek bikin mas nyerah. Adek ngga bermaksud bikin mas Qiqi down. Maaf mas.." lirih Zea.

"Jangan menyalahkan diri adek. Adek ngga salah. Sama sekali ngga salah. Mas yang salah, mas yang terlalu lemah jadi orang." balas Rifqi.

"Ngga mas. Mas Qiqi ngga lemah, mas Qiqi kuat. Buktinya mas bisa bertahan sampai sekarang walaupun kita terus-terusan memberi luka." tepis Zea.

"Kalian yang menorehkan luka tapi kalian juga yang menyembuhkan. Mas lelah dek diposisi ini terus. Fisik, hati, pikiran, semua lelah. Mas ngga sanggup kalo harus seperti ini terus menerus." lirih Rifqi melepas pelukannya.

Rifqi beranjak dan berjalan ke dekat jendela. Tatapannya menerawang jauh ke depan. Air matanya tak mau berhenti.

"Mas kesini ingin menghindari masalah yang ada untuk sementara. Tapi malah ini yang terjadi. Setelah mas kehilangan kasih sayang dari kakak-kakak mas, hanya adek yang bisa mas harapkan. Kalo adek mulai hilang kepercayaan ke mas, siapa lagi yang harus mas jadikan alasan untuk semangat? Siapa yang bisa jadi alasan mas untuk tetap kuat menghadapi semua ini? Dulu mas selalu dimanja mas Eza dan mas Eza malah ninggalin mas begitu cepat. Berganti dimanja kak Thalita tapi saat kak Thalita masuk pesantren semua hilang. Mas sama kak Rafka dulu ngga deket apalagi setelah kepergian mas Eza. Saat masuk pesantren, mas bisa merasakan kasih sayang lagi dari kak Raffan. Namun, lagi-lagi kasih sayang itu hilang saat kak Raffan menikahi kak Thalita. Hanya selang beberapa bulan, mas baru merasakan lagi dari kak Rafka dan lagi-lagi hal itu hilang. Sekarang hanya adek yang mas harapkan. Jika memang adek sudah tidak lagi bisa memberikan itu, untuk apalagi mas bertahan?"

Rifqi menjeda kalimatnya sebentar. Rasanya pasokan oksigen di sekitarnya menipis. Dada terasa sesak mengingat jalan hidupnya sendiri. Selalu dicap manja, hanya bisa menjadi beban. Tapi nyatanya dibalik semua itu banyak luka yang ia tutupi sedemikian rupa hingga tak ada seorang pun yang menyadari.

"Demi kalian mas berusaha kuat menghadapi semua ini. Tapi kalian selalu mematahkan semangat hidup mas. Mungkin jika luka yang mas rasakan terlihat, tubuh mas sudah penuh dengan darah. Katakan saja mas ini cengeng. Apa-apa nangis, sedikit-sedikit sakit, manja atau apalah terserah kalian. Tapi apa kalian pernah berpikir apa yang mas rasakan selama ini? Mas dibuat trauma berkali-kali. Mas dibuat merasa gagal. Apa yang mas lakukan selalu dipandang sebelah mata. Kalian pernah mikir sampai situ ngga?"

"Coba adek bayangin, dari kecil mas cuma dapat kasih sayang dari kakak-kakak mas. Selalu menyembunyikan apa yang mas rasakan demi kebahagiaan kalian. Bayangin kalo adek diposisi mas! Gimana lelahnya mas menghadapi semua ini!" Rifqi menegaskan kalimatnya di akhir.

Lagi-lagi Zea dibuat bungkam dengan perkataan Rifqi. Dirinya bingung harus menjawab apa.

"Apa sesusah ini hanya untuk mendapatkan kasih sayang? Apa aku ngga berhak bahagia? Aku ngga berhak hidup tenang?" tanya Rifqi melirik ke belakang.

Jannah BersamaMu[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang