"Qi? Kamu denger suara aku kan? Buka matanya Qi!"
Rafka terkejut saat pintu terbuka. Keadaan Rifqi jauh dari kata baik. Wajahnya pucat bahkan bibirnya membiru. Badannya basah kuyup karena Rifqi menangis dibawah shower yang menyala. Dan sekarang Rifqi sudah terkulai lemas dengan badan menggigil. Rafka langsung mengeluarkan Rifqi dan meletakkannya dikasur.
"Ya Allah mas!" Zea menutup mulutnya agar tak berteriak. Hatinya perih melihat separuh jiwanya lemah tak berdaya.
"Zi, kamu bantu Qiqi ganti baju dulu ya! Biar ngga makin sakit," titah Rafka keluar kamar.
Dengan perlahan Zea membantu Rifqi berganti.
"Mas, istirahat ya. Jangan nangis terus," ucap Zea.
Zea menyelimuti Rifqi sampai dada agar hangat.
"Ma-af," gumam Rifqi.
"Maaf? Untuk apa?" tanya Zea tak paham.
"Mas udah bikin adek khawatir," lirih Rifqi.
"Mas ngga perlu minta maaf, mas ngga salah. Adek tau mas pasti tertekan dengan semua ini. Tapi lain kali jangan rugikan kesehatan mas," ucap Zea.
"Makasih dek. Makasih udah ngertiin mas," ucap Rifqi.
"Sama-sama mas, sudah kewajiban adek bisa ngertiin mas," jawab Zea.
"Mas tidur aja ya biar ngga sakit," lanjut Zea.
"Mas ngga papa kok," jawab Rifqi.
"Ngga papa mas bilang?! Badan menggigil, bibir udah sampai biru kayak gitu! Masih bilang ngga papa? Ck." Zea berdecak kesal melihat tingkah Rifqi.
"Mas ngga papa karena ini kemauan mas. Ini ulah mas sendiri. Jadi mas ngga papa." ucap Rifqi.
"Oohh jadi mas pengen sakit ya? Hem? Iya pengen sakit?" tanya Zea.
"Mas ngga pengen sakit. Tapi mas pengen bahagia." jawab Rifqi sendu.
"Tapi kalo mas sakit, gimana mas mau bahagia?" tanya Zea.
"Dek, adek tau kan kalo mas sakit drop nya ngga main-main? Makanya mas ngga masalah sakit jika bisa berakhir bahagia. Walau..."
Zea mulai paham dengan alur pembicaraan Rifqi. Tapi ia buang jauh-jauh pikiran negatifnya. Ia masih menunggu perkataan Rifqi.
"Walau hanya bersama mas Eza."
Deg!
Feeling nya tak meleset sedikit pun. Kematian. Itu lah hal yang selalu Rifqi inginkan saat terpuruk.
"Mas, jangan ngomong gitu. Mas masih punya adek, masih ada anak-anaknya. Syifa masih kecil mas, masih butuh kasih sayang abinya. Mas jangan gini ya." ucap Zea.
"Assalamualaikum," Rifqi dan Zea mengalihkan padangannya kearah pintu ternyata ada orang tua Rifqi.
"Wa'alaikumussalam," jawab Rifqi dan Zea.
"Adek kenapa? Kok pucet banget?" tanya umi Farah.
Rifqi berusaha bangun dan mengubah posisinya.
"Ngga pap--"
"Qiqi habis nangis dibawah shower mi," sahut Rafka memotong jawaban Rifqi.
"Bener itu dek?" tanya umi Farah.
"Maaf." Hanya kata itu yang berhasil keluar dari mulut Rifqi.
"Kenapa gitu dek?" tanya abi Fariz.
Rifqi hanya menggeleng lemah. Tapi matanya sudah berkaca-kaca dan bersiap mengeluarkan air matanya.
"Nak, bisa minta waktunya buat umi ngomong sama Qiqi?" bisik umi Farah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jannah BersamaMu[END]
Fanfiction[Squel KEKUATAN CINTA] Menyembunyikan rahasia dengan alasan takut? Itu salah besar. Bukannya menyelesaikan masalah tapi malah membuat masalah baru. Bagaimana rasanya jika harus memilih satu diantara dua yang kita sayang? Sakit pastinya. Diuji denga...