18 | SATU KADO LAINNYA

136 20 0
                                    

Ghista telah menyelesaikan chapter selanjutnya dari novel yang tengah ia tulis. Setelah mematikan laptop, ia bergegas ke dapur dan membantu Ranti mengemas kue ke dalam boks. Vika tengah menghubungi pihak IKEA di luar, untuk segera mengkonfirmasi pengiriman furniture ke MHD Bakery agar tepat waktu.

"Hari ini kita sama-sama mendekorasi ulang toko ya, Bu. Aku enggak ada kegiatan kok, setelah mengantar Ibu ke toko," ujar Ghista.

Ranti tersenyum ke arah putrinya, lalu mengusap kedua pipi Ghista dengan lembut.

"Ibu sayang kamu, Nak. Kamu adalah satu-satunya yang Ibu miliki, dan Ibu akan selalu bahagia jika kamu juga bahagia," ungkap Ranti, secara tiba-tiba.

Ghista pun ikut tersenyum, lalu mengecup kening Ibunya dengan penuh kasih sayang.

"Ibu juga adalah kebahagiaan terbesar untukku. Aku akan lakukan apa pun untuk terus membahagiakan Ibu. Insya Allah, bahagia yang akan Ibu rasakan tidak lagi akan berakhir," janji Ghista, sepenuh hati.

"Oh, Putri Ibu. Kesayangan Ibu. Kamu telah melakukan segalanya untuk Ibu, Nak, dan Ibu rasa itu sudah lebih dari cukup," Ranti memeluk Ghista dengan erat sambil menahan airmatanya.

Ghista membalas pelukan Ranti. Vika masuk ke dapur tak lama kemudian.

"Bu Ghista ... Nyonya Ranti ... furniture yang dibeli kemarin sudah dalam perjalanan menuju ke MHD Bakery. Apakah kita bisa berangkat sekarang?" tanya Vika.

"Iya Vi, kita akan segera berangkat," jawab Ghista, dengan cepat.

Vika pun mulai membantu membawa boks-boks kue menuju ke mobil. Theo membantunya menyusun, sementara Ghista membawa sisanya bersama Ranti yang hanya boleh menggenggam tangannya.

"Ibu sudah lama tidak membawa boks-boks itu. Kamu selalu saja mendahului Ibu, kalau sudah mau berangkat," ujar Ranti.

"Ibu enggak boleh capek. Titik! Biar aku, Vika, dan Theo yang bantu pekerjaan Ibu. Ibu duduk manis saja," balas Ghista, tak ingin dibantah.

Ranti pun tertawa melihat kelakuan putrinya yang tak pernah berubah. Sejak kecil, Ghista memang selalu tak mau kalau Ranti terlalu kelelahan. Bahkan akhirnya sampai Ghista dewasa pun, Ranti tetap tak boleh kelelahan meski setiap hari beraktifitas.

Theo mulai melajukan mobil keluar dari halaman rumah. Pagar terlihat segera ditutup oleh satpam, setelah mobil milik Ghista pergi. Vika menyalakan musik yang berasal dari flashdisk yang sudah Ghista berikan tadi pagi. Suara merdu Titi DJ membuat Ranti terpana selama beberapa saat, dan kembali mengingat kenangan indahnya bersama Dika, sang cinta pertama.

Kau satu terkasih
Kulihat di sinar matamu
Tersimpan kekayaan batinmu

Di dalam senyummu
Kudengar bahasa kalbumu
Mengalun bening menggetarkan...

Ghista pun memberi tanda pada Ibunya untuk bernyanyi bersama.

"Kini dirimu yang selalu ... bertahta di benakku ... dan aku 'kan mengiringi ... bersama ... di setiap langkahmu ...."

Ranti terlihat begitu senang, dan bersiap menarik nafas dalam-dalam.

"Percayalah ... hanya diriku paling mengerti ... kegelisahan jiwamu kasih ... dan arti kata kecewamu. Kasih yakinlah ... hanya aku yang paling memahami ... besar arti kejujuran diri ... indah sanubarimu kasih. Percayalah ...."

Vika dan Ghista pun bertepuk tangan untuk Ranti, yang masih mampu bernyanyi dengan sangat bagus. Theo hanya bisa tersenyum-senyum saja sambil menyetir. Entah kenapa, Ranti yang akan dipertemukan dengan Dika, tapi rasanya seperti semua orang yang lebih merasakan berdebar-debar hebat saat itu. Seakan merekalah yang kasmaran, bukan Ranti ataupun Dika.

Suara bening Titi DJ masih mengalun ketika mereka akhirnya sampai di depan MHD Bakery. Vika mematikan musik dan mencabut flashdisk dari penghubung USB. Ranti mendekat ke arah Shiren yang sudah menunggu. Ssementara Ghista, Vika, dan Theo bekerja sama menurunkan boks-boks kue seperti biasanya. Shiren segera menata semua kue-kue di etalase, bersama para karyawati yang sudah stand by sejak tadi.

Furniture dari IKEA juga sudah tiba, sehingga mereka bisa segera melakukan dekorasi pada toko dengan cepat. Vika dan Theo menyingkirkan furniture lama, kemudian Ghista bersama Shiren segera menempatkan furniture baru sekaligus dengan tambahan beberapa meja dan kursi untuk pengunjung yang akan makan di sana. Semua kegiatan itu tak memakan waktu lama, karena setengah jam kemudian semua telah diselesaikan dengan baik.

Ranti menatap ke arah sekeliling tokonya yang kini terlihat begitu segar dengan pemandangan yang baru. Cahaya matahari yang alami masuk dengan indah ke dalam toko itu dan menyinari seluruh ruangan melalui jendela-jendela yang kini terlihat lebih lebar. Vika kembali memutar lagu Titi DJ yang tadi diputar di mobil. Membuat Ranti tertawa dan seakan kembali lagi ke masa mudanya yang pernah ia lewati.

Ghista mendekat pada Ranti, dan mengusap kedua lengan Ibunya seraya menatap kedua mata yang selalu Ghista rindukan disetiap detik dalam hidupnya. Ia tersenyum dengan penuh rasa haru, yang tentu tak dimengerti oleh Ranti.

"Kamu kenapa, Sayang? Kok matamu berkaca-kaca seperti itu?" tanya Ranti, bingung.

"Tidak apa-apa, Bu. Ghista sayang Ibu," jawab Ghista.

"Sayang sama Ibu tapi kok nangis? Jangan nangis dong, Sayang. Ayo, senyum bersama Ibu. Lagu yang kamu pilih hari ini untuk Ibu, sangat manis dan penuh perasaan. Jadi, ayo senyum bersama Ibu," pinta Ranti.

Ghista pun mengangguk, lalu menyeka airmatanya. Ia benar-benar tersenyum untuk Ibunya, sekaligus memberikan kecupan hangat di kedua pipi Ranti. Vika, Shiren, dan para karyawati lain segera mundur ke bagian belakang toko, untuk memberi ruang pada Ghista dan Ranti saja.

"Bu, Ghista mau kasih satu kado lagi buat Ibu," ujar Ghista, sambil membetulkan letak rambut Ibunya agar terlihat lebih rapi.

"Kado lagi? Semua furniture ini sudah terlalu banyak, Sayang. Kado apa lagi yang mau kamu kasih ke Ibu?" tanya Ranti, merasa sangat tak enak karena putrinya selalu saja membuat kejutan untuknya.

"Kali ini bukan barang yang mau aku kasih ke Ibu. Ini beda, Bu. Aku mau kasih hal ini untuk Ibu, agar bisa membahagiakan Ibu sampai akhir hayat Ibu nanti. Untuk menyembuhkan semua luka yang pernah ada di dalam hidup Ibu. Dan aku berharap ... Ibu akan menerima hadiah ini tanpa menolaknya sama sekali. Aku berjuang keras untuk mendapatkan hal ini, demi kebahagiaan Ibu. Jadi kuharap, setelah ini tidak akan ada lagi yang namanya penderitaan di dalam hidup Ibu. Hanya akan ada bahagia, yang selalu hadir dalam hidup Ibu," jelas Ghista, sambil menangis kembali karena tak bisa menahan perasaannya.

Ranti begitu kebingungan dengan apa yang Ghista katakan, namun ia berusaha keras untuk mencoba mengerti maksudnya.

"Baiklah, Ibu tidak akan menolaknya. Insya Allah, Ibu akan menerimanya dengan senang hati. Terlebih karena kamu sudah berjuang untuk mendapatkan kado ini, demi kebahagiaan Ibu. Sekarang katakan Sayangku, kado apa yang mau kamu berikan pada Ibu?" pinta Ranti dengan sangat lembut, seraya mengusap airmata dari wajah putrinya yang cantik.

"Kadonya, ada di belakang Ibu. Ayo, Ibu berbalik dan lihat sendiri kado apa yang aku berikan untuk Ibu," jawab Ghista, dengan senyuman terindah yang pernah ada pada wajahnya di masa lalu.

Setelah mendengar jawaban itu, Ranti pun segera berbalik ke belakang, tepat ke arah pintu masuk MHD Bakery.

* * *

Jodoh Untuk IbuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang