EPILOG

309 21 0
                                    

5 TAHUN KEMUDIAN...

BRUKKK!!!

Seorang balita cantik berusia lima tahun dengan sengaja menangkap kedua kaki Ghista, agar tidak bisa melangkah ke mana-mana lagi. Balita cantik itu merasa sedikit kesal, karena sejak tadi Ghista hanya sibuk pada kue-kue yang akan disajikan untuk tamu undangan pesta ulang tahun.

"Kak Is-ta belenti kelja dong, Is-sya mau main sama Kakak," pinta Gisya--si balita cantik yang montok kesayangan Ghista.

Hal itu tentu saja sukses membuat Ghista tertawa geli dan menyimpan buku catatannya. Ia segera meraih tubuh montok Gisya ke dalam gendongannya, lalu mulai menciumi pipi bakpau nan putih tersebut.

"Ini pesta ulang tahunnya siapa, sih? Kak Ghista repot untuk menyambut tamu-tamunya Gisya, loh. Kalau enggak disambut dengan baik, nanti mereka kecewa dan enggak mau lagi main ke rumah kita di tahun depan. Gisya enggak mau mengecewakan teman-teman, 'kan?" tanya Ghista.

"Tapi Is-sya bosan. Kak Is-ta kelja telus dali tadi," protes Gisya.

"Tapi 'kan di dalam ada Dek Andra. Gisya main dong sama Dek Andra, biar Dek Andra bisa dekat sama Tante kecilnya yang cantik ini," saran Ghista.

"Dek Andla mainnya lobot-lobotan, Is-sya enggak suka. Maunya main sama Kak Is-ta, main masak-masakan," rajuk Gisya.

Ajeng dan Ranti terkikik geli, saat melihat bagaimana Gisya yang tidak pernah mau main dengan yang lain, selain bersama Ghista. Mereka terlihat sangat puas, ketika melihat kesabaran Ghista yang selalu diuji oleh Gisya yang hanya lengket padanya.

"Ya sudah, kalau begitu kita main susun kue-kue di depan, yuk. Biar Gisya juga tahu bagaimana rasanya saat bisa menyajikan sesuatu untuk orang lain," ajak Ghista, pada akhirnya.

"Yeay!!! Ayo ... ayo ...  ayo...!!!" seru Gisya, kegirangan.

Indra yang masih menyusun kursi-kursi agar terlihat rapi di halaman samping, ikut menyambut kedatangan Gisya yang berlari-lari bahagia ke arahnya. Indra menggendong Gisya dan membiarkannya mulai membantu Ghista menyusun kue di meja. Andra berlari-lari ke arah mereka, setelah menyimpan robot-robotannya. Ia tahu kalau Gisya tak suka dengan robot-robotan, maka dari itu ia menyimpannya sebelum mendekat.

"Akak Is-sya," sapa Andra, yang belum terlalu bisa berbicara banyak.

"Iya, Dek Andla. Dek Andla mau kue?" tanya Gisya, yang tak melihat robot-robotan di tangan Andra.

"Au, api angan asa cokyat," jawab Andra.

"Yah, adanya cuma lasa coklat," Gisya tiba-tiba merasa kasihan pada Andra.

Balita cantik itu pun kini menatap Ghista, yang sudah tahu dari Indra bahwa sebentar lagi Gisya akan meminta kue rasa lain.

"Kak Is-ta, kuenya kulang. Enggak ada lasa lain," protes Gisya.

"Oh, jadi Gisya mau ada kue rasa lain? Mau yang rasa apa, Sayang?" tanya Ghista, sambil menciumi pipi Adiknya dengan lembut.

Gisya pun kembali menatap Andra.

"Adek Andla mau lasa apa, kuenya?" tanya Gisya.

"Aniyya," jawab Andra, sangat senang.

"Lasa panila, Kak," Gisya pun segera menyampaikan jawaban dari Andra.

"Oke kalau begitu. Kakak keluarkan dulu ya kuenya dari dalam. Gisya tunggu di sini saja sama Dek Andra dan Kak Indra, ya," Ujar Ghista.

Gisya pun mengangguk dengan penuh semangat. Ghista segera beranjak kembali ke dalam rumah untuk mengambil kue-kue lain yang belum dikeluarkan. Ranti menahannya sejenak, untuk meminta Ghista minum jus markisa yang dibuatnya.

"Kamu itu semangat sekali, ya. Adikmu saja santai-santai di hari ulang tahunnya sendiri, tapi malah kamu yang begitu bersemangat," ujar Ranti.

"Bu, saat ini Gisya sedang berada dalam masa-masa terbahagia diusianya yang masih balita. Aku enggak mau dia kehilangan masa-masa bahagia itu, seperti yang pernah terjadi padaku. Aku mau dia menikmati semua kebahagiaan yang ada dimasa kecilnya, agar dimasa depan tidak ada hal yang dia sesali karena harus terlewat. Ibu masih ingat janjiku, 'kan? Aku akan selalu menjamin bahagianya Ibu, Ayah, dan juga Gisya, meski aku sudah punya keluarga sendiri. Kalian tetap prioritas di dalam hidupku dan aku mau selamanya tetap begitu," jelas Ghista.

"Nah, itu ... itu yang membuat saya dan Mas Dimas sayang sekali sama Ghista," ujar Ajeng, yang entah sejak kapan berada di ambang pintu dapur.

Ranti dan Ghista tersenyum saat melihat sosok Ajeng pada saat itu.

"Membuat bahagia orang lain adalah hal yang sudah menjadi sifat alami bagi Ghista, Mbak. Bagaimanapun kita melarangnya, Ghista tetap akan melakukannya untuk selalu menjamin bahagia orang-orang yang ada di sekitarnya. Itulah kenapa, hidup Ghista selalu saja diiringi dengan hal-hal baik. Karena bagi Ghista, hidup yang bahagia adalah hidup yang disertai dengan kebahagiaan untuk orang lain. Bagaimana? Benar tidak kata Mama?" tanya Ajeng, secara langsung pada Ghista.

Ghista pun segera menyembunyikan wajahnya dalam pelukan Ajeng, usai diberi pertanyaan seperti itu oleh Ibu mertuanya.

"Mama deh, suka sekali membuat aku salah tingkah," rajuk Ghista.

"Loh, memangnya apa yang Mama katakan itu salah? Coba lihat, kamu saat ini sedang sibuk-sibuknya mengurus pesta ulang tahun Gisya, tapi kamu tetap tidak lupa membawakan Papa dan Mama makanan dari rumah. Padahal tadinya Papamu sudah berencana mau makan di luar biar tidak repot. Tapi ternyata, kamu sudah lebih dulu memikirkan kami ketimbang diri kami sendiri," Ajeng mengingatkan.

"Oh, jadi terong tumis balado dan sayur lodeh tadi Ghista yang bawa?" tanya Ranti, benar-benar baru tahu.

"Nah, itu. Mbak Ranti juga kaget, 'kan? Sama, aku dan Mas Dimas juga kaget tadi waktu Ghista turun dari mobil dan langsung memberikan kami rantang berisi makanan," jawab Ajeng.

"Duh, Mama. Ini mukaku sudah mirip kepiting rebus, loh. Ayolah Ma. Sudah ya, jangan bahas lagi tentang kebiasaanku yang selalu ingat orang lain. Aku serius malu, Mama," pinta Ghista, sambil menutupi wajahnya dengan serbet.

"HA-HA-HA-HA-HA!!!" Ranti dan Ajeng tertawa dengan kompak.

"Ya Allah, anakku ini ada-ada saja. Kenapa harus malu sih sama Mama dan Ibumu sendiri?" goda Ajeng, sambil mencubiti kedua pipi Ghista dengan gemas.

Ya, begitulah Ghista. Seseorang yang selalu ingin membahagiakan orang lain dengan segenap cinta yang ia miliki. Semua orang yang mengenalnya, tentu tahu kalau sifat yang Ghista miliki adalah sifat paling langka yang ada di dunia. Semua hal yang menyangkut kebahagiaan orang lain, adalah hal yang membahagiakan juga untuk Ghista jika ia bisa memenuhinya.

~"Bagaikan ilalang yang menari saat angin menyapa, begitulah perasaanku saat melihat kalian berbahagia. Aku berdiri di tengah orang-orang yang kucintai serta mencintaiku. Dan untuk menghargai itu, akan kuabdikan seluruh hidupku untuk membahagiakan mereka yang selama ini selalu hadir menemani langkahku."~ Akhir novel Bentang Luka Dunia Gracie, 5 tahun yang lalu.

* * *

[TAMAT]

Jodoh Untuk IbuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang