"Assalamu'alaikum. Selamat pagi, Bu Ghista," sapa Riko.
"Wa'alaikumsalam. Selamat pagi juga, Riko. Setelah hampir setahun kamu menyusup ke dalam bagian Keluarga Rahaja, akhirnya saya bisa melihat kamu bergabung lagi dengan Amanda, Vika, dan juga Theo. Saya yakin, sekarang kamu sudah cukup lega karena semuanya sudah berakhir," ujar Ghista.
Riko tersenyum penuh hormat pada Ghista.
"Benar sekali, Bu Ghista. Saya sudah sangat lega sekarang, setelah semuanya selesai," balas Riko, apa adanya.
"Bagus kalau begitu. Saya kira, kalian berempat sudah tahu bahwa RHJ Corp telah kita akuisis bersama dan menggunakan nama Theo. Yang mana hal tersebut menandakan bahwa kalian berempat tidak akan lagi bekerja untuk saya. Sekarang, kalian sudah punya tanggung jawab sendiri untuk mengembangkan RHJ Corp, seperti yang seharusnya, meski perusahaan itu kini menjadi satu. Saya percaya, kalian akan tetap bisa menjalankannya dengan baik," tutur Ghista.
"Tapi Bu Ghista, kami masih bingung soal saham yang awalnya milik Mahardika Jaya Group. Saham itu jelas masih ada di dalam RHJ Corp saat ini," ujar Vika, yang masih bingung bagaimana cara memecah saham itu.
Ghista tersenyum pada keempat orang yang kini ada di hadapannya.
"Simpan saja dan kelola dengan baik. Anggap saja itu hadiah dari saya untuk kalian berempat, setelah selama ini kalian bersedia berjuang dengan sabar bersama saya," putus Ghista.
"Tapi, Bu ...."
"Amanda, anda jauh lebih tua dari saya dan saya sangat menghargai kerja keras anda selama ini. Tolong jangan menolak apa yang saya putuskan. Lakukan saja dan melangkahlah sesuai dengan yang saya sudah ajarkan selama ini," pesan Ghista.
Ghista pun bangkit dari kursinya, lalu berjabat tangan dengan mereka berempat.
"Baiklah, ini rapat terakhir kita. Saya akan selalu mendoakan kalian agar sukses di masa depan," tutup Ghista.
Mereka membubarkan diri, lalu segera meraih koper mereka masing-masing sebelum pergi dari kediaman Ghista. Mereka juga berpamitan pada Ranti dan Dika, yang benar-benar baru tahu kalau mereka adalah anak-anak dari beberapa keluarga yang dicurangi oleh Keluarga Raharja. Keluarga Raharja tak pernah memiliki apa pun sejak awal. Kekayaan yang mereka punya adalah hasil dari mencurangi, berbuat licik, dan juga menyingkirkan seseorang dengan cara tidak pantas.
"Kamu enggak pernah cerita sama Ibu tentang mereka," ujar Ranti.
Ghista tersenyum dan segera merangkul Ibunya dengan hangat.
"Itu karena aku enggak mau Ibu jadi banyak pikiran. Apalagi, kalau sampai nama Keluarga Rahaja disebut-sebut, Ibu pasti akan stress berat. Pokoknya, apa pun yang kulakukan semua adalah untuk kebahagiaan Ibu. Jadi, jika aku tidak membicarakan tentang mereka pada Ibu, ya itu memang demi kebaikan Ibu sendiri," jelas Ghista.
Dika mendekat dan merangkul kedua wanita yang masih saja berdiri di ambang pintu rumah itu.
"Jadi, ada yang tahu nomor telepon taksi enggak? Ayah harus datang ke sekolah pagi-pagi sekali hari ini, karena ujian tengah semester sedang berlangsung," tutur Dika.
"Aduh, Ayah. Kenapa harus cari taksi lagi, sih? 'Kan aku sudah bilang sejak semalam, kalau aku yang akan antar Ayah ke sekolah, setelah itu aku juga langsung mengantar Ibu ke toko. Jangan bingung-bingung mau cari taksi pagi-pagi buta begini, Ayah. Aku enggak sanggup mikir kalau masih ngantuk," jawab Ghista, sambil menarik lengan Dika untuk segera masuk ke dalam mobil.
Ranti tertawa saat melihat suaminya yang benar-benar tak bisa membantah kata-kata putri mereka. Ia juga segera ikut masuk ke dalam mobil dengan sangat hati-hati, karena kehamilannya yang tetap harus dijaga dengan baik. Ghista segera melajukan mobilnya perlahan-lahan meninggalkan halaman rumah dan melewati gerbang untuk keluar dari area Salzburg Residence.
Sesampainya mereka di depan SMP Taruna Jaya, Dika pun turun setelah berpamitan pada istri dan putrinya. Ghista lantas kembali melajukan mobilnya menuju ke MHD Bakery untuk mengantar Ranti.
"Wah, ini pertama kalinya Ibu naik mobil dan melihat kamu sendiri yang menyetir. Rasanya jauh lebih enak dan nyaman ternyata, kalau kamu yang membawa mobil ini," ujar Ranti.
"Alhamdulillah kalau Ibu suka naik mobil ini saat aku yang menyetir. Insya Allah mulai sekarang aku akan selalu menyetir untuk mengantar Ayah dan Ibu ke tempat kerja," janji Ghista.
"Terus yang mau antar kamu ke tempat kerja, siapa?" tanya Ranti.
"Aku mau pensiun, Bu," jawab Ghista, tiba-tiba.
Ranti menatap ke arahnya dengan raut wajah penuh kebingungan.
"Aku dan Kak Indra mau menikah, jadi aku mau pensiun menjadi wanita karir. Aku mau jadi Ibu rumah tangga saja, agar punya banyak waktu untuk mengurus keluarga. Aku mau menjalani kodratku yang sebenarnya dan menjadi Istri yang baik untuk Kak Indra. Urusan Salzburg Residence akan kuserahkan pada Kak Indra setelah kami menikah nanti," jelas Ghista, tanpa diminta.
Ranti tersenyum, usai mendengar penjelasan itu dari mulut putrinya sendiri. Ia benar-benar bangga dengan setiap keputusan yang dibuat oleh Ghista dalam setiap langkah hidupnya.
"Ibu akan mendukungmu, Nak. Apa pun yang kamu putuskan, maka Ibu jelas akan memberikan dukungan semampu yang Ibu bisa," tanggap Ranti, positif.
"Terima kasih, Bu. Terima kasih banyak," ucap Ghista, penuh cinta.
Mobil yang Ghista bawa akhirnya berhenti di depan MHD Bakery. Shiren sudah menunggu kedatangan mereka, dan menyambut dengan penuh semangat seperti biasanya. Ranti masuk lebih dulu ke dalam toko, sementara Shiren membantu Ghista menurunkan boks-boks kue dari bagian belakang mobil. Keduanya bekerja sama untuk membawa semua boks ke dalam toko. Beberapa karyawati segera menyusun kue-kue itu ke etalase dan Shiren mulai mencatat jumlahnya. Ghista mendekat pada Ranti yang tengah menikmati secangkir teh lemon hangat kesukaannya.
"Bagaimana, Bu? Ada yang kira-kira mau diubah atau ditambah pada toko ini?" tanya Ghista.
"Ibu rasa tidak perlu, Nak. Semuanya sudah sangat sesuai dengan yang Ibu impikan selama ini. Terima kasih ya, karena kamu selalu saja menjadikan Ibu sebagai prioritasmu. Ibu sangat bahagia karena bisa memiliki Putri seperti kamu," ucap Ranti, dengan tulus.
"Sama-sama, Bu. Itu sudah tugasku. Karena sejak kecil sampai sekarang, Ibu selalu membahagiakan aku. Maka dari itu, aku juga akan selalu membahagiakan Ibu, sebagai bentuk baktiku pada Ibu."
Pintu toko terbuka secara tiba-tiba, sosok Vika dan Theo terlihat di sana dengan raut wajah pucat dan gelisah. Mereka berdua pun mendekat ke arah Ghista dan Ranti.
"Loh, kenapa kalian kembali lagi? Harusnya kalian segera ke ...."
"Saga Rahaja mengalami kecelakaan, Bu Ghista. Kondisinya kritis dan kini sedang dirawat darurat di ICU Rumah Sakit Saint Carolus," potong Vika dengan cepat.
Ghista pun terdiam seketika.
"Kenapa tidak ada yang menghubungi keluarganya?" tanya Shiren, yang ikut mendengar berita itu.
"Widya Rahaja sedang keluar kota untuk berlibur, Istrinya entah berada di mana, dan Leo ... Leo ada bersama Saga Rahaja dan keadaannya jauh lebih parah," jawab Theo.
Ghista pun menatap ke arah Ranti.
"Ibu di sini dulu, ya. Nanti aku jemput," pesan Ghista, dengan perasaan yang kacau.
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Untuk Ibu
Romance[COMPLETED] Siapa yang telah berani memporak-porandakan hati Ibuku, diusianya yang sudah memasuki empat puluh lima tahun, dengan membuatnya jatuh cinta kembali dan tersenyum bahagia setelah bergelimang luka selama hampir separuh hidupnya terjalani? ...