5 | TAK INGIN TERULANG

161 17 0
                                    

Ajeng membukakan pintu, saat mendengar suara mobil yang dibawa oleh suami dan putranya telah tiba di halaman rumah. Dimas dan Indra turun bersama-sama dari mobil tersebut. Mereka berjalan menuju ke arah Ajeng yang sepertinya sudah menunggu-nunggu kepulangan mereka sejak tadi.

"Bagaimana? Benar tidak kalau alamat di website itu adalah toko kuenya Mbak Ranti?" tanya Ajeng.

"Iya, benar Ma. Itu memang toko kue milik Dek Ranti, dan kami sudah bertemu dengannya sekaligus juga dengan Ghista," jawab Dimas.

"Alhamdulillah, Ya Allah. Alhamdulillah ...." Ajeng begitu bersyukur usai mendengar jawaban dari suaminya.

"Dan ternyata, selama ini Ghista pernah satu sekolah dengan Indra. Hanya saja Indra tidak tahu kalau itu adalah Ghista Putrinya Dek Ranti. Ghista bilang, dia tidak mau Indra tahu kalau dia adalah cucu dari Almarhum Pakde Rama, karena dulu Indra pernah marah padanya saat masih kecil," jelas Dimas.

"Astaghfirullah Indra! Lihat itu! Gara-gara kelakuanmu Ghista jadi tidak mau ditemukan! Apa tidak malu kamu? Kelakuanmu saat masih kecil terus diingat oleh Ghista yang begitu pendiam. Itulah kenapa dulu Mama sering menasehatimu agar berkelakuan baik pada orang lain," Ajeng kembali mengingatkan Indra.

"Iya, Ma. Aku minta maaf. Aku salah karena terus bertingkah laku buruk saat kecil, hingga Ghista tak mau memberitahuku kalau dia adalah Ghista Rahaja ... eh ... maksudku Ghista Mahardika. Bibi Ranti bilang Ghista tidak pernah mau memakai nama belakang Rahaja, setelah dia dan Bibi Ranti diusir oleh Ayah kandungnya sendiri," ujar Indra, yang diam-diam merasa ikut sakit hati terhadap Keluarga Rahaja.

"Astaghfirullah, pantas saja kita tidak bisa menemukan Ghista di mana pun. Ternyata dia memakai nama belakang Mahardika, bukan Rahaja," Ajeng terlihat sangat tak menduga tentang hal tersebut.

Indra memberikan satu kotak berisi kue yang tadi diberikan oleh Ranti, ke tangan Ibunya.

"Ini ada kue dari Bibi Ranti, katanya untuk Mama. Bibi Ranti juga titip salam dan mengundang kita sekeluarga untuk datang ke rumahnya," ujar Indra.

Ajeng menerima kotak tersebut sambil menahan airmatanya. Ia memeluk kotak itu ke dalam dekapannya, membuat Dimas segera meraih tubuhnya dan memeluknya dengan erat.

"Mbak Ranti itu tidak pernah berubah sama sekali, Pa. Mbak Ranti itu orang yang sangat baik. Kenapa orang-orang dari Keluarga Rahaja itu begitu tega terhadapnya?" tanya Ajeng, yang sudah tak bisa mengendalikan airmatanya lagi.

Dimas menepuk-nepuk pundak istrinya dengan lembut.

"Karena mereka adalah orang-orang yang tidak punya hati, Ma. Karena mereka bukanlah manusia, melainkan Iblis dalam wujud manusia," jawab Dimas, sangat merasa sakit hati.

Indra menatap kedua orangtuanya yang begitu menyesali semua hal di masa lalu. Kini, mereka telah bertemu lagi dengan Ranti dan Ghista. Namun keadaan tentu saja tak lagi sama seperti dulu. Ranti telah pasrah dengan hidup yang dijalaninya, sementara Ghista telah menutup diri dan hatinya telah membatu karena rasa sakit yang tak pernah sembuh.

Drrrttt... drrrttt...  drrrttt!!!

Ponsel milik Indra bergetar di dalam saku jas yang dipakainya. Ia segera mengeluarkan ponsel itu dan membaca satu pesan masuk tanpa nama pengirim.

0811 4567 897
Kakak punya waktu? Kalau punya, aku akan jemput Kakak di rumah. GHISTA.

Kedua mata Indra pun terbelalak setelah membaca nama pengirim pesan itu di bagian bawah. Ia segera membalas pesan tersebut tanpa berpikir panjang lagi, setelah menyimpan nomor tersebut pada kontak di ponselnya.

Jodoh Untuk IbuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang