Seorang pria paruh baya membuka pintu kamar yang terletak di lantai dua rumah megah yang ditempatinya. Kamar itu sangatlah rapi dengan semua fasilitas terlengkap yang pernah ada dan tersedia. Tidak ada satu pun yang kurang dari isi pada kamar itu. Hanya saja, si pria paruh baya itu tetap tidak bisa mengontrol emosinya ketika melihat sosok si penghuni kamar.
"LEO!!! BANGUN KAMU!!!" teriak Saga Rahaja, dengan penuh emosi.
Leo--yang masih tertidur--pun terbangun mendadak, setelah mendengar suara teriakan yang begitu menggelegar di telinganya. Kedua matanya sontak menatap tepat ke arah Saga, yang tengah melayangkan tatapan penuh kemarahan. Rima--istri Saga--segera berlari dari kamar utama, setelah mendengar teriakan suaminya.
"Mas, ada apa ini? Kenapa Mas harus teriak-teriak seperti ini pada Leo? Ini masih pagi sekali, Mas," tegur Rima, tak terima putranya dibentak oleh Saga.
"Ini ... ini adalah hasil dari didikanmu selama ini terhadap anak tidak berguna itu!!! Kamu selalu saja membelanya, memanjakannya, dan melindunginya jika dia berbuat salah!!! Apa kamu tahu, perusahaan kita kembali merugi besar akibat ulahnya!!!" sembur Saga, tepat di depan wajah Rima.
Leo hanya bisa memasang ekspresi serba salah pada saat itu. Rima menutup kedua matanya, lalu mulai berupaya untuk menenangkan Saga.
"Mas, tenang dulu. Hal ini bisa dibicarakan baik-baik, tidak perlu dengan berteriak-teriak segala," bujuk Rima.
"Tidak!!! Tidak ada lagi yang bisa kita bicarakan baik-baik!!! Semua kerugian yang keluarga ini alami, adalah hasil dari perbuatan anak laki-lakimu!!!" teriak Saga, sekali lagi.
Saga pun kini menatap ke arah Leo dengan kemarahan yang tidak bisa dibendung. Leo menundukkan kepalanya dan tidak berani menatap ke arah Saga.
"Ini adalah peringatan terakhir untuk kamu!!! Mulai hari ini tidak akan ada lagi pengampunan, apabila kamu kembali membuat perusahaan merugi!!! Nama kamu akan dicoret dari daftar ahli waris Keluarga Rahaja, jika sampai melakukan kesalahan sekali lagi!!!" ancam Saga.
"Lalu siapa yang akan menjadi pewaris keluarga ini, jika nama Leo dicoret dari daftar ahli waris, Mas??? Siapa??? Memangnya kamu punya keturunan lain selain Leo???" teriak Rima, sangat tak terima dengan ancaman yang diberikan oleh suaminya.
Saga menatap tajam ke arah Rima sambil tersenyum miring, pertanda ia sedang mengejek wanita itu.
"Ya. Aku memang punya pewaris lain selain Leo!!! Jangan pernah lupa, kalau Leo hanyalah anak nomor dua di keluarga ini!!! Anak nomor satu di keluarga ini adalah Ghista dan itu tidak akan bisa diganggu gugat oleh siapa pun meski aku tidak pernah menginginkan kelahirannya!!!" jawab Saga, benar-benar telak.
Rima pun terdiam mematung dengan mulut terkunci rapat, usai Saga kembali mengungkit tentang Ghista si pewaris utama Keluarga Rahaja. Hatinya kini merasa amat sangat terluka, karena seakan telah dibanding-bandingkan dengan Ranti, mantan istri Saga.
Saga pun kembali menatap ke arah Leo.
"Ingat peringatan itu baik-baik! Sekarang lakukan yang harus kamu lakukan! Kembali hubungi si pemilik lahan yang ada di kawasan belakang Salzburg Residence, atau kamu benar-benar akan tamat!" tegas Saga, yang kemudian berlalu meninggalkan kamar itu dengan emosi yang masih meluap-luap.
Rima menatap ke arah Leo dan mendekat pada putranya tersebut.
"Kamu sudah tidak punya pilihan, Sayang. Ayo, bergegaslah hubungi kembali si pemilik lahan itu. Kali ini kamu tidak boleh gagal. Karena kalau kamu gagal, maka kamu akan disingkirkan dan digantikan oleh si anak perempuan hina itu. Kamu tidak mau Mami menderita karena miskin 'kan, Sayang?" bujuk Rima, dengan ekspresi sedihnya yang sangat mendukung.
Leo menatap Ibunya dengan khawatir.
"Tentu saja tidak, Mi. Mana mungkin aku akan membiarkan Mami hidup dalam kemiskinan? Mami tenang saja, aku akan kembali menghubungi si pemilik lahan itu hari ini juga. Pokoknya, proyek pembangunan yang akan menyaingi kemewahan Salzburg Residence, akan segera terwujud. Aku janji," ujar Leo, merasa sangat yakin.
"Kalau begitu segeralah bersiap-siap. Mami akan menyuruh pelayan untuk membuatkanmu sarapan," perintah Rima.
Setelah Rima pergi dari kamar itu, Leo segera meraih ponselnya dan menghubungi sekretarisnya.
"Halo, Bos?" sapa Riko, di seberang sana.
"Ya, halo! Segera hubungi si pemilik lahan itu sekarang juga! Minta adakan pertemuan! Jangan sampai dia menolak!" perintah Leo, tegas.
"Baik, Bos," jawab Riko.
Sambungan telepon itu pun terputus. Leo segera menuju ke kamar mandi untuk bersiap-siap, sebelum bertemu dengan Amanda--si pemilik lahan. Leo tahu, kalau ancaman yang diberikan oleh Papinya tidaklah main-main. Semua terjadi karena kemarin dia kembali melakukan kesalahan terhadap klien. Leo menjadi tidak bisa sabar, jika sudah menyangkut dengan proses tanda tangan.
Ia ingin sekali membuktikan pada Papinya bahwa ia bisa mendapatkan persetujuan dari klien, dengan menunjukkan tanda tangan dari mereka. Sayangnya para klien itu suka sekali mengulur-ulur waktu, hingga membuat kesabaran Leo habis dan mulai bertingkah kasar pada mereka. Hal itu berimbas pada gagalnya kerjasama dan juga meruginya perusahaan induk.
Maka dari itu, Leo tak ingin pertemuan dengan si pemilik lahan yang ada di belakang Salzburg Residence gagal lagi. Ia benar-benar harus berhasil menemui Amanda, atau semua akan berakhir bagi hidupnya dan juga hidup Maminya.
Usai dengan semua urusannya di dalam kamar, Leo akhirnya turun ke bawah dan mendapati Riko yang telah menunggunya.
"Bagaimana Riko? Si pemilik lahan itu setuju untuk bertemu?" tanya Leo, langsung pada intinya.
"Iya, Bos. Si pemilik lahan itu setuju untuk bertemu hari ini," jawab Riko.
"Bagus, kalau begitu saya sarapan dulu, baru kita berangkat," Ujar Leo.
"Tapi Bos, si pemilik lahan ingin bertemu pagi ini. Dia bilang, jika terlambat maka dia tidak akan mau bertemu lagi meski pihak kita memohon," jelas Riko, sesuai dengan yang Amanda katakan.
"Apa??? Sombong sekali dia!!! Memangnya dia pikir siapa dirinya sehingga bisa mengatur-atur seperti itu???" Leo kembali tak bisa mengatur emosinya.
"Leo! Ikuti saja! Jangan lagi membuat perusahaan merugi akibat dari kegagalanmu!" tegas Rima, membuat Leo sadar bahwa saat ini pertemuan dengan Amanda sangat penting bagi nasibnya.
Leo pun akhirnya batal menyentuh sarapan paginya. Ia segera beranjak menuju keluar rumah, di dampingi oleh Riko yang membukakannya pintu mobil.
"Di mana kita akan bertemu dengan si pemilik lahan yang sombong, itu?" tanya Leo, menahan geramnya sebisa mungkin.
"Di restoran Perancis, Bos. Le Meilleur," jawab Riko.
"Semua persiapan sudah lengkap?"
"Sudah, Bos. Tapi hari ini baru akan ada pertemuan saja, 'kan? Si pemilik lahan belum tentu akan langsung menyetujui proses jual beli lahan tersebut. Kita masih butuh waktu untuk meyakinkannya," saran Riko.
"Persetan dengan semua itu, pokoknya semua harus terjadi hari ini juga!" tegas Leo, tak mau tahu.
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Untuk Ibu
Romansa[COMPLETED] Siapa yang telah berani memporak-porandakan hati Ibuku, diusianya yang sudah memasuki empat puluh lima tahun, dengan membuatnya jatuh cinta kembali dan tersenyum bahagia setelah bergelimang luka selama hampir separuh hidupnya terjalani? ...