"Saga Rahaja dan Widya Rahaja sudah mati! Aku Istri sahnya! Jadi aku yang berhak mendapatkan semua warisan milik Keluarga Rahaja! Tidak peduli Leo adalah anak kandung Saga ataupun bukan!" teriak Rima, tidak terima dengan apa yang dikatakan oleh pria yang sedang dihadapinya.
"Sayang sekali, anda tidak bisa melakukan apa pun atas keputusan itu. Almarhum Tuan Saga sendiri yang membuat surat wasiatnya dan menetapkan bahwa Aghista Rahaja adalah pewaris tunggal dari Keluarga Rahaja," sahut Tommy Alfarel--Pengacara Keluarga Raharja.
"TIDAK!!! WARISAN ITU MILIKKU!!! ANAK SIALAN ITU TIDAK BOLEH MEMILIKI SATU SEN PUN WARISAN DARI KELUARGA RAHARJA!!!" Rima menjadi histeris.
Tok ... tok ... tok ...!!!
Beberapa orang Polisi terlihat berdiri di ambang pintu yang baru saja di ketuk. Tommy mempersilahkan mereka untuk masuk ke ruang perawatan itu, sementara Rima kini sudah kembali bungkam dan mulai memucat.
"Selamat siang, Pak," sapa IPTU Laksono.
"Selamat siang. Ada apa, sehingga Bapak-bapak semua datang ke sini? Bukankah, kasus kecelakaan itu sudah selesai?" tanya Tommy, ingin tahu.
"Benar sekali, Pak. Kasus kecelakaan yang menimpa Almarhum Bapak Saga dan Bapak Leo sudah diselesaikan. Almarhum Bapak Saga sudah ditetapkan sebagai korban dalam kasus kecelakaan tersebut. Hanya saja, kami datang ke sini terkait dengan investigasi lanjutan dari kasus kecelakaan tersebut," jawab IPTU Laksono.
IPTU Laksono memberikan sebuah amplop pada Tommy. Tommy membukanya dan membaca semua hal yang ada di dalam amplop tersebut. Kedua tangannya mendadak gemetar, dan wajahnya dipenuhi amarah yang luar biasa. Usai membaca isi amplop tersebut, Tommy pun langsung menatap tajam ke arah Rima.
"Keterlaluan sekali anda!" bentaknya.
Polisi pun segera mendekat pada Rima.
"Saudari Rima, anda kami tahan atas dugaan pembunuhan berencana terhadap Bapak Sagara Rahaja."
Rima pun tak bisa lagi mengelak, bukti kejahatannya telah di dapatkan. Kedua tangannya kini harus merasakan bagaimana rasanya diborgol.
Tuuuuuuuuuutttttt!!!
Suara dengungan mesin EKG pun mengiringi langkah Rima menuju ke penjara. Leo akhirnya tak bisa bertahan lagi, setelah beberapa kali operasi yang dijalaninya. Dan hal itu menjadikan Rima sebagai tersangka atas dua kematian.
* * *
Riko memperlihatkan apa yang di dapat oleh Polisi kepada Ghista yang saat itu tengah mengupas buah mangga untuk Ibunya.
"Sidik jari Rima ditemukan pada kabel rem yang terpotong. Dia memang sudah berencana ingin melenyapkan Almarhum Pak Saga dan berniat menguasai seluruh harta Keluarga Rahaja yang tersisa. Sayangnya, dia tidak tahu kalau Leo akan ikut masuk ke mobil itu, demi membujuk Almarhum Pak Saga agar tidak mengusir dirinya dan Ibunya. Laju mobil itu akhirnya semakin cepat dan rem sudah tidak berfungsi akibat kabel yang dipotong oleh Rima. Kecelakaan itu akhirnya tidak bisa dihindari sama sekali," ujar Riko, menjelaskan.
Ghista mulai menyuapi mangga pada mulut Ibunya. Ia menarik nafasnya dalam-dalam, lalu mengembuskannya dengan pelan.
"Tapi penyebab kematian Ayah saya bukanlah karena kecelakaan itu. Penyebab kematiannya adalah karena mengalami shock yang hebat, setelah mengalami benturan dalam kecelakaan. Dia bisa saja selamat, terlebih setelah saya mendonorkan darah untuknya. Keadaannya mulai membaik saat itu, andaikan saja dia tidak mendengar kenyataan bahwa Leo bukanlah anaknya," ujar Ghista.
"Ya, anda benar Bu Ghista. Dokter juga sudah menjelaskan pada saya mengenai hal itu," tanggap Riko.
"Oh ya, siang ini Pak Tommy Alfarel ingin menemui anda. Katanya ingin bicara dengan anda terkait warisan, yang diwariskan oleh Almarhum Saga Rahaja kepada anda," ujar Vika, mengingatkan.
"Ya, saya ingat Vi. Kalau begitu tolong hubungi Ibu Fatma, ya. Kalau beliau siap datang ke sini, tolong minta pada Theo untuk menjemputnya," pinta Ghista, seraya tersenyum seperti biasanya.
"Baik, Bu Ghista."
Riko dan Vika pun beranjak keluar dari ruang keluarga tersebut, meninggalkan Ghista bersama Ranti, dan Dika.
"Kamu punya rencana apa, sampai mau mengundang Ibu Fatma untuk datang ke sini?" tanya Ranti, sambil membelai rambut putrinya dengan lembut.
"Aku mau mengalihkan semua warisan yang kuterima dari Almarhum Ayah ke panti asuhan yang dikelola oleh Ibu Fatma, Bu. Aku mau, apa yang Ayah tinggalkan untukku menjadi sesuatu yang berguna untuk orang lain. Siapa tahu dengan begitu, hal tersebut akan menjadi amal jariyah untuk Ayah dan bisa membuat dosa-dosanya diringankan," jawab Ghista, tanpa ragu.
Ranti pun tersenyum, lalu segera memeluk putrinya dengan sangat erat.
"Kamu memang Putri Ibu yang selalu saja suka membuat orang lain terkejut, dengan semua keputusan-keputusan yang kamu ambil. Lakukanlah, jika hal itu akan membuatmu merasa jauh lebih lega. Ibu dan Ayah akan selalu mendukung apa pun yang kamu lakukan demi kebaikan," ujar Ranti.
Ghista pun tersenyum bahagia usai mendengar apa yang Ibunya katakan.
"Terima kasih ya, Bu. Terima kasih atas semua hal yang sudah Ibu berikan untukku. Sampai kapanpun, aku enggak akan pernah bisa membalas semua cinta yang Ibu berikan. Dan satu-satunya hal yang bisa kulakukan untuk Ibu adalah dengan terus berbakti dan memberikan bahagia di sepanjang hidup Ibu," balas Ghista, penuh cinta.
Ranti kembali mengusap rambut lembut putrinya.
"Kamu sudah memberikan bahagia yang tidak akan berakhir, untuk Ibu," Ranti kini menatap ke arah Dika. "Perjuanganmu untuk mencari tahu tentang Ayahmu, perjuanganmu untuk mempertemukannya kembali dengan Ibu, dan bahkan perjuanganmu mempersatukan Ibu dengannya dalam ikatan pernikahan adalah bahagia yang tidak bisa ibu lukiskan dengan kata-kata. Hal yang tadinya tidak pernah lagi berani Ibu impikan, justru kamu wujudkan menjadi kenyataan yang indah untuk Ibu."
"Ibumu benar, saat ini kamilah yang harusnya berterima kasih padamu. Kalau kamu tidak berjuang, maka kami mungkin tidak akan pernah bertemu lagi. Kami sama-sama takut untuk menyatakan perasaan kami masing-masing. Kami sama-sama takut menoleh pada masa lalu. Tapi hal itu tidak berlaku padamu. Kamu adalah wanita terkuat yang pernah kami kenal. Kamu ... dan tekadmu yang besar," tambah Dika.
"Aku hanya melakukan apa yang seharusnya memang dilakukan. Aku enggak mau Ibu terus hidup sendiri tanpa memiliki pendamping, setelah sekian lama jatuh dalam luka. Dan juga, aku semakin bertekad kuat saat tahu kalau Ayah tidak pernah menikahi wanita manapun setelah berpisah dengan Ibu. Jadi, aku hanya melakukan yang memang harus dilakukan untuk mempersatukan kalian berdua. Tidak lebih," sanggah Ghista.
Ghista kembali menyuapi mangga ke mulut Ranti, sambil menunggu kedatangan Tommy. Dika membuka kembali buku berisi daftar nilai anak-anak di sekolah yang tengah ia periksa.
"Kalau Ayah libur, kita jadi pergi ke Lembang lagi, 'kan?" tanya Ghista.
"Iya, Insya Allah jadi, Nak. Indra juga sudah sering sekali menanyakan, untuk memastikan kalau liburannya benar-benar jadi," jawab Dika.
Ghista pun mengerenyitkan keningnya.
"Kak Indra? Kok jadi Kak Indra sering nanya-nanya mau liburan ke Lembang, Yah?" tanyanya, tak mengerti.
"Entahlah, mungkin dia mau ikut, sekalian untuk menikahi kamu di sana," celetuk Ranti, tak ragu-ragu.
"Ibu ... jangan gitu dong ... aku belum ada persiapan sama sekali," rajuk Ghista, terang-terangan.
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Untuk Ibu
Romance[COMPLETED] Siapa yang telah berani memporak-porandakan hati Ibuku, diusianya yang sudah memasuki empat puluh lima tahun, dengan membuatnya jatuh cinta kembali dan tersenyum bahagia setelah bergelimang luka selama hampir separuh hidupnya terjalani? ...